Eksistensi ABS-SBK yang Telah Memudar di Kalangan Remaja Minang

oleh -963 views
oleh
963 views

Oleh : Shabila Eka Wisra
( Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas )

Adat Basandi Syara’ – Syara Basandi Kitabullah ( ABS-SBK ) adalah falsafah hidup masyarakat Minangkabau yang mengajarkan nilai-nilai adat, agama, dan ilmu pengetahuan. ABS-SBK adalah  instrumen untuk membangun komponen adab dan ilmu generasi muda.

Generasi muda hendaknya memahami ABS-SBK sebagai filosofi masyarakat Minang yang sudah berjalan turun temurun. Kuatnya aturan adat dikawal ketat oleh aturan agama menjadikan orang Sumatera Barat sebagai masyarakat yang beretika, menjujung tinggi adat istiadat dan tentunya taat menjalankan perintah agama.

Namun masihkah ada saat ini remaja yang paham akan makna dari konsep Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah ini? Apakah remaja masih mengimplementasikan konsep ini dalam berkehidupan? Atau bahkan tidak paham akan eksistensi konsep ini?.

Pemahaman remaja secara umum terhadap ABS SBK hanya tersurat yang diterjemahkan sebagai singkatan dari Adat Basandi Syara’, Syara Basandi Kitabullah.

Remaja di Minangkabau harusnya dapat memahami konsep ABS SBK secara tersirat sehingga kita remaja tidak hanya memandang konsep ABS SBK sekedar singkatan tapi dapat memaknai konsep ini lebih luas lagi yaitu Adat basandi syara’ syara’ basandi kitabullah syara’ mangato adat mamakai alam takambang jadi guru, hal ini dapat kita pahami bahwa semua perilaku kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun dalam kelompok haruslah bersandikan (berlandaskan) kepada syara’ yaitu syari’at Islam yang bersumber dari kitab Al Qur’an dan Hadist Rasululah SAW. Dengan kata lain, adat yang dipakai di Minangkabau adalah adat yang sesuai dengan ajaran Islam.

Kita juga dapat memahami bahwa hubungan antara adat dengan ajaran Islam tidak dapat dipisahkan. Bicara masalah adat berarti merujuk kepada ajaran Islam sebagai sandinya. Filosofi adat Minangkabau ini hendaknya dapat dipahami dengan seksama oleh generasi muda agar filosofi ini tidak hilang ditelan masa.

Kehidupan masyarakat Minangkabau yang berlandaskan ABS-SBK itu dari waktu ke-waktu mengalami pergeseran. Degrasi moral dan perilaku desktruktif yang merugikan masyarakat yang cukup meresahkan dalam segala bentuknya terus saja terjadi karena perubahan zaman serta pengaruh globalisasi yang tidak mengenal batas wilayah dan ruang budaya itu terkena dampaknya mengakibatkan sebagian masyarakat kehilangan jati diri sebagai orang Minang yang menjunjung tinggi nilai-nilai ABS-SBK yang sarat ajaran, pesan moral serta sosial yang selama ini jadi pegangan dan penuntun perilaku dalam kehidupan bermasyarakat itu.

Namun dengan berkembangnya zaman, perubahan sosial membawa arus baru pada kehidupan remaja di Minangkabau sehingga prinsip Adat Basandi Syara’ – Syara’ Basandi Kitabullah tidak lagi menjadi dasar dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Gaya hidup modern serta pengaruh budaya luar telah menggeser eksistensi ABS-SBK sebagai filosofi hidup bermasyarakat bagi remaja Minangkabau. Di era kemajuan teknologi dan informasi saat ini, dibutuhkan penguatan pemahaman dan pengalaman ABS SBK di Ranah Minang. Dimana remaja menjadi ujung tombak dalam memperkuat pengamalan ABS SBK di Minangkabau.

Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan oleh para leluhur bahwasanya adat istiadat telah tergeser dengan budaya-budaya baru yang masuk di kehidupan masyarakat Minangkabau.

Banyaknya kasus-kasus remaja yang menjadi problematika di Minangkabau dapat membuktikan bahwa eksistensi ABS-SBK ini tidak lagi menjadi pedoman berkehidupan bagi remaja. Perilaku-perilaku yang jauh dari norma adat sering kali terjadi pada remaja. Remaja yang tidak lagi mengimplementasikan “Kato Nan Ampek” pada kehidupan sehari-hari.

Sebagian besar remaja Minang tidak lagi kenal dengan ‘kato nan ampek” bahkan berbicara dengan guru seperti berbicara dengan teman-teman sebaya yang gaul-gaulan. Padahal seharusnya, mereka hendaknya merendahkan suara dengan bahasa yang lembut dan sopan. Tidak hanya dalam berbicara didalam konteks ABS-SBK orang Minang mendidik anak-anak terutama anak gadisnya agar berpakaian sopan yaitu baju kurung sedangkan pada era globalisasi ini kita temui anak-anak gadis minang memakai pakaian “adiknya”. Remaja Minang seakan mengalami “anomie” yang memprihatinkan dimana harus mengikuti segala arus yang datang. Pada zaman dahulunya orang Minang menyarankan anak gadisnya untuk menjaga diri dan tau batas kesopanan.

Namun sekarang banyak kita temui anak gadis masih saja berkeliaran di luar rumah pada saat malam hari. Hal ini membuktikan bahwa eksistensi Adat basandi syara’ basandi kitabullah saat ini hanyalah tinggal konsep saja tidak lagi diterapkan oleh remaja di Minangkabau.

Permasalahan ini menjadi bukti jelas bahwa perubahan sosial budaya pada zaman sekarang sangat signifikan. Dilihat dari perubahan sikap dan sifat pada remaja di Minang yang sudah sangat jauh dari adat istiadat yang telah ada dari zaman dahulunya. Falsafah ABS SBK tidak lagi menjadi acuan hidup bagi generasi muda di Minangkabau. Sungguh sangat disayangkan bukan permasalahan ini hendaknya menjadi pengingat bagi kita para remaja agar tetap hidup dalam bimbingan Adat Basandi Syara’ Syara Basandi Kitabullah tersebut mengingat kita masih hidup di Ranah MinangKabau Sumatera Barat yang kental akan adat dan budaya.

Oleh karena itu perlunya kesadaran individu dalam mempertahankan eksistensi ABS SBK ini dalam kehidupan sehari-hari sehingga konsep ABS SBK ini tidak hanya sebuah pepatah yang digaung-gaungkan sebagai falsafah hidup namun dapat terealisasikan dengan baik oleh generasi muda di Minangkabau. Dengan hal itu eksistensi ABS SBK tidak tergusur terbawa arus perubahan sosial dan budaya yang terjadi pada saat ini. Kita berharap konsep ABS SBK ini tidak lagi menjadi konsep semata bagi para remaja namun dapat dimaknai dan diimplementasikan dalam berkehidupan. Tidak hanya ketika berada di ranah minang namun dimanapun berada kita dapat mempertahankan eksistensi ABS SBK seperti kata pepatah “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”(**)