3 Perjanjian Diratifikasi, Anggota DPR RI Minta Bisa Turunkan Gini Ratio

oleh -251 views
oleh
251 views
Hj Nevi Zuairima ungkap 3 perjanjia diratifikasi harus berdampak turunnya gini ratio masyarakat, Jumat 27/8-2021. (foto: dok/nzvoice)

Jakarta — Pemerintah dan DPR RI sahkan 3 perjanjian internaisonal (diratifikasi), menyikapi ini Anggota DPR RI Komisi VI Nevi Zuairina pada rapat kerja Komisi VI dengan Kementerian Perdagangan yang membahas penjelasan pemerintah terkait ratifikasi tiga perjanjian kemitraan perdagangan internasional.

Hj Nevi meminta ratifikasi ini mesti mampu memperkecil gini rasio Indonesia yang relatif tinggi.

Saat ini, menurut Nevi dari data BPS yang diterima, per maret 2021, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,384.

Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,76 persen.

“Tiga perjanjian internasional ini ketika sudah diratifikasi mesti dapat menguntungkan rakyat Indonesia. Pemerintah mesti menjaga regulasi ini jangan sampai di kemudian hari memberi dampak buruk para pelaku usaha, terutama pelaku UMKM,” ujar Nevi Jumat 27/8-2021.

Nevi menyampaikan, adapun tiga perjanjian yang telah di ratifikasi itu adalah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Agremeent), ASEAN TRADE IN SERVICES AGREEMENT/ATISA (Persetujuan Perdagangan Jasa ASEAN) dan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Kopmprehensif Pemerintah Republik Inndonesia dan Pemerintah Korea (Comprehenisve Economic Partenership Between the Governemnet Republic of Indonesia and the Governemnet of The Repbulic of Korea )

Legislator asal Dapil Sumbar II ini menguraikan, CEP adalah kerjasama dagang terbesar di dunia karena melibatkan 15 negara (10 negara anggota ASEAN plus Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Jepang, dan Cina) yang mencakup 30% ekonomi dunia, 30% populasi dunia, dan tak kurang dari 2,2 milyar calon konsumen.

Indonesia punya peran sentral dalam pembentukan RCEP. RCEP pertama kali dicetuskan pada tahun 2011 ketika Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Bali dimana kala itu Indonesia menjadi Ketua ASEAN dan dalam proses perundingan Indonesia ditunjuk menjadi negara koordinator juru runding ASEAN hingga penandatanganan.

Sedangkan ATISA (ASEAN Trade In Services Agreement), Lanjut Nevi, harus memberikan keuntungan sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia khususnya bagi pelaku usaha di bidang jasa (services) sehingga mampu memberikan solusi dalam pemulihan ekonomi nasional yang saat ini terdampak pandemi Covid 19.

Politisi PKS ini juga meminta, IK-CEPA harus dipastikan menguntungkan bagi kedua Negara dalam meningkatkan perekonomian dan dalam rangka mensejahterakan rakyat.

“Intinya, Semua Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif ini harus memberikan peluang yang besar bagi pelaku-pelaku usaha besar nasional dan pelaku UMKM ekspor memperluas pasarnya di negara mitra. Jangan sampai terjadi ketidak berimbangan seihingga banyak neraca negatif perdaganagan kita. Kondisi perkembangan situas ini harus diantisipasi oleh pemerintah dengan membuat regulasi yang tegas,”ujar Nevi Zuairina.(nzvoice).