Amandemen ke 5 UUD untuk Perkuatan Kewenangan Konstitusional DPD RI Untuk Membangun Daerah

oleh -546 views
oleh
546 views
Wakil Ketua DPD RI Darmayanti Lubis hadiri FGD di Batam, Amanden ke 5 atau amandemen terbatas UUD 1945 untuk kuatkan kewenangan DPD RI, Kamis 12/9 (foto: dok/setjen-dpdri)

Batam,—-Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI hadir menjadi Lembaga Legislatif mewakili aspirasi dalam pembangunan dan kesejahteraan daerah.

Maka, di awal reformasi semangat itu kemudian diwujudkan dalam sistem desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu suatu pilihan politik dalam pengelolaan NKRI di mana daerah harus menjadi aktor sentral dalam pengelolaan republik ini.

Demikiann bemang merah Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Kewenangan Konstitusional DPD RI Dalam Rangka Penguatan Sistem Otonomi Daerah, di Universitas Batam, Kamis, 12/9

Wakil Ketua DPD RI Darmayanti Lubis saat membuka FGD mengatakan pada  usia ke-15 (lima belas) kewenangan DPD RI perlu diperkuat terutama dalam bidang legislasi dan anggaran. Hampir semua produk Undang-Undang itu pasti berkaitan dengan daerah, sudah seharusnya DPD harus dilibatkan sampai kepada pembahasan tingkat akhir secara tripartit baik dengan DPR dan Pemerintah.

“DPD lahir sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa wilayah atau daerah harus memiliki wakil untuk memperjuangkan kepentingannya secara utuh di tataran-nasional, yang sekaligus berfungsi menjaga keutuhan NKRI,”ujarnya..

Selain itu, kata Darmayanti Lubis kehadiran DPD mengandung makna bahwa sekarang ada lembaga yang mewakili kepentingan lintas golongan atau komunitas yang sarat dengan pemahaman akan budaya dan karakteristik daerah,.

Anggota DPD RI asal Kepulauan Riau Hardi Selamat Hood mengungkapkan selama 2 (dua) periode menjabat merasakan meski sudah berumur 15 tahun DPD belum bergaung.

DPD melalui amandemen harus ikut membahas setiap RUU bersama DPR masalah otonomi daerah, RUU yang berkaitan dengan daerah, pengawasan, dan budgeting sampai pada tahap akhir bukan sekedar menyerahkan naskah akademik dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) kemudian selesai.

“Harapan saya perlu adanya amandemen untuk memperkuat kewenangan DPD RI sebagai fungsi checks and balances, selain itu dua parlemen senayan DPD dan DPR harus bisa bersinergi menghasilkan produk undang-undang yang ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat dan daerah,” tegasnya.

Peneliti Senior LIPI Prof. Dr R. Siti Zuhro pada kesempatan ini menyebutkan, bahwa 74 tahun perjuangan bangsa sampai amandemen terakhir kita sedang dalam proses “menjadi”.

“Dan sistem perwakilan kita dan proses pembelajaran tidak mudah. Harus ada pembeda dan DPR tidak perlu risau dengan kehadiran DPD, DPD sudah sangat tepat dipikirkan oleh pendiri bangsa sebagai utusan daerah dan untuk legitimasi DPD diciptakan sesuai amanah konstitusi filofosi harus mampu memberikan kontribusi kepada daerah dan masyarakat,”ujar Siti Zuhro.

DPD hadir dengan segala keterbatasan kewenangannya, akan tetapi DPD harus melakukan gebrakan untuk berkontribusi bagi daerah.

“Adanya penguatan kewenangan maka DPD akan maksimal bekerja sehingga daerah melihat DPD benar-benar menjadi perwakilan daerah,” ucap Siti.

Pakar Hukum Tata Negara Dr. Zainal Arifin Mochtar mengatakan DPD itu lahir pada amandemen ketiga UUD 1945, dilatar belakangi antara lain adanya wakil rakyat yang ditunjuk yang seakan-akan mengkhianati proses pemilu, oleh karenannya didorong seluruh wakil rakyat dipilih melalui proses pemilihan umum baik untuk wakil rakyat (DPR) dan wakil daerah (DPD).

“Harapan saya DPD jangan hanya minta kekuatan dan kewenangan tapi dari setiap anggota harus perform optimal meskipun dengan kewenangan yang ada, sebagaimana Pasal 22D UUD 1945. Bagaimanapun juga dengan kewenangan yang ada, DPD merupakan lembaga legislasi yang penting dalam sistem ketatanegaraan kita,” jelasnya

Kini, ada wacana dari sekelompok pihak yang akan melakukan amandemen kelima UUD 1945. Akan tetapi, terlepas dari tujuan dari agenda melakukan amandemen terbatas, yang paling penting adalah bagaimana agar otonomi daerah yang telah digagas oleh para pendiri bangsa dan menjadi tuntutan dan kebutuhan daerah tidak mengalami arus balik ke sentralisme.

“DPD sebagai penopang otonomi daerah, penyalur dan pengawal aspirasi masyarakat/daerah tidak semakin dikerdilkan dalam pergumulan politik jangka pendek. Berkenaan dengan hal tersebut melalui FGD ini, pikiran-pikiran konstruktif dari insan akademis, dari pakar dan komponen masyarakat harus didengar, diakomodasi dan selanjutnya diharapkan memberikan sumbang pikir dalam rangka memperkuat kewenangan konstitusional dan kinerja DPD dalam rangka memperkuat sistem otonomi daerah,”ujar Darmayanti Lubis.(rilis: setjen-dpdri)