DPRD Sumbar Bahas Empat Ranperda Termasuk Pengembangan Ekonomi dan Tanah Ulayat

oleh -83 views
oleh
83 views

Padang–Anggota DPRD Sumbar kembali melakukan rapat paripurna. kali ini paripurna penyampaian nota penjelasan empat Ranperda baru. Rapat yang dipimpin oleh Ketua DPRD Sumbar, Supardi juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldi.

“Sesuai dengan Propemperda Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 2022 Pemerintah Daerah bersama DPRD akan membahas dan menetapkan sebanyak 12 (Dua Belas) Rancangan Peraturan Daerah yang terdiri dari 9 ranperda dan 3 ranperda kumulatif terbuka,” ungkap Supardi di Ruang Sidang Utama DPRD Sumbar, Rabu (2/11/2022).

Supardi menjelaskan, dari sembilan ranperda yang direncanakan tersebut, tujuh diantaranya merupakan inisiatif DPRD dan dua ranperda berasal dari pemerintah daerah. Pada kesempatan paripurna penyampaian nota penjelasan kali ini dari empat ranperda yang akan dibacakan nota penjelasannya maka tiga diantaranya merupakan ranperda usul inisiatif DPRD.

“Tiga usulam DPRD yaitu, Ranperda tentang Tanah Ulayat, Ranperda tentang Tata Kelola Komoditi Unggulan, dan Ranperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Sementara satu ranperda yaitu ranperda tentang pengembangan ekonomi kreatif, merupakan prakarsa pemerintah daerah,” jelasnya.

Terkait Ranperda tentang Tanah Ulayat, Supardi menjelaskan bahwa masyarakat adat telah dikonstruksikan sebagai subjek hukum. Konstitusi kita mengkonstruksikan masyarakat adat tersebut dalam Pasal 18 b ayat (2), 28 i dan 32 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Pasal 18 b ayat (2) menyebutkan; “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.”

Namun, Pengakuan keberadaan masyarakat adat tersebut mempunyai persyaratan pemberlakuan (conditionalities), yaitu; pertama, masyarakat adat bisa dibuktikan masih hidup (actual existing); kedua, keberadaan masyarakat adat berkesesuian dengan perkembangan masyarakat; dan ketiga, masyarakat adat berkesesuaian dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selanjutnya, Pasal 28 i dan Pasal 32 ayat (1) dan (2) UUD 1945 menjelaskan aspek hak masyarakat adat secara spesifik. Pasal 28 i menyebutkan bahwa ikatan masyarakat adat dengan tanah dan sumber daya alamnya adalah salah satu unsur pembentuk identitas budaya masyarakat adat.

Ikatan masyarakat adat dengan tanah dan sumber daya alamnya itu dirumuskan lebih lanjut sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 6 (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan; “Identitas masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.”

Tanah ulayat menurut orang Minangkabau adalah warisan dari mereka yang mendirikan nagari. Tanah tersebut bukan saja kepunyaan umat yang ada sekarang, akan tetapi juga menjadi hak generasi yang akan datang.

“Dari hal tersebut, maka hak ulayat mengandung tiga dimensi: pertama, hak ulayat merupakan hak atas tanah yang mereka terima turun temurun dari para leluhurnya yang mendirikan nagari. Kedua, hak ulayat merupakan hak yang sama dari seluruh warga nagari secara keseluruhan, dan ketiga, hak ulayat bukan saja hak dari yang hidup sekarang,”paparnya.

Kemudian, ranperda tentang Tata Kelola Komoditi Unggulan. Produk unggulan Sumatera Barat lebih dominan bercirikan pertanian dan berskala kecil. Karena memiliki sumberdaya alam yang dominan di sektor pertanian, maka Sumatera Barat menyandarkan kehidupan masyarakatnya di sektor ini. Kontribusi sektor pertanian dalam produk domestik regional bruto (PDRB) pada triwulan II tahun 2022 adalah 21 persen.

“Pada periode ini ekonomi Sumatera Barat bertumbuh 5,08 persen yang bersumber utama dari konsumsi masyarakat. Karena itu penguatan sektor pertanian dengan memelihara daya konsumsi masyarakat menjadi strategis diprioritaskan pemerintah daerah,” jelasnya.

Kombinasi antara sektor pertanian dan sektor industri berbasis pertanian berskala kecil dan mikro perlu menjadi perhatian pengambil kebijakan. Liberalisasi perdagangan yang semakin kuat dewasa ini memberikan peluang-peluang baru sekaligus tantangan-tantangan baru yang dihadapi sejalan dihapuskannya berbagai hambatan perdagangan.

Selanjutnya, Ranperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 5 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Provinsi Sumatera Barat memiliki tingkat risiko beragam untuk seluruh jenis bencana yang dikenal di Indonesia.

Provinsi Sumatera Barat pada 10 terakhir (Tahun 2009 hingga 2021) mencatatkan lebih dari 500 kejadian bencana yang berdampak langsung kepada lebih dari 210.000 jiwa penduduk. Selain itu, bencanabencana tersebut mendatangkan kerusakan dalam berbagai tingkat pada lebih dari 2.500.000 rumah serta lebih dari 7500 fasilitas umum di wilayah Provinsi Sumatera Barat.

“Kondisi ini mengharuskan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk mengambil langkah-langkah strategis untuk mengurangi risiko sekaligus menangani bencana yang terjadi di wilayahnya, dalam bentuk Kebijakan penanggulangan Bencana,”tambahnya.

Terakhir, Ranperda tentang Pengembangan ekonomi Kreatif. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah perlu pegembangan ekonomi kraeatif yang memberikan kontribusi bagi pereekonomian daerah dalam rangka meningkatkan daya saing daerah.

Untuk itu perlu adanya optimalisasi peranpemerintah dalam mendukung dan mendorong terciptanya ekosistem ekonomi kraetif di Sumatera Barat. Untuk memberikan kepastian hukum terhadap kewenanganpemerintah daerah dalam pelaksanaan pegembangan ekonomi kraeatif maka perlu dilakukan pengaturannya dalam bentuk peraturan daerah.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldi mengatakan dengan Ranperda pengbangan ekonomi kreatif bisa menibgkatkan kreatifitas dan inovasi dengan sumberdaya terbarukan yang berbasis pada pengetahuan dan kreativitas .

“Pemberdayaan ekonomi kreatif akan memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan daerah, menciptakan lapangan pekerjaan dan oeningkatan investasi dan ekspor,” jelasnya.(***)