Efek Domino Pembatasan Perjalanan

oleh -474 views
oleh
474 views
Prof Elfindri (foto: dok)

Oleh : Elfindri, Dir SDGs Unand

HARI-hari ini sebuah pemandangan yang berbeda dibanding sebelum masa pandemi. Seharusnya aktifitas berbelanja masyarakat meninggi untuk persiapan lebaran seminggu menjelang lebaran.

Tapi tidak demikian. Pasar-pasar nagari, atau pasar tumpah di jalan utama, sepi. Biasa pasar Koto Baru baik Senin maupun Selasa, atau pasar Sicincing, Lubuk Alung penuh sesak berjubel.

Seminggu menjelang lebaran pasar-pasar tersebut ramai seharusnya. Tidak saja warga setempat, tapi keluarga yang ingin berlebaran di kampung.

Sepinya pasar memang menandakan kali ke 2 lebaran akan sepi. Di belakangnya tersirat sepinya penjual yang sebenarnya berharap banyak untuk mengembalikan situasi dagang, memenuhi kontrak toko dengan jualan menjelang lebaran. Tetapi tidak demikian.

Tidak saja pasar yang sepi, biasa menjelang 7 hari lebaran, jalanan ramai dengan kendaraan roda 4 dari Jawa dan Sumatra.

Kali ini tidak ada kemacetan. Truk pun tidak banyak bergerak mengantar barang, karena pesanan barang barang keperluan lebaran permintaannya menurun.

Pedagang enggan mem “PO” kan barang, baik Syrup Marjan, cairan Pembersih Rumah, Kue kuean, tidak menunjukkan tendensi menaik. Demikian juga pakaian dan alas kaki.

Sepinya lalu lintas memang berdampak kepada sulitnya kehidupan para sopir dan pedagang eceran.

Labih lanjut kami juga melihat dan menunggu di Bandara hari ini jemput anak. Apalagi banyak kerumunan sopir tembak menunggu penumpang ingin memberikan jasa. Kalau kalau ada. Nampaknya sama saja baik di pasar, di jalanan maupun di bandara sepi.

Gambaran ini jelas merupakan akibat kebijakan pemerintah melarang mudik. Dampak dominonya tinggi.

Kalau tahun pertama covid-19 kebijakan social distancing masih diiringi dengan program kompensasi. Kalau tahun ke 2 ini masih belum terbau, program yang sama akan diulang lagi.

Bagaimana bisa, karena penerimaan negara pun menurun. Pajak-pajak jelas berkurang. Inilah dilema “horor” covid-19. Namun yang jelas kebijakan pembatasan ini apakah paling efective? Perlu upaya mendalaminya. Jangan jangan kebijakan ini terlalu berlebihan.

Kebijakan pelarangan kerumunan, dan protokol kesehatan bermasker diyakini jauh lebih efektif. Mengatur pergerakan bukan melarang. Titik di mana ekonomi bisa pelan mulai dan kasus bisa terkontrol itulah ideal yang mungkin bisa diambil.(analisa)