FAKHRIZAL Jenderal Nan Tetap Menjaga Asa

oleh -693 views
oleh
693 views
Irjen Pol Fakhrizal pergi untuk kembali. (foto: dok)

Oleh : Gusdi Riko

IRJEN Pol Fakhrizal, namanya kian sering diperbincangkan. Apalagi pasca keluarnya telegram Kapolri. Sang ‘jenderal’ ditarik ke mabes, sebagai  Analis Kebijakan Utama Sabhara Baharkam Mabes Polri.

Apa salah Fakhrizal ?  Dari sisi tugas dan tanggung jawab tidak ada. Selama 3 tahun, Sumbar tetap kondusif. Bahkan masyarakat menyayangi putera Agam ini lebih dari posisinya sebagai Kapolda. Maka muncul istilah Kapolda Niniak Mamak.

Selama duduk di kursi Kapolda Sumbar, berbagai persoalan memang muncul. Bahkan isunya menasional. Sebut saja persekusi dokter di Solok, pembakaran Mapolres Dharmasraya, dan isu teror bom. Tapi semua itu diselesaikan secara tuntas. Tidak ada masalah yang meruyak, tidak ada yang berakhir pada konflik horizontal. Sang jenderal memimpin dengan elegan.

Fakhrizal secara pribadi memiliki integritas. Selama menjabat tidak sedikit sejumlah orang yang mencoba menyogok dan memberikan uang serta fasilitas lain. Tapi dia tidak silau. Uang itu tidak dia terima.

“Di awal saya jadi Kapolda sudah ada yang mau memberikan saya uang se tas, tapi saya minta dia membawa uang itu kembali,” tuturnya.

Salah Fakhrizal adalah dia tidak disukai elit. Apalagi tokoh yang akan maju sebagai Cagub Sumbar. Fakhrizal memang didorong banyak pihak untuk maju sebagai  agub.

Puncaknya adalah ketika RDP Komisi 3 DPR RI dengan Kapolri yang baru. Masinton Pasaribu, Kader PDI Perjuangan itu, mempertanyakan Kapolda yang maju sebagai Cagub, apa penilaian Kapolri. Semuanya terkuak, konspirasi elit, terbuka. Ini bukan kebetulan, tapi sebuah proses by design.

Sudah menjadi rahasia umum, banyak yang merasa terancam dengan kehadiran Fakhrizal. Secara bertahap, “serangan” terhadap smiling general ini terjadi. Yang dikejar adalah kesalahan – kesalahan Kapolda. Bahkan dicari-dicari. Lalu kritik penggunaan fasilitas negara untuk kampanye terselubung. Kemudian persengkokolan sistimatis lainnya.

Tapi Fakhrizal tidak melawan. Dia terus berbuat. “Awalnya saya tidak punya keinginan jadi gubernur, tapi dorongan masyarakat membuat saya berketetapan hati,” kata Fakhrizal suatu waktu.

Apakah Fakhrizal dendam?  Jawabannya adalah tidak. Bagi seorang patriot, perintah atasan wajib dipatuhi dan dihormati. Maka sang jenderal akan segera meninggalkan kursi Kapolda.

Namun bukan berarti perjuangan sampai disitu. Sang jenderal mendapatkan momentum yang tepat, pergi untuk kembali. Akan ada kejutan setelah ini.

Dan para Cagub lain harus bersiap untuk melawan “kekuatan” independen ini dalam Pilkada mendatang. Ini bukan kekuatan biasa, tapi kekuatan yang didukung orang-orang yang loyal dan orang orang yang merasakan ketulusan hati seorang Fakhrizal.(analisa)