Ekspor Impor Indonesia-Australia Bebas, Nevi Zuairina: UMKM Jangan Dikorbankan

oleh -549 views
oleh
549 views
Anggota DPR RI Nevi Zuairina ingatkan pemerintah jangan kotban UMKM jika perdagangan bebas Indonesia-Australia diberlakukan, Rabu 4/12 (foto: dok/tim-nz)

Jakarta,—Akhir 2019 ini berlaku Ratifikasi perjanjian perdagangan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA CEPA) konsekuensinya terbuka bebas aktivitas ekspor-impor antarkedua negara. Termasuk tarif bea masuk produk di kedua negara akan menjadi nol persen.

Dampaknya, menurut Anggota Komisi VI DPR, Nevi Zuairina UMKM dalam negeri bisa jadi korban.

“Pembebasan tarif bea masuk dapat menyebabkan semakin membanjirnya produk-produk impor. Bila keadaan ini dibiarkan begitu saja tanpa ada campur tangan pemerintah yang melindungi UMKM, maka dapat mengganggu pertumbuhan UMKM dalam negeri,” ujar Nevi, Rabu 4/q2 di Jakarta

Menurut politisi PKS dari Sumbar ini adanya ratifikasi IA-CEPA ini, pemerintah harus mampu melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Nevi memaparkan data yang diperolehnya dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor Indonesia ke Australia pada tahun 2018 tercatat sebesar 2,8 miliar dolar AS. Bandingkan impor dari Australia ke Indonesia pada tahun 2018 yang mencapai 5,8 miliar dolar AS.

Bila IA-CEPA diberlakukan akan ada 6.474 produk ekspor dari Indonesia ke Australia yang bea masuknya dinolpersenkan. Sedangkan Indonesia membebaskan bea masuk dari Australia sebanyak 10.813 pos barang impor.

Dari sisi produk, menurut Nevi, Indonesia telah mengalami defisit neraca perdagangan dengan Australia, yakni sebesar 3 miliar dolar AS.

Bahkan pada data terbaru September 2019, secara keseluruhan Indonesia mengalami defisit sebesar 160 juta dolar AS. Nilai ekspor Indonesia hanya mencapai 14,1 miliar dolar AS. Sementara nilai impor kisaran 14,26 miliar dolar AS.

“Kesiapan ratifikasi perdagangan Indonesia, diminta untuk lebih siap bila melihat kondisi seperti ini. Kesiapan akan dapat ditunjukkan bila kita mampu surplus perdagangan sehingga secara internasional, kita tidak hanya dijadikan sebagai pasar oleh negara lain,”ujarnya.

Nevi menjelaskan, merujuk pasal 54 ayat (3) UU 7/2014 tentang Perdagangan menyebutkan, pemerintah dapat membatasi impor barang dengan alasan untuk membangun, mempercepat, dan melindungi industri tertentu di dalam negeri atau untuk menjaga neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan.

“IA-CEPA ini akan menjadi tantangan besar pemerintah pada regulasi dan pengelolaan tata niaga internasional. Semoga negara kita bukan sekedar objek pasar, tapi harus mampu menjadi pelaku pasar yang menyumbang surplus perdagangan internasional”, pungkas Nevi.(tim-nz)