Dampak Perubahan Iklim Terhadap. Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya

oleh -404 views
oleh
404 views
Tanty. (dok)

Oleh : Tanty Herida

Distrik Koordinator Program LP2M

SEPERTI dinyatakan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC), pemanasan global telah terjadi selama 50 tahun terakhir.

Pengaruhnya terasa ke seluruh belahan bumi, termasuk Indonesia. Perubahan iklim berdampak langsung pada sektor pertanian.

Pemerintah Indonesia telah menghitung potensi kerugian Pendapatan Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP) akibat perubahan iklim, yaitu total sebesar 115,53 triliun rupiah, dan khusus sektor pertanian sebesar 19,94 triliun rupiah pada tahun 2024. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (KPBI) untuk periode 2020-2045.

Perubahan iklim membawa ancaman khusus terbadap ketahanan hidup perempuan. Kerusakan ekologi yang juga dipicu oleh adanya perubahan iklim, telah menimbulkan dampak yang serius terbadap kehidupan sehari-hari perempuan dan juga anak-anak.

Krisis pangan dan air bersih merupakan ancaman nyata yang kini mulai banyak dirasakan pengaruhnya, khususnya oleh perempuan dan anak-anak. Krisis pangan telah meningkatkan angka malnutrisi pada anak-anak, stunting serta angka kematian ibu dan anak.

Sementara krisis air bersih juga berkontribusi terbadap angka kematian anak-anak sebesar 34.6 persen di negara-negara yang termasuk dalam kelompok dunia ketiga.

Selain itu, mereka menghadapi hambatan sosial, ekonomi dan politik yang membatasi kapasitas mereka untuk mengatasinya.

Perempuan dan laki – laki di daerah pedesaan di negara berkembang sangat rentan khususnya ketika mereka sangat tergantung pada sumber daya alam lokal untuk mata pencaharian mereka.

Tuntutan tersebut dengan tanggung jawab untuk mengamankan air, makanan dan bahan bakar untuk memasak dan pemanasan menghadapi tantangan- tantangan terbesar.

Kedua, kalau dikaitkan dengan akses yang tidak seimbang terhadap sumberdaya dan proses pengambilan keputusan, keterbatasan mobilitas menempatkan perempuan didaerah pedesaan pada suatu posisi dimana mereka dipengaruhi oleh perubahan iklim secara tidak proposional.

Dengan demikian penting untuk mengidentifikasi strategi yang peka terhadap gender dan inklusi (GESI)untuk menghadapi krisis lingkungan dan kemanusiaan yang disebabkan oleh perubahan iklim.

Bagimanapun, penting untuk diingat bahwa perempuan tidak hanya rentan terhadap perubahan iklim, tetapi mereka juga aktor atau agen perubahan yang efektif terkait dengan mitigasi dan adaptasi.

Perempuan sering memiliki pengetahuan dan keahlian yang kuat dapat digunakan dalam mitigasi perubahan iklim, strategi pengurangan bencana dan adaptasi. Selain itu, tanggung jawab perempuan dalam rumah tangga dan masyarakat, sebagai pengurus sumber daya alam dan rumah tangga, memposisikan mereka dengan baik untuk membantu dalam strategi penghidupan yang disesuaikan dengan realitas perubahan iklim.

Ketahanan iklim adalah tindakan antisipasi yang terencana ataupun spontan untuk mengurangi nilai potensi kerugian akibat ancaman bahaya, kerentanan, dampak, dan risiko perubahan iklim terhadap kehidupan masyarakat di wilayah terdampak perubahan iklim.

Dalam pelaksanaan Pembangunan Berketahanan Iklim di 4 (empat) sektor prioritas, pendekatan infrastruktur, teknologi, peningkatan kapasitas, maupun tata kelola dan pendanaan dipertimbangkan, dengan memperhatikan aspek inklusivitas (kesetaraan gender, penyandang disabilitas, anak-anak, lansia, dan kelompok rentan lainnya), dan memperhatikan kelestarian ekosistem.

Dalam hal implementasi aksi ketahanan iklim baik dalam aspek perencanaan maupun pemantauan evaluasi, kegiatan ketahanan iklim dikelompokkan dalam Kegiatan Inti dan Kegiatan Pendukung.

Kegiatan inti berupa kegiatan yang manfaatnya dapat dihitung dan dikonversi menjadi nilai rupiah, sehingga berkontribusi langsung pada capaian penurunan kerugian PDB dampak perubahan iklim.

Sedangkan, kegiatan pendukung berupa kegiatan yang tidak dapat secara langsung dikonversi dalam nilai rupiah (intangible), namun memiliki manfaat dapat menurunkan kerentanan maupun meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat dan lingkungan di wilayah terdampak.

Perubahan iklim memiliki konsekuensi serius dalam empat dimensi ketahanan pangan: ketersediaan pangan, kemudahan akses terhadap pangan, pemanfaatan pangan dan stabilitas sistem pangan.

Saat ini petani perempuan mencapai 24 persen dari 25,4 juta orang petani adalah petani perempuan. Dalam kaitannya dengan perubahan iklim, sumber makanan tradisional menjadi lebih tak terduga dan langka.

Perempuan menghadapi hilangnya penghasilan sama seperti panen – yang sering merupakan sumber penghasilan dan sumber makanan mereka satu-satunya.

Terkait dengan hal tersebut kenaikan harga pangan membuat makanan semakin tidak dapat dijangkau oleh masyarakat miskin, khususnya perempuan dan anak-anak perempuan yang kesehatannya ditemukan lebih menurun  daripada kesehatan laki – laki pada saat kekurangan pangan. Lebih jauh, perempuan sering tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan untuk perolehan dan penggunaan lahan serta sumber-sumber daya penting untuk mata pencaharian mereka.

Untuk alasan ini, hak-hak perempuan pedesaan penting untuk dijamin berkaitan dengan ketahanan pangan, perolehan sumber-sumber daya yang tidak diskriminatif dan partisipasi yang setara dalam proses pengambilan keputusan.(analisa)