Pariaman, - Praktik politik uang, atau yang dikenal dengan istilah money politics, kembali menjadi sorotan menjelang Pilkada 2024.
Menurut Akademisi UNAND, Dr. Hary Efendi, politik uang adalah “tumor ganas” yang menggerogoti demokrasi.
Dalam berbagai diskusi, ia menegaskan bahwa langkah tegas harus diambil untuk memberantas praktik ini.
“Politik uang adalah ancaman nyata bagi demokrasi. Jika dibiarkan, ini tidak hanya melemahkan sistem demokrasi, tetapi juga berpotensi membunuhnya,” ujar Hary Efendi, Kamis (21/11/2024).
Menurutnya, pelaku politik uang harus dijerat dengan pidana sesuai undang-undang yang berlaku.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak 2018 telah mengeluarkan fatwa yang menegaskan bahwa politik uang haram hukumnya.Pada tahun politik 2024 ini, Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH. Asrorun Niam Sholeh, kembali menekankan bahwa praktik suap untuk memenangkan suara dalam Pilkada dilarang keras.
“Orang yang mencalonkan diri atau akan dipilih tidak boleh menghalalkan segala cara, termasuk menyuap atau melakukan serangan fajar. Hukumnya haram, baik bagi pelaku maupun penerimanya,” kata Prof. Niam. Ia menambahkan bahwa kehidupan pelaku politik uang tidak akan berkah, baik bagi yang memberi maupun menerima.
Fatwa ini lahir dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Fatwa tersebut menyoroti beberapa poin penting:
1. Pemberian atau permintaan imbalan dalam pencalonan pejabat publik termasuk kategori suap (risywah), yang hukumnya haram.
Editor : Redaksi