Bertahan atau Tergantikan!!!

oleh -507 views
oleh
507 views
satria haris (dok)

Dalam Kajian Personal Branding, Menuju Golden Tiket 2024

Oleh: Satria Haris, Brand Activator

“Hidup yang tidak pernah dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan”. Sutan Syahrir

MENYANDANG jabatan politik atau menjadi politisi tidaklah menjadi milik semua orang,
malah hanya sedikit orang, meskipun menjadi dambaan banyak orang.

Tapi jarang yang disadari ternyata kegiatan perpolitikan sudah menjadi aktifitas kita sebagai
manusia yang hidup bermasyarakat.

“Politik adalah usaha seseorang untuk mendapatkan kebaikan bersama atau keuntungan bersama,” begitulah kata
Aristoteles.

Ia menyimpulkan, bahwa praktik politik itu sebetulnya sudah muncul ketika ada dua orang berinteraksi mengenai keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Saling
jaga saling bantu #samasamasampai

“Semua manusia adalah makhluk politik”, teori dan praktik politik telah kita laksanakan
dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya kita sudah menjadi makhluk politik
sedari dini, sebelum mengenyam bangku pendidikan.

Walaupun tidak semua orang
berprofesi sebagai politisi, namun praktik politik sudah dilakukan semua orang dalam
kehidupannya. Politik adalah cara untuk mendapatkan sesuatu dengan cara yang padu untuk menjadi nomer satu. Jika kita hubungkan dalam perspektif branding, is a
continuous process membuat yang tidak terlihat menjadi tampak dan diperhitungkan (Satria, Haris : 2013).

Di era kemerdekaan sampai pertengahan orde baru, orang melihat tokoh politik
sebagai tokoh idola sehingga banyak orang tua yang mencita-citakan anak-anaknya bisa menjadi seperti Bung Karno, Bung Hatta, HOS Cokroaminoto, M.Natsir, Ki Hajar Dewantara, Wahid Hasyim, Idham Khalid dan masih banyak lagi.

Boleh dikatakan citra dunia politik dan para politisi sangat bagus karena menjadi sumber teladan. Namun sekarang jauh berbeda, ibarat kata “dibenci tapi dirindukan, dihinakan namun diperebutkan.

Masyarakat kita punya sikap yang paradoks terhadap politik dan politisi, kurang setuju? mari kita lanjutkan.

Modal untuk memperebutkan jabatan politik itu tidak kecil. Bukan hanya sebatas ijazah, tetapi juga pikiran, tenaga, fisik, emosi,
mental dan tidak sedikit angka (cuan) yang harus dikeluarkan.

Alam takambang jadi guru, bumi minang dan semua pembelajaran yang ada dalam hidup dan berkehidupan. Ibarat pepatah “indak kayu janjang dikapiang, indak rotan akapun jadi”, semua akan diupayakan untuk dapat (memenangkan) hati pemilih.

Untuk dikenal dan dikenang, setiap orang harus memiliki reputasi dan karakteristik. Reputasi yaitu persepsi yang terbangun, sementara karakteristik yaitu pola yang
dipersiapkan. Dua hal tersebut erat kaitannya dengan “Personal Branding”,

Tulisan pertama penulis di tahun 2022 ini akan memberikan contoh pada ekosistem politik yang ada
di Sumatera Barat, negeri penghasill #UrangAwakHebat. Personal branding lebih menyangkut jiwa manusia. Manusia di dalam personal branding bertindak sebagai subjek dan aktor utama.

Pondasi pembentukan personal
branding yang kuat harus dimulai dan bersumber dari karakter atau kepribadian yang sehat dan kuat dari manusia tersebut. Better life for all people, politik itu pada
dasarnya bukan semata untuk mendapatkan kekuasaan lalu dinikmati atau dipakai
semaunya, tetapi bagaimana menggunakan kekuasaan itu untuk membangun kehidupan yang lebih baik bagi kemaslahatan orang banyak.

Ibarat dua sisi mata uang, reputasi dan karakteristik adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari seseorang yang menjadikan politik sebagai jalur dalam berkarir.

Dalam membangun persepsi orang lain, proses itu sangat dimungkinkan bila hanya
dilandasi oleh bukti-bukti yang kita rekayasa atau hasil polesan belaka.

Dengan cara itu, bisa terbangun sebuah persepsi persis seperti yang kita inginkan dari publik. Praktik semacam ini banyak dilakukan oleh kandidat atau konsultan politik sehingga menyebabkan masyarakat menjadi alergi bila mendengar kata personal branding yang diidentikkan dengan kepalsuan atau topeng. At the end, untuk mendapatkan
hasil branding yang maksimal dan mampu bertahan lama serta memberikan manfaat
maksimal, maka pilihannya mutlak hanya satu, yaitu #trusttheprocess.

Kenapa “Personal Branding” citra pemimpin itu penting? Berangkat dari postingan www.tribunsumbar.com yang berjudul “Catatan Akhir Tahun, Ini Dia Tujuh Tokoh Amazing 2021” yang release pada 1 januari 2022, berikut langkah-langkah konstruksi
sosial “personal branding” citra pemmpin :
1. Pemilihan konten citra pemimpin sebagai agenda setting.
2. Memilih media saluran konstruksi citra.
3. Publikasi konstruksi citra-sebaran konstruksi citra.
4. Ripitasi proses kontruksi sosial, institutionalissi, legitimasi dan sosialisasi.
5. Mengukur efektivitas konten-objek dan saluran konstruksi.
6. Mempertahankan konten-objek dan saluran kontruksi efektif.

Kilas balik, tahun 2018 mulai bermunculan tokoh muda di kota kabupaten provinsi Sumater Barat sebagai kepala daerah. Pertama, lulusan bisnis kampus amerika ini
berhasil mempimpin kota dengan 2 kecamatan dan 16 kelurahan dengan penyelesaian
program unggulan diatas 70 persen pada release tiga tahun
kepemimpinannya.

Kedua, doktor ahli kebijakan yang merupakan lulusan kampus
ternama di Jawa Barat ini juga berhasil memimpin kota dengan 4 kecamatan, 16 kelurahan dan 55 desa dan satu-satunya kepala daerah di Sumatera Barat yang
menjadikan lingkungan berkelanjutan masuk dalam visi dan misi dalam pembangunan
kota.

Selain dua contoh diatas, masih banyak tokoh muda lainnya yang bermunculan dengan segudang reputasi dan prestasi yang baik. Pada akhir tahun 2021, jumlah
tokoh muda yang menjadi kepala daerah hampir mencapai 50 persen.

Hal ini membuktikan
bahwa Sumatera Barat memiliki regenerasi yang kredible dan berkelanjutan.

Dalam personal branding, juga dikenal dengan istilah dan singkatan bagi tokoh
sebagai bagian dari karakteristik, berikut :

1. By Name : AR, HS, AJ dan lainnya.
2. By Colour : si putih, si hijau, si biru dan lainnya.
3. By Face : berjenggot, berkumis, berkopiah dan lainnya.

Merujuk pada buku “Komunikasi Politik Pencitraan” karya Prof. Dr. Burhan Bungin,
S.Sos., M.Si., Ph.D, ada beberapa konten konstruksi sosial “personal branding”
pemimpin, seperti :

1. Citra Hero, yaitu pemimpin yang mencitrakan dirinya sebagai pahlawan, pembela rakyatnya dari segala macam bahaya, gangguan dan ancaman dari pihak-pihak yang ingin menyensarakan masyarakat.

2. Citra Ilmuwan, yaitu pemimpin yang mencitrakan dirinya sebagai orang pandai, menguasai ilmu pengetahuan, luas pengalamannya.

3. Citra Egaliter, yaitu pemimpin yang sederhana, dekat dengan rakyat, yang selalu mendengar keluhan dan penderitaan rakyat, pemimpin yang selalu ada
bersama rakyat ketika rakyat membutuhkannya.

4. Citra Agitator, yaitu pemimpin yang tegas, yang lantang biacaranya, berwibawa dan apabila ia berbicara rakyat terbangkit semangatnya, pemimpin ini biasanya juga disebut sebagai singa panggung.

5. Citra Protektor, yaitu pemimpin yang mencitrakan dirinya sebagai pelindung rakyat, melindungi rakyat dari penderitaan, dari bencana atau penyakit, melindungi rakyatnya dari kebodohan dan bencana lainnya.

6. Citra Apologist, yaitu pemimpin yang membela rakyatnya dari suatu keyakinan, suatu pendirian, sehingga rakyatnya tidak salah langkah dan tidak tersesat.

Citra yang dipertahankan oleh pemimpin, akan menjadi personal branding dirinya yang menjadi brand yang melekat pada diri seseorang pemimpin. Kekuatan personal brand inilah yang menjadi kekuatan seorang pemimpin yang menjalankan tugasnya.

Kadang juga, pemimpin mencitrakan dirinya dengan pencitraan yang lebih dari satu
citra sebagaimana citra-citra yang dijelaskan. Pemimpin ini ingin terlihat, dia memiliki banyak sisi baik sebagai seorang pemimpin yang sempurna. Namun ketika pemimpin tidak berhati-hati, maka citranya akan sulit menjadi brand personal yang bermuara
pada reputasi. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan (Confucius).

Untuk bisa berkiprah di politik, dengan segala kekuasaan dan kebanggaan yang sering melekat, kualitas pribadi menjadi tuntutan yang harus dimiliki. Tapi, dalam
prakteknya khususnya di Sumatera Barat, kualitas pribadi saja masih jauh dari cukup.

Banyak yang kualitas pribadinya bagus, namun masyarakat tidak memilihnya sebagai wakil di parlemen atau sebagai pemimpin. Satu kutipan dari Sutan Sjahrir “Hidup yang tidak pernah dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan”.

Kemenangan itu
penting, mendapatkan golden tiket di 2024 jauh lebih penting #MulaiSeDulu. *sekian