14 Kabupaten Persiapkan Pembangunan Sistem Peringatan Dini Bencana

oleh -508 views
oleh
508 views

Bandung,—Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (PDTu) menggelar sosialisasi pembangunan sistem peringatan dini bencana 2019 di Hotel GH Universal, Jawa Barat pada Senin 28/1.

Pada sosialisasi itu, Kemendes PDTT menghadirkan sedikitnya 14 perwakilan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten. Selain itu, turut pula hadir dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PPMD).

Direktur Penanganan Daerah Rawan Bencana dari Ditjen PDTu Kemendes PDTT Hasman Ma’ani mengatakan bahwa pelaksanaan pembangunan Sistem Peringatan Dini Bencana (Early Warning System/EWS) ini dikawal oleh salah satu unit kerja pada Ditjen PDTu yaitu Direktorat Penanganan Daerah Rawan Bencana. Sebagai informasi, perangkat pembangunan EWS ini telah tersedia di 16 kabupaten yang memiliki kerawanan tinggi terhadap bencana longsor dan banjir.

“Total sudah kita berikan sebanyak 19 unit sejak tahun 2016 sampai sekarang, tahun ini pembangunannya juga akan kita lanjutkan dengan membangun EWS di lima kabupaten,” ujar Hasman Ma’ani.

EWS merupakan seperangkat sistem yang saling terhubung dan memiliki beberapa sensor yang ditempatkan di area-area kunci terjadinya longsor maupun banjir. Sensor-sensor tersebut kemudian akan memberikan informasi mengenai tingkatan kejadian kepada sistem yang terhubung secara nirkabel yang kemudian jika berada pada tingkat yang mengancam keselamatan masyarakat akan membunyikan sirine peringatan. Sistem ini sendiri memiliki jangkauan sejauh kurang lebih 3 kilometer.

Senada dengan Hasman, peneliti LIPI,  Bambang Widyatmoko mengatakan bahwa dalam penanganan bencana, teknologi memiliki peranan penting.

“Meskipun tetap lebih utama adalah peran serta masyarakat,” katanya.

Hasman mencontohkan Jepang sebagai ikon model negara-negara lain dalam penanganan bencana. Menurutnya Jepang sudah memulai pendidikan kebencanaan pada usia dini untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

Bambang sendiri memandang kehadiran EWS diperlukan untuk memberikan peringatan akan adanya bencana yang ditandai dengan perubahan fisis yg terpantau dan terlihat. Lebih lanjut kelebihan dari EWS adalah memberikan pengamatan secara kontinyu, data dapat tersimpan dan mudah dianalisa, pengamatan lebih akurat dan teliti, peringatan dapat diberikan dengan kriteria tertentu.

“Meskipun ada beberapa kekurangan seperti biaya pemasangan yang tinggi, kadang rusak, dan masih tergantung pada sinyal telekomunikasi.” Katanya.(rilis: humker/kdpdtt)