“Direksi Bank Nagari”

oleh -1,873 views
oleh
1,873 views
Ilham Aldelano Azre (foto: dok)

Oleh : Ilham Aldelano Azre

(Dosen Administrasi Publik FISIP Unand/ Peneliti Spektrum Politika)

AKHIR November 2019 lalu, Bank Nagari gelar Rapat Umum Pemegang Saham Seri A dengan agenda utama Pemilihan dan Penetapan Calon Direksi Bank Nagari untuk diajukan menjalani Fit and Proper Test ke Otoritas Jasa (OJK).

Selain itu juga terdapat agenda Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dengan pembahasan utama

1.) Perubahan Nomenklatur Direksi Bank Nagari

2.) Pembahasan Kelanjutan Unit Usaha Syariah Bank Nagari dengan Opsi Spin Off/Konversi.

Mengenai kelanjutan Unit Usaha Syariah Bank Nagari, pemegang saham mengambil opsi untuk melakukan konversi Bank Nagari menjadi Bank Syariah.

Pada agenda perubahan nomenklatur Direksi Bank Nagari juga disepakati adanya perubahan Direktur Syariah menjadi Direktur Kredit dan Syariah (padahal RUPSLB sebelumnya merubah Direktur Kredit dan Syariah menjadi direktur Syariah), perubahan yang menurut penulis yang sulit dijelaskan latar belakang dari alasan perubahan yang nomenklatur yang bolak balik ini.

Pemegang saham (Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Kabupaten Kota Se Sumatera Barat) pada RUPSLB Bank Nagari juga menyepakati nama-nama calon Direksi yang akan diajukan mengikuti penilaian kemampuan dan kepatutan (Fit and Proper Test) oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan nama calon Direksi:

1.) Muhamad Irsyad dicalonkan sebagai Direktur Utama.

2.) Irwan Zuldani dicalonkan sebagai Direktur Kredit dan Syariah.

3.) Indra Rivai dicalonkan sebagai Direktur Keuangan.

4.) Syafrizal dicalonkan sebagai Direktur Operasional.

5.) Restu Wiryawan dicalonkan sebagai Direksi Kepatuhan.

Dari lima nama yang dicalonkan tersebut hanya M.Irsyad dan Syafrizal merupakan Direksi lama pada periode sebelumnya. Selain menetapkan nama calon direksi yang diusulkan kepada OJK, pemegang saham juga menyetujui untuk diberikan kesempatan kepada pejabat eksekutif Bank Nagari baik pemimpin divisi atau pemimpin cabang untuk diasessment menjadi calon kedua direksi perseroan sebagai bentuk kaderisasi.

Asessment yang dilakukan oleh Komisaris Bank Nagari juga menjadi pertanyaan dan kritikan oleh DPRD Provinsi Sumbar ( Padang Ekspres,14 Januari 2020). Yang menjadi pertanyaan sederhana bagi penulis adalah kenapa tidak diberikan kesempatan pencalonan kepada calon direksi sembilan orang yang tidak diusulkan untuk nominasi calo direksi?

Jika kelima nama calon direksi tersebut tidak lulus Fit and Proper Test oleh OJK.
Kritikan DPRD Sumbar terhadap assessment tahap kedua yang dilakukan oleh Komisaris melalui Ketua DPRD Supardi yang menganggap pelaksanaan assessment ini tidak tepat karena Fit and Proper Test oleh OJK terhadap calon Direksi tengah berproses.

Kritikan Ketua DPRD terhadap proses Asessment ini menurut penulis sangat wajar dikarenakan, seperti dilakukan secara terburu-buru tanpa memperhatikan kaidah persyaratan dan kelayakan yang dimiliki eksekutif Bank.

Ketua DPRD mensinyalir terdapat 50% peserta Assessment tidak memiliki sertifikat level lima. Sementara kalau kita perhatikan hasil rapat RUPS tahunan tahun buku 2018 tentang penyempurnaan Sistem dan Prosedur Pemilihan dan Pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris yang diadakan pada tanggal 23 April 2019 dibunyikan mengenai persyaratan memiliki sertifikasi manajemen resiko tingkat 5 (lima) dengan ketentuan mengenai Sertifikat Manajemen Resiko bagi Direksi Bank Umum, selain hal tersebut juga disyaratkan calon direksi dari internal perusahaan telah menduduki jabatan eksekutif sekurang-kurangnya Cabang kelas A.

Assesment tahap kedua ini diikuti oleh 46 eksekutif Bank Nagari. Walaupun Assessment ini dilakukan atas perintah pemegang saham pada rapat RUPSLB tanggal 30 November 2019, namun asas kepatutan serta kelayakan harus menjadi perhatian utama karena seluruh biaya ditanggung oleh manjemen Bank Nagari, tentu tidak efisien, missal jika peserta aAssessment sudah mau pensiun, tidak punya sertifikat manajemen resiko level lima atau tidak pernah menjadi pimpinan cabang kelas A, jangan sampai ini menjadi pemborosan dengan tidak memperhatikan aspek governance yang baik.

Selain itu ada juga hal yang menarik dan juga menjadi diskursus bagi beberapa kalangan yang menganggap proses pencalonan Direksi Bank Nagari tidak berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Komisaris dan Anggota Direksi Badan Usaha Milik Daerah, di mana proses seleksi Direksi Bank Nagari tidak melalui panitia seleksi sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 36 ayat 4 Permendagri Nomor 37 Tahun 2018.

Secara umum dalam diskursus yang penulis ikuti juga dinilai proses pemilihan Direksi tidak mempedomani pasal 36 Permendagri tersebut. Kemudian dalam pasal 36 ayat 1 juga dijelaskan bahwa Panitia Seleksi berjumlah ganjil dengan beranggotakan: a. Perangkat daerah; b. unsur independen dan atau perguruan tinggi, di dalam pasal 36 ayat dua juga disebutkan “dalam hal BUMD memiliki komite nominasi, komite nominasi menjadi panitia seleksi “

Menurut info yang penulis dapatkan, DPRD Provinsi Sumatera Barat bahkan telah mengirimkan surat kepada OJK, Gubernur dan Pemegang Saham untuk meminta dilakukan seleksi ulang terhadap pencalonan Direksi Bank Nagari karena tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Komisaris dan Anggota Direksi Badan Usaha Milik Daerah.

Jika mengacu kepada Permendagri ini tentu saja proses pencalonan Direksi Bank Nagari mempunyai kecendrungan untuk diulang proses nominasi calon direksinya.

Tanggal 14 Februari ini Bank Nagari akan melaksanakan RUPSLB dengan agenda pengangkatan/penetapan direksi periode 2020-2024 dan atau penetapan Plt direksi Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat, RUPSLB ini diadakan karena masa jabatan Direksi yang telah habis. Dalam RUPSLB ini kita akan mendapatkan jawaban atas apakah proses nominasi Pencalonan Direksi ini akan diulang mengikuti pedoman Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 atau pemegang saham mempunyai argumentasi hukum lain dalam memaknai aturan pemerintah atau aturan hukum lainnya.

Berdasarkan PP 54 pasal 71 ayat 1 “berkaitan dengan kekosongan jabatan seluruh anggota Direksi, pelaksanaan tugas pengurusan BUMD dilaksanakan oleh Dewan Pengawas atau Komisaris”, Pasal 2 juga menyebutkan “ Dewas atau Komisaris dapat menujuk pejabat internal BUMD untuk membantu pelaksanaan tugas Direksi sampai pengangkatan Direksi definitive paling lama enam bulan.

Jika OJK kemudian belum menyelesaikan fit and proper test atau memimta diulang proses pencalonan Direksi maka berdasarkan PP 54 tahun 2017 tentu saja Komisaris Bank Nagari yang akan melaksanakan pengurusan Bank Nagari. Jika ini terjadi tentu saja yang menjadi perhatian adalah apakah ada komisaris yang juga punya kemampuan manajemen perbankan?

Jika melihat nama komisaris saat ini tentu hal ini bisa dilaksanakan.
Lepas dari diskursus aturan-aturan hukum dalam pengelolaan Bank Nagari, kita tentu saja berharap Pemegang saham dapat berpikir jernih dalam pengambilan keputusan penentuan manjerial ini untuk masa depan Bank Bank Nagari, apalagi Bank Nagari saat ini akan melakukan konversi menjadi Bank Syariah, tentu saja dibutuhkan kepemimpinan yang mengerti, pahan dan berpengalaman dalam perbankan syariah sehingga bisa meletakan pondasi yang kuat dalam transformasi bisnis Bank Nagari kedepan.

Semoga Kepala Daerah selaku pemegang saham Bank Nagari mengambil keputusan yang cerdas untuk kemajuan Bank Nagari.(analisa)