Tambang Bukit Batu Putih Kamang Mudik: Antara Kesejahteraan, Kearifan Lokal, dan Amanah Lingkungan

Irdam Imran, Mantan Birokrat Parlemen Senayan. (Foto: Ist)
Irdam Imran, Mantan Birokrat Parlemen Senayan. (Foto: Ist)

Oleh: Irdam Imran, Mantan Birokrat Parlemen Senayan

Jurnal Marketer — Edisi Refleksi Ekonomi, Adat, dan Spirit Keberlanjutan

I. Antara Kesejahteraan dan Amanah Lingkungan

Aktivitas tambang legal di Bukit Batu Putih, kawasan Kamang Mudik, telah membawa perubahan besar bagi masyarakat. Banyak keluarga kini memiliki sumber penghidupan baru. Perekonomian lokal tumbuh, roda perdagangan berputar, dan geliat sosial semakin terasa.

Namun di balik peningkatan ekonomi itu, muncul tanda-tanda yang mengusik nurani: bukit mulai gundul, air sungai menjadi keruh, dan kesunyian alam berubah menjadi suara mesin. Alam yang dahulu menyejukkan kini kehilangan sebagian daya hidupnya.

Dalam falsafah Minangkabau, “Alam takambang jadi guru” alam terbentang adalah guru kehidupan.

Manusia dituntun untuk meneladani keseimbangan ciptaan Tuhan, bukan mengeksploitasinya.

Al-Qur’an mengingatkan dengan tegas:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

(QS. Ar-Rum: 41)

Ayat ini mengajarkan bahwa legalitas tambang tidak boleh menjadi pembenaran atas kerusakan alam.

Dalam konteks supremasi konstitusi dan amanat Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, pembangunan nasional seharusnya bukan hanya menyejahterakan, tetapi juga melestarikan bumi yang menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia.

Editor : Redaksi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini