Baruah Gunuang, Nagari di Atas Awan

oleh -7,340 views
oleh
7,340 views
Nagari Baruah Gunuang bak negeri di atas awan tak bisa lepas sari derap majunya Limapuluh Kota, Sumbar bahkan Indonesia. (foto: isa)

Limapuluh Kota,—Baruah Gunuang hanya sebuah nagari (daerah)yang terletak di Kecamatan Bukit Barisan Kabupaten Limapuluh Kota dan berbatasan langsung dengan daerah Bonjol Kabupaten Pasaman.

Kalau ke daerah yang sering disebut dengan Bogor-nya Luak 50 ini, dari Payakumbuh mengarah ke mudik, ke Suliki. Dari simpang tiga Suliki, belok kanan. Kalau ke kiri ke Pandam Gadang kampung Tan Malaka dan Koto Tinggi pusat PDRI. Jarak dari Payakumbuh ke Baruah Gunuang kurang lebih 42 kilometer.

Nagari dengan luas 16.788 m2 dengan jumlah penduduk sebanyak 4414 jiwa ini terletak pada 900-1000 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang hawanya sejuk dan dingin, berkisar 20-21 derajat Celcius.

“Karena suasananya itu dan kadang berkabut, saya menyebutnya “Nagari di Atas Awan”,”ujar tokoh Limapuluh Kota, sekaligus Koordinator LSM Komunitas Peduli Sumbar (KAPAS), Isa Kurniawan.

Mayoritas penduduknya adalah petani. Dari dulu daerah ini merupakan sentra perkebunan tembakau dan cengkeh. Di masa jayanya di tahun 60-70-an banyak penduduknya yang pergi haji ke Mekah dan menyekolahkan anaknya sekolah tinggi-tinggi berkat komoditi tembakau dan cengkeh itu. ‘Pokoknya masyarakat Baruah Gunuang waktu itu mendapat dan berkecukupanlah,”ujar Isa.

Jejak masa jaya itu ternyata sekarang masih ada. Walaupun tidak sebanyak dulu lagi, tapi komoditi tembakau dan cengkeh dari Baruah Gunuang masih ada. Bedanya sekarang diiringi dengan komoditi lain seperti kakao (cokelat) dan cabe. Saat ini petani lebih antusias menanam cabe daripada ke sawah karena hasilnya tiga kali lipat dari ke sawah. Cabe tersebut banyak dikirim ke Bangkinang dan Pekanbaru.

“Di tahun 80-90-an sewaktu saya masih sekolah SD dan SMP, ketika liburan selalu pulang kampung ke Baruah Gunuang. Saat itu angkutan umum sangat terbatas sekali karena jalannya sangat buruk. Berkubang lumpur. Mobil tangguh yang bisa lewat itu sebangsa Jeep Willis. Kemudian kalau untuk angkut barang pakai kuda beban. Sering kalau ke Baruah Gunuang saat itu dengan jalan kaki dari Suliki sejauh 17 kilometer,”ujar Isa mengenang masa sulit mencapai Baruah Gunuang.

Di Baruah Gunuang pada tahun 90-an ada juga komoditi teh, bahkan sempat diekspor ke luar negeri. Tetapi akibat terjadinya konflik internal di dalam perusahaan teh itu, akhirnya sampai sekarang tutup dan terlantar. Tapi kebun tehnya sampai sekarang masih ada. Harusnya ini menjadi perhatian bagi Pemkab Kabupaten Limapuluh Kota agar perkebunan teh itu bisa kembali menggeliat.

“Bisa saja melalui BUMNag (Badan Usaha Milik Nagari) yang mengelolanya, karena BUMNag menjadi empat prioritas Dana Nagari atau Desa dari Pak Jokowi lewat Kemendes PTT,”ujarnya.

Walaupun Nagari Baruah Gunuang terselip di antara bukit-bukit di Bukit Barisan, tetapi sekarang sudah agak maju. Listrik dan air PDAM sudah menjangkau sampai ke pelosok bukit-bukit di 10 jorong yang ada.

“Malahan kondisinya, “nagari rasa kota”,ujar Isa tersenyum.  KKalau dulu ibu-ibu di sini membordir pakai mesin jahit manual, sekarang sudah pakai mesin jahit listrik. Jalan malam pun tidak perlu lagi pakai pusung. Suasana di Baruah Gunuang sekarang sudah seperti di kota saja layaknya,”ujar Isa.

Dalam masa-masa perjuangan pun Baruah Gunuang memiliki sejarah yang panjang. Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) Sjafruddin Prawiranegara dan Gubernur Militer Mr. Mohammad Rasjid di tahun 1949 itu pernah tinggal berhitung bulan di Baruah Gunuang. Begitu juga semasa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di tahun 1958. Baruah Gunuang dengan Koto Tinggi itu tetanggaan, jadi daerah sekitar itu waktu PDRI dan PRRI dipenuhi oleh para pejuang.

Ke depan, pengembangan kawasan Bukit Barisan itu perlu mendapat perhatian serius dari Pemprov Sumbar.

“Jalan penghubung antar kabupaten antara Bonjol di Kabupaten Pasaman dan Koto Tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota harus segera direalisasikan,”ujarnya.

Disegerakan. Sebab dengan terbukanya akses jalan tersebut akan menjadi jalur baru orang melintas dari Sumut dan Aceh ke jalan Lintas Sumatera, melalui Payakumbuh, dan terus ke Lintau. Tidak lagi melewati Palupuah Kabupaten Agam dan Danau Singkarak. Implikasinya terhadap kawasan itu akan semakin mempercepat peningkatan perekonomian masyarakat.(rilis: kapas)