CAT FPRB Sumbar, Pesan Jaga Hutan tak Diindahkan.

oleh -572 views
oleh
572 views
Ngopi FPRB Sumbar di Jemari Sakoto Kamis 27/12 (foto: dok)

Padang,—Forum Pengurangan Risiko Bencana (Forum PRB Sumbar) sebagai lembaga atau individu peduli pada upaya-upaya pengurangan risiko bencana melalui fungsi koordinasi, konsultasi, advokasi, monitoring dan evaluasi.

Pada jelang tutup 2019, Forum PRB Sumbar mengadakan NGOPI (Ngobrol Pintar) di kantor Jemari Sakato di kawasan Gunung Pangilun Padang pada 27 Desember 2019.

Hadir sekitar 30 orang penggiat kebencanaan yang merupakan anggota Forum dan juga dihadiri enam anggota Kelompok Siaga Bencana (KSB), diawali pemutaran lagu Pasan Buruang yang dipopulerkan oleh Tiar Ramon dengan latar belakang video tentang hutan yang mulai rusak.

Bung Syafrimet Direktur Jemari Sakato sebagai pemandu diskusi membuka dengan pengantar bahwa pesan untuk menjaga hutan atau alam telah disampaikan sejak lama.

“Tapi ternyata nasehat tersebut tak dipatuhi seluruh masyarakat sehingga akhirnya terjadilah peningkatan trend bencana teritama bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang dan longsor yang mendominasi,”ujar Syafrimet memantik diskusi.

Diskusi kemudian berjalan dengan dinamis. DR. Badrul Mustafa (pakar Geofisika Universitas Andalas) menjelaskan bahwa peningkatan tren bencana hidrometeorolgi memang diawali dengan pemanasan global.

“Lagi-lagi karena ulah manusia yang menyebabkan gas rumah kaca yang kadarnya semakin tinggi, salah satunya melalui penggunaan bahan bakar fosil, penggunaan energi listrik secara berlebihan dan sebagainya, yang berdampak pada perubahan iklim. Dan lagi-lagi manusia berkontribusi terhadap yang ditimbulkan,”ujarnya.

Uslaini (Direktur Walhi) mempertegas di beberapa daerah disebabkan oleh pembukaan lahan untuk penambangan ilegal.

“Jika pun legal, seringkali tidak mempertimbangkan hak masyarakat. Jika masyarakat membuat pengaduan karena rasa khawatir, jarang sekali pengaduan tersebut disikapi secara positif sehingga masyarakat hanya pasrah dan jika terjadi bencana, maka masyarakatlah yang akan menjadi korban,”ujar Uslaini.

Pengawasan terhadap pengelolaan tambangpun tak pernah serius dilakukan. Di beberapa kasus, alasan politis menyebabkan ilegal loging dan ilegal mining tersebut tetap berlangsung.

Tidak hanya itu, pembukaan lahan perkebunan juga luput dari pengawasan pemerintah daerah, seperti maraknya penanaman serai wangi juga berakibat pada berkurangnya tutuoan hutan.

Firdaus Jamal (PKBI Cemara) menguraikan bahwa dari penelitian LSM Warsi, tutupan hutan di Sumatera Barat telah hilang sepertiganya.

Lebih jauh Zulfiatno menegaskan bahwa hujan adalah rahmat. Bukan hujan penyebab bencana tapi prilaku manusia yang tidak menjaga alam. Hal ini senada dengan Pdt Afolo Waruwu bahwa nabi-nabi telah mencontohkan cara menjaga alam tapi manusia tidak patuh. Upaya pengurangan risiko bencana ini tanggung jawab semua pihak tapi tentu saja pemerintah daerah yang lebih bertanggung jawab. Percuma saja Perda dan segala aturan dibuat tapi tak pernah benar-benar dijalankan. Dan fakta bahwa upaya pengurangan risiko bencana ini tidak “sexy”.

Berdasarkan pengalaman beberapa NGO/LSM yang berusaha mengakses dana CSR, maka perbandingan dana yang digelontorkan untuk tanggap darurat berbanding 100:1 dengan upaya pencegahan, mitigasi ataupun kesiapsiagaan. Semestinya tata kelola kebijakan harus selaras dengan proses penyadaran masyarakat,imbuh Ramadi.
Koorsinator Forum PRB Sumbar Khalid Saifullah menyatakan harus ada keseriusan semua pihak.

Jika tidak, maka kerugian akibat dampak bencana akan terus meningkat. Forum PRB Sumbar harus menyuarakan dan memberikan rekomendasi kepada pemerintahan daerah Sumatera Barat (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Jangan lagi ada upaya untuk menutup-nutupi kejahatan terhadap alam.

Sementara KSB berharap untuk juga dilibatkan dalam upaya edukasi masyarakat padaa pra bencana. (rilis: hms-kogami)