Dakwah di Masa Pandemi

oleh -3,327 views
oleh
3,327 views
Ade Faulina (foto: dok)

Oleh : Ade Faulina
(Alumni Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Imam Bonjol Padang)

VIRUS corona merupakan istilah yang telah kita akrabi selama beberapa waktu terakhir. Ia secara perlahan menjadi topik pembicaraan dalam keseharian kita saat ini. Bukan hanya tentang keberadaannya ataupun bagaimana penularannya dari satu tubuh kepada tubuh yang lain. Namun lebih dari itu wabah covid 19 ini pun ikut mengubah hal-hal yang selama ini telah terpola dalam kehidupan kita.

Salah satu hal yang ikut berubah adalah pola dakwah yang dilakukan oleh seorang da’i. Jika selama ini kegiatan dakwah mimbar maupun pengajian menjadi pilihan utama da’i dalam menyampaikan ajaran Islam, maka dewasa ini terdapat perubahan yang mencolok dalam dakwah.

Da’i dan Peran Teknologi
​Era 4.0 tidak dipungkiri memberikan berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat. Adanya kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi informasi dan komunikasi merupakan poin positif yang relatif dirasakan oleh setiap orang. Banyak pilihan yang disuguhkan dari kehadiran beragam teknologi itu yang bertujuan untuk meringankan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari ataupun berkomunikasi. Contohnya saja mobil phone ataupun smartphone menjadi perlengkapan yang hampir dimiliki oleh setiap orang. Tidak terkecuali bagi seorang da’i.

Keberadaan teknologi ini dengan beragam bentuk, fungsi maupun aplikasi yang dimilikinya tidak hanya dapat digunakan sebagai alat untuk berinteraksi secara pribadi. Baik itu untuk mendapatkan informasi maupun komunikasi personal. Akan tetapi juga bisa digunakan untuk memudahkan atau membantu dalam pelaksanaan dakwah. Apalagi di masa pandemi. Teknologi tampak semakin memainkan perannya.

Jika dahulu (sebelum pandemi) da’i relatif masih berpatokan pada pola tradisional/ konvensional yaitu dengan ceramah melalui mimbar, pengajian dari satu tempat ke tempat lain atau lingkup organisasi/ kelompok serta mengandalkan dakwah radio, televisi maupun surat kabar. Berbeda halnya dengan saat ini. Mau tidak mau para da’i harus mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang terjadi di sekitarnya.

Adanya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang diterapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah tentunya membuat gerak da’i relatif terbatas. Maka menggunakan teknologi informasi dan komunikasi menjadi pilihan yang mesti diambil. Saat ini kita dapat melihat bagaimana para da’i justru semakin dekat dengan teknologi. Bahkan mungkin bergantung padanya. Hal ini tentunya sangat positif. Karena di dalam situasi yang serba tidak pasti sekarang ini, kehadiran da’i di tengah umat menjadi suatu oase yang sangat dibutuhkan.
​Hari ini kita bisa menyaksikan para da’i dengan keterampilan retorika, maupun kefasihan dalam menerangkan dalil-dalil keislaman melalui saluran YouTube, video conference Zoom, siaran langsung Instagram ataupun Facebook.

Bukan hanya sebatas bersifat ceramah, tetapi da’i juga memberikan pencerahan lewat status Facebook, cuitan Twitter, postingan Instagram maupun penjelasan tentang soal keumatan dalam Whatsapp Messenger.

Hal-hal di atas menunjukkan bahwa dakwah hari ini tidak lagi terbatas pada komunikasi tatap muka, namun sudah semakin luas. Da’i bisa dengan lebih leluasa menyampaikan kajiannya dalam bentuk yang semakin bervariasi dengan jangkauan jama’ah yang lebih luas dan beragam. Karena penggunaan teknologi juga memungkinkan da’i untuk “bertemu” dengan jama’ah baru dan dapat menjadi alternatif yang bisa dicoba di masa pandemi.

Dakwah dan Tanggungjawab Keumatan

Dakwah sebagai kegiatan mengajak orang lain untuk beriman dan taat kepada Allah SWT pada dasarnya bisa dilakukan dengan banyak cara.

Perkembangan dan kemajuan zaman memungkinkan seorang da’i untuk “bereksperimen” dalam penyampaian dakwahnya. Meskipun demikian tetap saja da’i harus mengutamakan pesan (isi/ materi) yang hendak ia sampaikan. Hal ini menjadi sesuatu yang penting sebab kemajuan zaman (teknologi) juga memberikan tantangan-tantangan yang mesti ditaklukkan oleh para da’i. Sebagaimana dakwah di masa pandemi ini.

Kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi membuat banyak hal kerap bercampur baur. Tak terkecuali informasi seputar Islam. Adanya kerancuan dalam menafsirkan sebuah dalil, batas halal dan haram yang kadangkala dipermainkan maupun penyebaran pengetahuan yang dikaitkan dengan dalil keislaman oleh masyarakat awam tentunya perlu menjadi perhatian. Hal ini bukan tentang siapa yang menyampaikan (setiap orang sekarang ini dapat mengolah dan membentuk suatu pesan/ informasi), namun lebih kepada permasalahan apa yang akan disampaikan. Maka tak pelak tugas da’i bagai dua sisi mata uang.
​Di satu sisi kemajuan teknologi memudahkan urusan penyebaran informasi dan komunikasi da’i dengan jama’ah (umat), tapi di sisi lain seorang da’i secara tidak langsung diminta harus lebih aktif dalam menyiarkan kebenaran-kebenaran sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah. Baik untuk memberitahu, membenarkan, meluruskan ataupun menyamakan persepsi umat tentang suatu persoalan. Lebih-lebih di masa pandemi ini. Banyak hal berubah. Pesan dakwah yang menyejukkan, memotivasi dan menyatukan umat sangat diperlukan.

Sebagaimana yang kita lihat dan rasakan bersama, perintah maupun aturan pemerintah tidak cukup untuk mengubah perilaku masyarakat, mengontrol, menenangkan ataupun menumbuhkan rasa optimisme di masa sulit. Angka kasus positif yang terus bertambah, tidak konsistennya pelaksanaan aturan yang ditetapkan dan tidak meratanya bantuan yang diterima masyarakat, jika tidak disikapi dengan bijak dan baik tentunya juga dapat menimbulkan konflik. Untuk itu da’i juga memiliki tanggungjawab keumatan yang perlu disinergikan.

Sebab dakwah bukan hanya bagaimana membuat seseorang beriman maupun beribadah kepada Allah SWT. Tetapi juga bagaimana menanamkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan bermasyarakat. Bukan hanya dalam situasi normal (biasa) tetapi juga di masa pandemi yang masih belum berakhir ini. (analisa).