Balada Surfing Mentawai, di Musim Pisang

oleh -453 views
oleh
453 views
Bule penggila surfing ramai jejali ombak Siberut Mentawai, terkenal sebagai ombak terbaik nomor dua di dunia. (ilh)

Oleh : Ilhamsyah Mirman

(Founder Ranah Rantau circle/RRc)

TUMPUKAN pisang yang menggunung dan rombongan turis mancanegara antri untuk menjajal anugerah gulungan ombak. Sungguh ihwal dua temuan di ‘petualangan’ kali ini.

Ratusan tandan pisang setinggi badan orang dewasa, memanjang hingga sepuluh meter dengan lebar alasnya mencapai tiga meter mendominasi pelataran pelabuhan Muaro Sikabaluan.

Berhari-hari dari kebun di pelosok dibawa dengan perahu. Hujan panas diperhentian ketiga, sang pisang menunggu jemputan kapal yang akan membawanya ke daratan Sumatera. Konon di kirim ke Pekanbaru menjadi pisang kipas.

Oleh-oleh seharga Rp. 3.000/buah menjadi favorit pelancong dari negeri Lancang Kuning. Bandingkan dengan harga di Mentawai yang Rp. 10.000,-/tandan. Bak langit dan bumi bedanya.

Diperjalanan yang sama. Turis Mancanegara memenuhi geladak kapal sambil duduk atau tidur-tiduran. Dari jauh menjemput ombak bergulung, nomor dua di dunia. Tamasya dialam bebas. Bermodal papan seluncur menunggu gelombang di tengah samudera. Selama berhari-hari.

Dari negaranya masing-masing mendarat di BIM, esok subuh langsung ke pelabuhan Muaro Padang, menaiki Mentawai Fast. Tiba di Siberut, tanpa buang waktu, loncat ke boat atau pompong menuju pulau sasaran.

Mentawai musim pisang harganya, uihh Rp 10 ribu per tandan beda dari harga cabe kekinian di pasar yang mencapai Rp 80 ribu-Rp 100 ribu perkilo. (ilh)

Kendati ada satu dua kelompok yang mampir, namun lebih dikarenakan mereka ada keperluan lain sejenak. Bukannya singgah khusus atau berbelanja keperluan masa pakansinya.

Makanan, minuman, rokok dan segala keperluan mereka bawa dari negaranya sendiri, atau sebagian dari Padang. Praktis tidak ada transaksi real di Mentawai yang melibatkan pelaku usaha lokal. Lewat begitu saja.

Sekiranya ada keuntungan yang didapat penduduk, paling banter dari hasil menyewakan boat atau upah sewa ojek. Itu tok. Tidak sebanding dengan nilai bisnis wisata minat khusus turis mancanegara ini.

Demikian yang terjadi. Bekali masa, hingga Selasa siang kemarin 28/6-2022 berulang kembali, tepat di depan mata. Pandemi Covid-19 seakan hilang tanpa jejak. Kebahagiaan para turis seperti tak terperi di atas laju Mentawai Fast, berbanding terbalik dengan penantian sang pisang.

‘Hello…Hay..’, dan segala sapaan ceria sesama saudara kita dari Barat ini. Maka jadi satu kemubaziran rasanya, kalau warga Mentawai sendiri tidak proaktif mengambil manfaat dari semua, menjemput bola.

Ada banyak aktivitas ikutan bernilai ekonomi yang bisa menambah penghasilan dari sektor pariwisata surfing dan bisnis pengolahan hasil panen pisang ini.

Guide profesional, event organizer, pengelola homestay, menjual aneka cenderamata dan perangkat pendukung, serta oleh-oleh kuliner pisang yang amat dirindukan oleh turis. Karena maknyus, gitu lho.

Sementara, ada ratusan santri pria dan wanita di asrama yayasan, sebagai misal, setiap hari yang bisa dikaryakan. Selain rutinitas memberi makan ternak sapi seperti yang saat ini. Dengan penambahan pengetahuan dan keterampilan terlebih dahulu tentunya.

Mungkinkah dari Siberut bakal lahir saingan pisang nugget topping coklat dari brand Sang Pisang milik putera Presiden Jokowi, Kaesang. Atau lahir generasi penerus Maetek, Mr. Buddy atau Elvis Kasmir yunior dari Bumi Sikerei. Why not….kita tunggu.(analisa)