Padang, - Kasus dugaan korupsi yang melibatkan kerugian negara sebesar Rp 34 miliar, berdasarkan ekspose Kejari Padang pada Hari Bhakti Adhyaksa, masih mandek hingga kini.
Padahal, isu kasus korupsi ini terus menjadi sorotan nasional, terlebih dengan komitmen Presiden Prabowo yang menegaskan bahwa korupsi tidak bisa ditoleransi.
Harapan besar muncul, terutama dengan adanya penyelidikan kasus besar seperti dugaan korupsi yang melibatkan pemberian fasilitas kredit modal kerja dan bank garansi distribusi semen di BNI.
Kasus ini, yang melibatkan PT Benal Ichsan Persada (BIP) dan anggota DPRD Sumbar, telah berulang kali diperiksa oleh jaksa di Kejari Padang.
Nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 34 miliar semakin menambah bobot pentingnya penyelesaian kasus ini.
Menurut Prof. Dr. Elwi Danil, SH, MH, seorang pakar hukum pidana dari Unand, yang baru-baru ini terpilih sebagai anggota Pansel KPK, penanganan kasus pidana harus jelas dan transparan.Ia menekankan, "Jika jaksa merasa memiliki cukup bukti, maka perkara ini harus diteruskan hingga ke pengadilan. Namun, jika tidak ada bukti yang cukup, demi keadilan, perkara ini harus dihentikan."
Elwi juga menekankan pentingnya transparansi dalam penyelidikan, di mana jaksa harus memberi kejelasan kepada publik apakah kasus ini masuk dalam ranah hukum pidana atau perdata.
“Publik berhak mendapatkan informasi yang jelas agar tidak ada prasangka negatif terhadap aparat penegak hukum,” tambahnya.
Salah satu nama yang muncul dalam kasus ini adalah anggota DPRD Sumbar berinisial BSN. BSN telah beberapa kali dipanggil oleh penyidik terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus ini.
Editor : Redaksi