Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Ambang Batas Pencalonan Presiden di Indonesia

oleh -215 views
oleh
215 views

INDONESIA merupakan negara demokrasi, hal itu karena indonesia memiliki ciri-ciri sebagai negara demokrasi salah satu nya yaitu kedaulatan berada di tangan rakyat. Hal ini tercantum dalam undang-undang dasar 1945 yang menyatakan bahwa

‘’kedaulatan adalah di tangan rakyat dan di laksanakan menurut undang-undang dasar‘’

Di indonesia, pemilu dilaksanakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD, dan Kepala Daerah. Penyelenggaraan pemilu di Indonesia dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Dasar hukum tentang pemilu pun juga ada banyak salah satu nya yaitu Pasal 22E ayat (1) yang menyatakan bahwa Pemilu di laksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil yang di adakan setiap 5 (lima) tahun sekali.

Adapun salah satu kebijakan yang membahas tentang pemilu adalah ketentuan yang mengatur mengenai ambang batas pencalonan Presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Undang Undang Pemilu) yang kembali seringkali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satu permohonan pengujian UU Pemilu terdapat dalam Permohonan Perkara Nomor 20/PUU-20/2022 yang diajukan oleh Adang Suhardja, Marwan Batubara, Ali Ridhok, dan Bennie Akbar Fatah. Sidang dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan perkara ini digelar di MK pada Senin 14/3-2022.

Norma-norma yang diujikan adalah Pasal 222 UU Pemilu yang menyatakan “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit sebanyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”

Selain itu, kata Herman, menggolongkan Ambang batas pencalonan Presiden sebagai kebijakan hukum terbuka tidaklah tepat karena kewenangan pembentukan Undang-Undang apabila Konstitusi sebagai norma hukum tertinggi tidak memberikan batasan yang jelas sebagaimana seharusnya materi dalam Undang-Undang diatur.

Persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden digolongkan sebagai penutupan kebijakan hukum terbuka sebab UUD 1945 telah menentukan pembatasan atau syarat pencalonan.
Lebih lanjut Herman menegaskan pembentuk UU dalam merumuskan dan menetapkan ketentuan presidential threshold 20% kursi atau 25% suara berdasarkan hasil pemilihan umum sebelumnya, tidak didasarkan pada penghormatan atau pemenuhan hak rakyat untuk memilih atau mendapatkan sebanyak-banyak pilihan alternatif pasangan calon presiden.

Dari pendapat tersebut dapat di lihat bahwa ketentuan Ambang batas presiden 20% kursi atau 25% suara berdasarkan hasil pemilihan umum tersebut tidak di dasarkan pada penghormatan atau pemenuhan hak rakyat untuk memilih.

Di kalangan masyarakat kebijakan ini telah menimbulkan banyak kontroversi ada yang mendukung dan ada pula yang menolak kebijakan ini. Karena di nilai dapat menjaga stabilitas politik dan meningkatkan demokrasi . Namun, ada juga yang menolak kebijakan ini karena dapat membatasi hak rakyat untuk memilih calon presiden yang mereka inginkan.

Begitu pun pemilu yang akan terjadi pada tahun 2024, ambang batas pencalonan presiden akan menjadi tantangan bagi partai politik dan calon presiden. Karena pada saat itu partai politik harus berkoalisasi untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden, sedangkan calon presiden harus memiliki dukungan yang kuat dari partai politik agar dapat maju dalam pemilihan presiden.

Berikut ini adalah beberapa kritikan terhadap kebijakan ambang batas pencalonan presiden 20% di indonesia:
1. Mengancam hak rakyat untuk memilih.

Ambang batas pencalonan presiden di nilai dapat membatasi hak rakyat untuk memilih calon presiden yang mereka inginkan. Hal itu karena Hanya calon presiden yang di dukung oleh partai politik yang memenuhi ambang batas yang dapat maju dalam pemilihan presiden

2. Menyebab kan terjadi nya oligarki
ambang batas pencalonan presiden di nilai dapat memperkuat oligarki di indonesia. Hal itu karena hanya partai politik besar yang memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi ambang batas.

3. Mempersempit pilihan
Ambang batas pencalonan presiden di nilai dapat mempersempit pilihan bagi pemilih. Hal ini karena hanya ada beberapa pasangan calon yang akan maju dalam pemilihan presiden.

Meskipun demikian, Pemerintah tetap mempertahankan kebijakan ambang batas pencalonan presiden 20%. Pemerintah beralasan bahwa kebijakan ini di perlukan untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan kualitas demokrasi yang ada di indonesia.(analisa)

Oleh: Aditya Warman

Mahasiswa Departemen Ilmu Politik, Fakultas ilmu sosial dan Politik, Universitas Andalas