Cawako Padang dan Politik Digital

oleh -1,246 views
oleh
1,246 views
Arifki, pemerhati muda politik pesinis jika pasangan Mahyeldi-Adib mendulang suara signifikan di Pilkada Padang 2018, Sabtu 12/8 di Padang.
Arifki

Arifki Chaniago                                        Pengamat Politik

SEBAGAIi ibukota Provinsi  Sumatera Barat, Kota Padang menjadi pusat perhatian. Ini lumrah saja terjadi, sama  dengan ibukota provinsi atau pun Ibukota negara: Jakarta.

Pada tahun depan, 2018, Kota Padang akan melaksanakan perhelatan demokrasi. Pergantian Walikota dan Wakil Walikota Padang. Mahyeldi dan Emzlami petahana yang saat ini menjabat sebagai Walikota dan Wakil Walikota Padang. Keduanya sama-sama memiliki peluang untuk bertarung dan berduet untuk yang kedua kalinya.

Dari sejumlah nama yang  populer di ruang-ruang diskusi masyarakat Kota Padang. Baik yang memanfaatkan momentum politik agar menjadi pusat perhatian, misalnya, adanya agenda pertemuan alumni SLTA, SLTP dan bertebarannya baliho-baliho ucapan selamat, ini dan itu dengan adanya photo yang merefresentasikannya.

Dari banyaknya bakal calon yang namanya sudah mulai diperbincangkan. Kebanyakan bakal calon tesebut melupakan  “image” tentang dirinya . Gaya politik dengan menggunakan jasa konsultan politik konvensional tidak terlalu meyakinkan pemilih   Kota Padang. Kondisi pemilih dan lingkungan pemilih bisa mempengaruhi pilihan politik warga Kota Padang.

Kota Padang adalah daerah  kampus-kampus top negeri dan swasta di Sumatera Barat. Unand, UNP, UBH,  UPI YPTK dan lainnya, misalnya, sesuatu yang harus dibaca bakal calon Wali dan Wakil Kota Padang.

Hak pilih bukanlah kendala ia bisa berperan di Pilkada Padang. Tempat mereka tinggal ada di kos-kosan yang dimiliki warga Kota Padang. Akan terjadi dialog, diskusi dan berbagi antara mereka, tahap mempengaruhi disini lebih kepada sisi rasional.

Selain itu, keberadaan media sosial dan lainnya memperkuat posisi “kelas menengah” ini berperan di Kota Padang. Media sosial menjadi poros segala informasi. Masyarakat dapatkan informasi tidak melalui satu sumber dan satu arah. Benar dan salahnya informasi tersedia, tergantung kita menggunakan informasi yang mana.

Menurut lembaga riset pasar e-Marketer,  populasi netter Tanah Air mencapai 83,7 juta orang pada 2014. Dan, pada 2017, e- Marketer memperkirakan netter Indonesia bakal mencapai 112 juta orang, mengalahkan Jepang di peringkat ke-5 yang pertumbuhan jumlah pengguna internetnya lebih lamban.

Di atas Indonesia, untuk saat ini lima besar negara pengguna internet di dunia secara berurutan diduduki oleh Tiongkok, Amerika  Serikat, India, Brazil, dan Jepang.Jumlah pengguna internet di Tiongkok saat ini tercatat sebanyak 643 juta, lebih dari dua kali lipat populasi netter di Amerika Serikat sebesar 252 juta.

Secara keseluruhan, jumlah pengguna internet di seluruh dunia diproyeksikan bakal mencapai 3 miliar orang pada 2015. Tiga tahun setelahnya, pada 2018, diperkirakan sebanyak 3,6 miliar manusia di bumi bakal mengakses internet setidaknya sekali tiap satu bulan.

Hanya mempunyai sekitar 88,1 juta pengguna internet pada awal tahun 2016, jumlah pengguna internet di tanah air telah naik sebesar 51 persen ke angka 132,7 juta pengguna pada awal 2017 ini. Namun dari sisi perangkat yang digunakan untuk mengakses internet, tidak ada perubahan yang berarti.

Sebanyak 69 persen masyarakat Indonesia masih mengakses internet melalui perangkat mobile, dan sisanya melalui desktop dan tablet. Dreamgrow.com baru-baru ini menempatkan Facebook sebagai media sosial paling diminati di seluruh dunia dengan total pengunjung per bulan mencapai 1,8 miliar, diikuti Youtube (1 miliar), Instagram (600 juta), dan Twitter (313 juta).

Media Sosial

Kehebatan media sosial yang tidak pernah disangka-sangka politisi. Ia bisa memberitakan informasi secara cepat tanpa ada campur tangan kepentingan politik pemiliknya. Soal hoax atau tidaknya cukup klarifikasi dengan dengan data yang berbeda. Maka, mudah saja kita membedakan informasi ini benar atau salah.

Pertarungan politik media sosial lebih menarik pada masa depan. Sejumlah orang yang merujuk media konvensional untuk memenangkan tokoh politiknya. Dengan mudah saja termentahkan dengan keberadaan media sosial. Misalnya ada fakta-fakta yang ditampilkan secara live.

Jasa-jasa konsultan politik media sosial atau pun buzzer politik lebih menarik dibandingkan konsultan politik konvensional yang menggunakan survei langsung door to door. Era sudah berubah, saat ini anda membayangkan demografi penduduk berubah. Orang yang hidup dewasa ini akan tua. Dan anak-anak kecil yang lahir era ini akan berada pada posisi kita saat ini. Memanfaatkan survei melalui Google, media sosial dan lainnya merupakan langkah Disruption konsultan politik yang sudah dimulai beberapa orang.

Pada masa depan yang menentukan preferensi politik adalah generasi Y dan Z bukan Baby Boomer dan X. Pesan yang perlu dititipkan kepada politisi dan calon politisi. Pandai-pandai lah menjaga kebutuhan generasi muda  kreatif. Karena, menang dan gagalnya Anda sebagai politisi ada ditangan mereka. Sebab, kejayaan Anda di masa lalu tidak ada gunanya. Dunia sudah berubah, ini eranya politik digital yang segala sesuatu ditentukan siapa yang paling cepat dan akurat.

Politik Digital

Calon-calon yang  bakal calon bertarung di Pilkada Kota Padang 2018. Hanya memperkenalkan diri melalui baliho , pertemuan-pertemuan terbatas dan mengandalkan lembaga-lembaga survei untuk membaca elektibitasnya.

Cara-cara tersebut cukup konvesional apabila dilakukan di Kota Padang. Kelas menengah kampus yang jumlah besar di Kota Padang berpotensi untuk meramaikan Pilkada Kota Padang. Selama ini pemilh ini jarang dilirik, calon Walikota dan Wakil Kota Padang niscaya masih bergantung dengan pemilih Baby Boomer dan X.

Generasi Y dan Z mempunyai peluang besar untuk memenangkan seorang calon. DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya daerah yang sudah membaca potensi kelas menengah ini dalam politik.

Dalam politik digital bakal calon harus mempersiapkan kekuatan politknya di ranah media sosial. Calon-calon yang ingin bertarung masih jarang aktif di Facebook, Instragram, WhatsApp, Youtube dan lainnya. Padahal mereka ingin lihat apakah program-program yang ditawarkan bakal calon memenuhi kepentingan mereka.

Hal ini yang jarang dibaca konsultan politik konvensional. Era politik digital orang tidak banyak mengandalkan survei door to door tetapi sudah mulai berbicara: political model, branding dan image. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi bakal calon yang bertarung di Pilkada Kota Padang 2018.***