Dugaan Korupsi Rp 46 M, LBH : Kejati Harus Pro Aktif

oleh -823 views
oleh
823 views

Padang,—Bau busuk uang rakyat diembat oknum di Prasjaltarkim Sumbar lewat surat pertanggubgjawaban(SPj) fiktif terus merembak dan menjadi gunjingan publik di Sumbar.

Bahkan Gubernur Sumbar memerintahkan oknum di Prasjaltarkim untuk mengganti uang yang diduga diembatnya. Tapi LBH Padang tak melihat tangan-tangan penegak hukim bekerja terkait dugaan korupsi SPj fiktif senilau Rp 46 miliar hasil temuan BPK RI.

“Kejaksaan Tinggi (Sumbar) Sumbar mestinya pro aktif mengungkap dugaan korupsi yang menjadi kado pahit rakyat di awal tahun 2017,”ujar Direktur LBH Padang Era Purnama Sari pada relise pres diterima www.tribunsumbar.com, Sabtu 21/1.

Kasus dugaan korupsi mencapai Rp 46 Miliar tersebut diduga dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN) berinisial JSN, yang merupakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman (Prasjaltarkim) Sumbar (sekarang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang).

Pemprov Sumbar pun sudah merilise kalau oknum tersebut bekerja tunggal, bahkan dikabarkan si oknum sudah mengembalikab secara mencicil senilai Rp 500 juta, pasca perintah mengembalikan uang dalam waktu 60 hari

Tapi LBH Padang menyebutkan Gubernur Sumbar terlalu prematur mencap pelaku adalah tunggal.

“Itu kesimpulan yang prematur, pasti banyak pihak yang diuntungkan oleh prilaku dugaan korupsi oknum itu,”ujar Era

Banyak indikator mengarah kalau oknum tidak bekerja sendiri, selain perbuatan SPj fiktif dilakukan selama kurun waktu tahunan dengan angka yang terbilang fantastik, juga karena belum adanya penelusuran mendalam atau pengembangan kasus di level penegak hukum.

“Sedangkan terkait tindakan Pemprov Sumbar menunda penyerahan persoalan tersebut ke ranah penegakan hukum selama 60 hari, dengan alasan menyediakan waktu pengembalian kerugian keuangan negara, tidak boleh dipahami sebagai cara yang memberikan peluang ‘impunitas’ bagi pelaku sehingga terbebas dari jeratan pidana. Namun hanyalah salah satu faktor yang meringankan (penjelasan Pasal 4 UU 31/1999 Tentang Pemberantasan Tipikor),”ujar Era.

Itu kata Erai tegas diatur oleh Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada prinsipnya menyatakan bahwa, Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.

“Bahkan, langkah pelaku yang mencicil kerugian negara yang diakibatkannya (yang sampai saat ini diketahui belum mencapai 10 Miliar), semakin meneguhkan sinyal terjadinya tindak pidana korupsi oleh ASN dilingkungan Dinas Prasjaltarkim tersebut, sehingga dapat membantu sekaligus menjadi dasar penting bagi aparat penegak hukum untuk menelusuri serta melakukan serangkaian tindakan penegakan hukum lainnya,”ujarnya.

Dengan demikian, perbuatan JSN dalam kasus pemalsuan SPj fiktif ini, telah tergolong tindak pidana korupsi sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan, khususnya Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa, “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara  paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”ujarnyam

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Barat untuk segera memproses, mengusut tuntas dan atau menindak tegas kasus SPj Fiktif atau penyelewengan anggaran di Dinas Prasjaltarkim Sumbar (sekarang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) yang diperkirakan mencapai 46 miliar rupiah tersebut.

“Kejaksaan Tinggi Sumbar harus pro aktif tangani perkara ini, jangan berjalan lambat, sehingga institusi kejaksaan bisa mendapat legitimasi masyarakat sebagai penegakan hukum pada oknum pengemplang uang rakyat,”ujar Era.

Sementara dari sumber portal ini di Kejaksaan Tinggi Sumbar, kasus SPj fiktif terus dilakukan penyelidikan. (Andi)