Bukik Karimuntiang Satu, dari Bedah Visi Hingga Ngopi Bareng

oleh -144 views
oleh
144 views

Oleh : Ilhamsyah Mirman
(Founder Ranah Rantau circle/Pengurus DPP IKA Unand)

Siapa bilang memilih pemimpin pekerjaan mudah. Perlu upaya sungguh agar bisa menggapai singgasana yang memakan waktu, pikiran dan tenaga tidak sedikit. Proses pemilihan rektor Universitas Andalas membuktikan hal ini. Tidak kurang 7 (tujuh) jam waktu dalam sehari minggu kemarin (01/10), digunakan oleh para calon menyampaikan bulir gagasan, meyakinkan, sekaligus merespon pertanyaan dari dua kalangan berbeda, alumni dan barisan dosen muda. Melanjutkan forum didepan Tendik, seraya bakal diikuti dengan penampilan di depan forum Dewan Profesor dan sejumlah kegiatan gelaran fakultas.

Sebelum tahap penjaringan dan pemilihan, tampaknya para pemangku kepentingan dan pemilik suara memanfaatkan betul kesempatan menggali pemikiran ‘dua belas samurai’ ini. Supaya tidak membeli kucing dalam karung, istilahnya, berpacu dengan waktu berlomba mengundang. Organisasi IKA Unand tidak ketinggalan ikut meriung dengan mengumpulkan para calon dalam satu forum bertabal Bedah Visi dan Misi calon Rektor Unand.

Semua Terlibat

Meski hasil pilihan para dosen tidak mempengaruhi atau membatalkan keseluruhan bacarek (bakal calon rektor), namun melihat antusiasme dan perkembangan terakhir dikalangan internal tampak betul keinginan menitipkan asa. Dua gerbong dihari sama yang memfasilitasi pertemuan memperlihatkan corak diametral, menjustifikasi hal ini. Kalau IKA Unand penuh formalitas di gedung megah Convention Hall (CH), sementara Komunitas Studi Lintas Bidang-Universitas Andalas justru menggelar Ngopi Bareng bersempit ria di café milik sendiri, Harmonis Space.

Hadir dikedua forum terhormat ini menemui nuansa dan semangat yang amat berbeda, walau dari kuantitas dan kualitas peserta yang hadir, nyaris sama hebatnya. 12 (dua belas) versus 11 (sebelas) kandidat, adalah satu diantara sedikit pembeda, selain catatan penting kecerobohan mengiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya dan ketergopohan operator mengimbangi presentasi narasumber di iven IKA Unand.

Bobot kedua acara ini bisa dikatakan mampu menyampaikan pesan kelompok, sekali lagi dengan style beda.

DPP IKA Unand melalui panelis yang juga Ketua Hariannya kentara betul dengan ‘curhat’an sekaligus tantangan kepada kandidat untuk merespon situasi di organisasi alumni. Alih-alih mendapat dukungan, justru pertanyaan yang memberi kesempatan para calon mempublikasikan prestasi dan kesuksesan membangun relasi dengan alumni dilahannya masing-masing. Bahkan mantan dekan Faperta sekaligus satu-satunya anggota Majelis Wali Amanat (MWA) yang maju, Munzir Busniah, menjawab langsung lontaran tantangan dengan kesediaannya saat itu juga untuk menandatangani fakta.

Mewakili mantan Ketua Umum Asman Abnur yang berhalangan, Ketua Harian Muhammad Riendra yang menyuarakan kegalauan pengurus DPP tampil menjadi panelis bersama Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Sumatera Barat, Yefri Heriani dan Guru Besar Institut Teknologi Bandung,

Prof. Elfahmi. Hadir diacara yang memakan waktu nyaris 5 (lima) jam ini mantan rektor yang juga wakil ketua MWA Prof. Werry Darta Taifur, Ketua Senat Universitas Prof, Syafrizal, mantan Rektor Unidha Prof. Deddy Prima Putra, mantan Ketua Harian DPP IKA Unand Surya Tri Harto beserta sejumlah aktivis dan pengurus alumni.

Secara bergilir tampil di acara yang dimoderatori Nashrian Bahrein dari Padang TV, para calon agak kewalahan melontarkan bulir pemikiran dengan waktu yang diberikan. Praktis tidak ada ide yang bisa dieksplore karena waktu habis di pergiriliran bicara.

Bisa dimengerti tentu, sebanyak itu yang ikut kontestasi, potensial mengurangi ruh kesakralan posisi yang bakal diamanahi lima tahun kedepan menakhodai 33.000an mahasiswa, 1.500an dosen dengan 16 fakultas dan sekolah pascasarjana serta 40 (empat puluh) pusat studi.

Selayaknya setiap permainan, selalu banyak menarik pihak lain yang mau tidak mau harus disaring terlebih dahulu. Hal yang dilatarbelakangi oleh banyak faktor, antara lain kepentingan jangka panjang, kecenderungan subjektif maupun faktor kelompok. Faktor politik, ego fakultas, kepentingan pemerintah (pusat), alumni dengan potensi 150.000an lebih dan aset yang besar tidak kalah menarik untuk diperebutkan. Kedepannya, perlu evaluasi yang tampil dikontestasi agar lebih selektif, diantaranya melalui mekanisme penyaringan ditingkat fakultas.

Gelaran Ngopi Sore

Keadaan yang sama terjadi sore harinya, tdak kurang juga memakan waktu lebih dua jam. Dialog informal tanpa moderator khusus, sederet pernyataan dan pertanyaan mendasar yang dialami staf pengajar muda mengemuka di acara yang diinisiasi dosen FISIP Virtous Setyaka, dkk.

Realita yang terjadi antara dosen senior-yunior, sikap ‘pembiaran’ Unand terhadap dosen yang sedang kuliah diluar negeri, fakultas kaya-melarat (mengutip statemen salah seorang penanya) mengemuka dan direspon dengan positif, seraya berupaya ditepis oleh kesemua kandidat.

Meski bukan organisasi formal, namun keberanian dosen muda mengajak ngopi calon dan direspon dengan kehadiran hampir seluruhnya, penanda baik mengikis sekat komunikasi dan merubuhkan tembok pembatas antar komponen yang seharusnya saling mengisi, tidak ada eksklusifitas.

Sebagaimana timbul kesadaran membangun ekosistem digital dan transformasi reformasi serta upaya peningkatan income ditengah persaingan ketat antar perguruan tinggi, maka dosen muda dengan kelincahan dan kreativitas khas kekinian menjadi kunci keberhasilan.

Maka tagline Wakil Rektor Insannul Kamil yang juga salah satu kandidat sangat tepat, dengan merumuskan pada dua kata kunci, Inklusi dan Kolaborasi, alias IK.

Mari kita tunggu bagaimana suasana perguliran ide mau dibawa kemana Unand, setelah sore hari di kepoin dengan pertanyaan tajam dan di bedah oleh alumni, yang paling ditunggu tentu prosesi dimuka Dewan Profesor. Apapula kejadian menarik, penting untuk disimak.

Yang jelas, melihat kekompakan diantara calon, bersama alumni dan duduk dengan dosen muda, sungguh membanggakan dan menerbitkan optimisme kalau siapapun yang terpilih membawa berkah kemajuan.

Komunikasi terbuka, diantaranya ditandai lontaran spontan mendarmakan hasil pemikiran untuk digunakan siapapun rektor terpilih sebagaimana di ucapkan saat presentasi Ketua LPPM Unand Uyung Gatot jadi contoh, kalau kesamaan harapan dan kesediaan bekerjasama membawa Unand melompat terpatri erat dalam sanubari.

Penutup
Dasar hukum dan proses pemilihan rektor Unand kali ini memang baru sama sekali, amat berbeda dengan sebelumnya, sesusi dengan posisi sebagai PTNBH yang disusun oleh MWA. Keinginan banyak pihak cawe-cawe menyangkut masa depan bersama, yang dibuktikan dengan gelaran bedah visi misi apapun namanya, hendaknya menjadi alarm pengingat, terutama penyelenggara ‘pemilu’ rektor agar memperhatikan segala aspek yang ada. Jangan sampai mendesain titian barakuak yang pada akhirnya akan menyulitkan kita semua. Profesionalisme dan kesadaran akan pentingnya fairnes hendaknya terpatri didalam sanubari panitia pemilihan.

Melihat jejak Prof Febrin dan Prof Asrinaldi di peran strategis menjalani tugas mulia ini, keyakinan bakal berjalan dengan baik proses demokrasi ini, paling tidak terbukti hingga Dua kegiatan kemarin. Tentu tidak bisa pula melalaikan kearifan lokal mendapat porsi cukup. Kombinasi aturan yang fair, dijalankan oleh team mumpuni seraya memperhatikan raso jo pareso selayaknya adat ketimuran melibatkan semua pihak, maka yang terbaik diantara selusin calon bakal muncul membawa biduk besar kita ini, di Bukik Karimuntiang satu. Semoga. (analisa)