8 Hari Perjalanan Napak Tilas Khaul Tan Malaka, Ini Perjalanan Terhormat Mengenang Bapak Republik

oleh -302 views
oleh
302 views
Tim Napak Tilas jejak bapak Republik Tan Malaka sampai di Kediri. (han)

Limapuluh Kota — Napak berasal dari kata tapak yaitu bekas kaki sedangkan Tilas artinya bekas dari seseorang. Jadi napak tilas ialah bekas/jejak seseorang yang pernah berbuat sesuatu ditempat itu.

Sedangkan khaul adalah wujud penghormatan kepada sesepuh yang sudah meninggal, tidak jauh beda dengan pemerintah yang biasanya di tengah-tengah apel atau upacara kebesaran dikemas dengan mengheningkan cipta untuk mendoakan para pahlawan pahlawan yang telah mendahului kita semua.

Mengikuti jejak perjalanan dan perjuangan Tan Malaka di seluruh penjuru Nusantara, sebagai bentuk penghormatan kepada sosok Bapak Republik, itulah yang dilakukan oleh Yayasan Ibrahim Tan Malaka bersama dengan relawan Palanta Aksi Kemanusiaan & Sosial (Pak’Sa).

Dimulai dari kampung halaman pahlawan kemerdekaan itu, Suliki Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Datuk Tan Malaka adalah putera asli Kabupaten Limapuluh kota, tepatnya di Nagari Pandam Gadang suliki, atau sekarang Nagari Pandam Gadang Gunung Omeh.

Adapun rangkaian kegiatan khaul tersebut yakni ziarah, doa dan tabur bunga di makam Tan Malaka serta mengunjungi rumah kelahiran Tan Malaka di Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Selasa 21/2-/2023.

Ketua Yayasan Ibrahim Tan Malaka Ferizal Ridwan langsung memimpin kegiatan pada waktu itu, tidak hanya dari Yayasan Ibrahim Tan Malaka, Puluhan Kuli Tinta yang bertugas di Luak Limopuluah (Payakumbuh-Limapuluh Kota.Red) juga mengikuti upacara itu.

“Ini adalah kegiatan rutin kita setiap tahunnya, karena pada tanggal 21 Februari adalah sebagai hari peringatan wafatnya Tan Malaka, dan dimakamkan di makam terakhirnya, yaitu Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota,”ujar Ferizal Ridwan.

Sebagai pahlawan nasional, tentunya situs cagar budaya Tan Malakan harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah setempat, Ferizal Ridwan mengajak pemda dalam hal ini, untuk turut serta merawat dan melestarikan cagar budaya itu.

Berselang beberapa hari, tepatnya 25 Februari 2023, Yayasan Ibrahim Datuk Tan Malaka beserta Relawan Pak’Sa melanjutkan perjalan Napak Tilas Khaul Tan Malaka.

Sebagai organisasi kemanusiaan dan sosial, relawan Pak’Sa juga menjalankan tugas mulia, memanusiakan manusia. Sebanyak 14 Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kabupaten Limapuluh Kota dibawa untuk dilakukan pengobatan dan Rehabilitasi di LKS PD Aulia Rahma Lampung.

“Napak Tilas Khaul Bapak Republik dan Aksi Memanusiakan Manusia, itu adalah judul perjalanan kami. Kita berharap ODGJ dapat sehat dan kembali normal ke dalam pangkuan keluarganya,” ujar Ferizal.

Tiga hari perjalanan dari Kabupaten Limapuluh Kota menuju Lampung, perjanan memanusiakan manusia yang luput dari perhatian pemerintah selesai. Rombongan melanjutkan ke Kedatun Keagungan Lampung untuk bertemu Yang Mulia (YM) Mawardi Hariram.

YM Mawardi Hariram mengatakan, yang dilakukan oleh Yayasan Tan Malaka dan relawan Pak’Sa adalah sebuah perjalanan terhormat. Bapak pemikir bangsa, begitulah dia menyebut sosok Tan Malaka.

“Karena itu, yang harus kita ziarahi adalah pemikiran dari Tan Malaka itu sendiri, dan itu insyaAllah akan berguna, atau bisa disebut pemikiran Tan Malaka adalah sebuah amalan Jariah yang pahalanya akan terus mengalir kepada Tan,” Ujarnya.

Perjalanan dilanjutkan, menyeberangi Selat Malaka, dengan rombongan berjumlah 21 orang, sesampainya di Pulau Jawa, Rombongan melanjutkan perjalanan dengan bus bermuatan 30 orang.

Yogyakarta menjadi tujuan selanjutnya, sepanjang perjalanan media dapat bercerita tentang sosok Tan Malaka kepada Ferizal, ternyata Tan Malaka tidak mempunyai istri, Tan Malaka juga mengganti-ganti namanya sebanyak puluhan kali demi mengelabui penjajah kala itu.

YM Kanjeng Rhesi, Raja dari kerajaan Rhesi Agung Mataram menjadi tempat selanjutmya, pertemuan dengan YM Kanjeng Rhesi berlansung di Sleman Jawa Tengah. Rombongan lansung disambut di kediamannya bersama dengan para pengawalnya.

“Ini adalah perjalanan hati, pemikiran dan historikal, dan juga merupakan perjalanan terhormat, Tan Malaka atau kami menyebutnya Tuan Malaka adalah sosok pemikir dan pahlawan Nasional,” ujar YM Kanjeng Rhesi duduk di kursi singgah sananya.

Dikatan Ferizal Ridwan, Kanjeng Rhesi adalah penasehat asosiasi kerajaan keraton Indonesia, dia juga turut andil dalam prosesi pemindahan makam Tan Malaka pada tahun 2017 silam.

Mendadak tidak dapat bertemu karena ada urusan ke Jakarta waktu itu, Raja Keraton Yogyakarta mendoakan perjalanan kami lancar dan tanpa adanya halangan.

Dari Sleman Menuju Yogyakarta, lebih kurang 30 menit perjalanan, rombongan mengunjungi Seniman dan Budayan tersohor Tanah Air Joko Koentono. Diakui Joko Koentono, dirinya sangat mengagumi sosok Tan Malaka.

Joko Koentono mengungkapkan itu dalam diskusi santai bersama rombongan, karakteristik dan cara Tan Malaka berjuang sebagai seorang pemikir, serta hidup dalam kesendirian pelarian, bahkan Tan Malaka sering kali berganti nama.

“Kita harap pihak keluarga relawan Pak’Sa dan juga Yayasan Ibrahim Tan Malaka bisa menjadi wadah dan menjadi tempat untuk melestarikan dan menjaga segala peninggalan Tan Malaka, termaksut pemikiran Tan Malaka,” ujarnya.

Joko Koentono yang juga merupakan salah satu juru kunci Candi Borobudur itu juga menawarkan kepada keluarga dan yayasan, agar diperkenankan untuk membuat sebuah karya seni untuk Tan Malaka

“Kita akan menyumbangkan karya seni dan fikiran kita, kalau di perkenankan, kita akan merombak makam Tan Malaka, akan menciptakan suasana makam Tan Malaka sesuai dengan karakternya, itu adalah wujud kekaguman saya terhadap sosok Tan Malaka,” ujar Joko sambil menyeduh wedang jahenya.

Rombongan memutuskan untuk melepas penat sejenak dengan bermalam di kawasan Malioboro Yogyakarta, menikmati nyanyian pengamen jalanan sampai kuliner Wedang Ronde untuk penghangat dan pelepas dahaga.

Laman kalender berganti, dari Februari menuju Maret. Kamis, 2 Maret 2023 perjalanan kami lanjutkan, beranjak dari Yogyakarta waktu matahari terbit untuk menuju Kediri.

Kekompakan orang Minangkabau di rantau sangat terkenal kuat, begitu juga yang dilakukan oleh rombongan, berbagai orang minang di rantau menawarkan kami untuk singgah, memperkuat silaturahmi. Seperti di semarang dan Madiun.

Kamis, 2 Februari 2023 malam, rombongan sampai di Kediri, seorang spritual yang bolak balik Kediri Limapuluh Kota untuk membantu memindahkan makam Tan Malaka, Mas Johan akrabnya disapa. Rombongan di tawari bermalam di rumahnya.

“Tan Malaka pencetus nama Republik atau sering kita kenal dengan bapak republik. Pemindahan makan Tan Malaka dahulu cukup memakan waktu, namun berkat berbagai pihak yang ikut berjibaku akhirnya makam Tan Malaka berhasil dipindahkan ke pemakaman terakhirnya di Kabupaten Limapuluh Kota, kini di Kediri hanya tinggal pentilasan Tan Malaka,” ujar Mas Johan.

Jumat pagi rombongan melanjutkan perjalanan, lebih kurang 2 jam perjalanan dari kediaman Mas Johan, rombongan berhenti di pesantren yang bisa dibilang terbesar di pulau jawa. Ribuan santri terlihat ketika bus rombongan memasuki gerbang Pondok pesantren.

Pondok Pesantren Nurboyo merupakan Pondok pesantren yang melahirkan banyak ulama besar, rombongan bersilaturahmi karena sewaktu pemindahan makam Tan Malaka, di Pondok Pesantren Nurboyo inilah makam Tan Malaka yang berupa zat tanahnya di solawatkan, sebelum di pindahkan ke Limapuluh Kota.

“Para tetua kiai dan kiai muda, beserta puluhan ribu santri pondok ikut mengikuti prosesi sakral itu, waktu itu kondisinya masih sedikit tegang terkait dengan pemindahan Makam ini, namun itu semua sudah selesai, di Kediri tetap Makam Tan Malaka atau kita sebut Pentilasan Makam Tan Malaka, dan di Limapulug Kota, Pandam Godang adalah Makam Terakhir dari Tan Malaka,” ujar Ferizal Ridwan.

Menurut Ferizal, tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan tentang makam, sekarang kita berfikir bagaimana cara kita menapak tilaskan pemikiran-pemikiran dari Tan Malaka.

Usai bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Norboyo, selesai waktu Jumat rombongan melanjutkan perjalanan lebih kurang 30 menit menuju Pentilasan Makam Tan Malaka di Selopanggung.

Semua cerita tentang Tan Malaka dapat tergambarkan dari kondisi dan suasana Pentilasan Makam beliau. berjalan kaki sejauh 1,5 KM menuju makam menggambarkan kesunyian dan kesendirian Tan Malaka.

Kemudian menuruni lebih kurang 60 anak tangga, menuju pinggiran sungai, menggambarkan karakteristik Tan Malaka dahulunya. Ditembak mati oleh bangsanya sendiri.

Pohon Kamboja yang tandus tanpa berdaun, terlihat jarang di bersihkan pentilasan makam itu sejak dipindahkannya ke makam terakhirnya di Nagari Pandam Gadang Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota.

“Kami ingin berziarah di makam Datuk sebagai rangkaian haul, sekaligus mengenang kembali perjuangan almarhum sebagai pahlawan nasional. Di tempat ini Tan Malaka mati ditembak bangsanya sendiri,” kata Ferizal Ridwan kepada wartawan di lokasi makam.

Dari kediri rombongan memutuskan menuju pulang ke Limapuluh Kota, direncanakan Ferizal Ridwan perjalanan Napak Tilas Khaul Tan Malaka akan dilanjutkan ke Medan, sampai ke Aceh, yang juga merupakan tempat Tan Malaka Berjuang dahulunya. (han)