Forum Dekan Ilmu Sosial PTN Minta Pemerintah Perhatikan Poin Pikiran

oleh -846 views
oleh
846 views
Forum Dekan Ilmu Ilmu Sosial PTN se Indonesia serahkan poin solusi kebangsaan dan Kenegeraan kepada MPR dan Presiden. (foto: dok)

Jakarta,—Mencermati situasi nasional yang terjadi, Forum Dekan Ilmu-Ilmu Sosial PTN se- Indonesia menyampaikan beberapa poin pemikiran solusi untuk diperhatikan secara serius oleh Pemerintah dan Parlemen.

“Kami juga menyatakan kesiapan menjadi mitra strategis Pemerintah dan Parlemen dalam memberikan masukan solutif berbagai persoalan bangsa,”ujar Dekan FISIP Unand Alfan Miko kepada media ini Selasa 8/10.

Inikah pointer-pointer untuk bangsa dan negara dihasilkan dekan ilmu ilmu sosial PTN se Indonesia:

I. Penguatan Eksistensi KPK dan Pemberantasan Korupsi
Secara garis besar, korupsi adalah “symptom” yang mengancam prinsip-prinsip demokrasi Indonesia yang menjunjung transparansi, akuntabilitas, integritas, keamanan dan stabilitas bangsa. Jika upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi diperlemah, maka hal ini tentunya bisa berdampak pada ancaman terhadap eksistensi sebuah negara. Oleh karena itu, langkah penguatan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi ini harus didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia dan diperkuat melalui berbagai macam instrumen regulasi, sehingga ke depan praktik korupsi ini menjadi semakin berkurang. Untuk itu maka:
1. Presiden sebagai kepala negara hendaknya memposisikan diri di atas kelompok- kelompok yang bertingkai sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk menyelamatkan kelangsungan negara.
2. Presiden sebagai kepala pemerintahan hendaknya memposisikan diri sebagai aktor utama dalam mencegah upaya pelemahan pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, diperlukan komitmen kuat dari Presiden untuk melakukan langkah taktis demi menyelamatkan upaya pemberantasan korupsi dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Hal ini menjadi pertaruhan politis presiden di tengah kepentingan politik yang menyandera dan tuntutan/kepentingan publik.
3. Presiden hendaknya merespon dukungan kuat dari masyarakat luas untuk memperkuat eksistensi lembaga KPK. Dukungan ini dapat dilihat dari banyaknya artikulasi dan tuntutan mahasiswa, protes masyarakat, serta pernyataan sikap para akademisi atas ketidaksepakatan revisi UU KPK.
4. Dukungan kelompok masyarakat sipil kepada Presiden hendaknya menjadi salah satu kekuatan untuk mendorong segera dibuatnya langkah hukum yang tepat dan konstitus io na l.
5. Menghimbau kepada DPR untuk menguatkan KPK dengan melakukan revisi Undang-undangnya dengan prinsip yang terbuka, akuntabel dan berkeadilan selaras dengan kehendak mayoritas rakyat.

II. Legislasi dan Moralitas Parlemen
Moralitas parlemen terjadi karena praktik perpolitikan nasional yang dapat mengancam tumbuhnya demokrasi yang substansif. Ini dapat dilihat dari masih maraknya praktik politik uang dan korupsi. Proses pembuatan undang-undang yang diindikasikan berlangsung instan dan kurang memperhatikan aspirasi masyarakat banyak telah menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Untuk itu maka:
1. Parlemen diharapkan memberikan teladan dalam menginternalisasikan nilai-nilai kebangsaaan dan dalam pengambilan keputusannya dengan mengacu pada empat konsensus nasional (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI).
2. Proses legislasi harus dilakukan secara terencana, akuntabel dan melibatkan banyak pihak yang akan terdampak dari penetapan suatu undang-undang.
3. Partai politik harus didorong untuk secara bertahap meninggalkan sikap oligarki dan dibantu untuk berkembang menjadi partai yang modern. Kemudian partai harus bertranformasi menjadi pilar utama demokrasi dan bukan sebaliknya menjadi bagian dari predator ekonomi politik.
4. Parlemen secara kelembagaan harus berposisi sebagai trustee yang meneguhi prinsip moralitas publik. Untuk itu peran komisi di parlemen yang berorientasi mengidentifikasi masalah dan menawarkan solusi klinis harus lebih diutamakan ketimbang peran fraksi.
5. Sistem pemilu yang disinyalir menjadi sumber masalah terjadinya korupsi dengan berbagai variannya harus dievaluasi secara jernih sesuai dengan landasan moral bangsa.

III. Separatisme dan Disintegrasi Bangsa
Kasus yang terjadi di Wamena papua adalah pemicu awal dari suatu skenario besar yang dilakukan oleh gerakan separatisme Papua dengan cara membangun konflik etnik yang memicu ketidakserasian sosial di secara luas di Papua. Selanjutnya situasi pengamanan wilayah ini akan dijadikan isu internasional oleh kelompok separatis Papua melalui jaringan media internasional dengan topik perlawanan masyarakat Papua terhadap pemerintah yang dimotori oleh gerakan Kelompok Kekerasan Bersenjata (KKB) Papua Merdeka untuk menunjukkan eksistensinya di dunia internasional. Untuk itu maka:
1. Menguatkan jalur diplomasi politik, budaya, pendidikan yang lebih intensif terhadap negara-negara yang telah terbukti memberi dukungan dan berpotensi ikut mendukung gerakan separatis Papua
2. TNI/POLRI hendaknya menindak tegas perusuh KKB yang telah terbukti menciptakan teror dan meresahkan masyarakat Wamena agar situasi teror sosial ini tidak meluas ke wilayah lain di Papua/Papua Barat dan Indonesia pada umumnya.
3. Pembangunan sosial dan ekonomi hendaknya dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan mendasar dan dinikmati secara menyeluruh oleh masyarakat Papua.
4. Untuk mencegah disintegrasi bangsa hendaknya pemerintah dan parlemen melakukan langkah-langkah yang tepat untuk merawat kearifan lokal, toleran,

dan saling menghormati agar menghindari gesekan antar etnis, kelompok, dan antar golongan.

IV. Kebakaran Hutan dan Dampak Sosial Politik
Kebakaran hutan di Indonesia dari waktu ke waktu semakin meluas terjadi sehingga mengakibatkan ancaman dan kerusakan di masa datang. Bahkan kebakaran hutan dan asap yang diakibatkannya disebut sebagai tindakan kriminal lingkungan hidup terbesar pada abad ke-21 ini. Kebakaran hutan dan lahan selalu menimbulkan kabut asap telah menimbulkan kesan dan akibat negatif masyarakat yang memperlihatkan lemahnya posisi pemerintah di depan kapitalis perkebunan yang ditenggarai sebagian besar bukan warga negara Indonesia. Padahal presiden dalam kampanye pemilihannya menyatakan bahwa dalam tiga tahun terakhir masalah kebakaran hutan telah bisa diatasi. Untuk itu:
1. Presiden sebagai kepala negara hendaknya memiliki perhatian dan komitmen yang kuat dalam mengatasi kebakaran hutan agar tidak menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap janji kampanye dan kemampuan pemerintah mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan yang berlarut-larut.
2. Perlu dilakukan langkah-langkah hukum yang tegas dan tidak pandang bulu terhadap pelaku pembakaran lahan. Sanksi tidak hanya kepada pelaku di lapangan, tetapi terutama kepada pengusaha perkebunan yang melakukan praktek pembakaran.
3. Presiden hendaknya mendorong dan mengontrol birokrasi dibawahnya agar merumuskan strategi yang cepat dan tepat untuk mengatasi akibat kebakaran serta deforestasi yang masif dan terus menerus.

V. Penyikapan Unjuk Rasa Mahasiswa dan Reformasi Indonesia
Gelombang aksi unjuk rasa mahasiswa yang terjadi beberapa waktu yang lalu merupakan perwujudan aspirasi yang bertujuan untuk kembali meneguhkan komitmen negara untuk merealisasikan agenda reformasi di segala bidang. Adanya revisi beberapa Undang-Undang yang dilakukan oleh DPR-RI periode 2014 – 2019 antara lain: Revisi UU KPK, RKUHP, dan beberapa UU lainnya menjadi pemicu gelombang unjuk rasa mahasiswa tersebut. Terkait dengan kondisi tersebut, beberapa rekomendasi yang disampaikan oleh Forum Dekan Ilmu Sosial Se Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Presiden sebagai kepala pemerintahan dan parlemen sebagai wakil rakyat hendaknya memiliki komitmen yang sangat kuat untuk menyelamatkan dan merealisasikan agenda reformasi di segala bidang guna mewujudkan negara yang modern, berdaulat dan bermartabat.
2. Gerakan unjuk rasa mahasiswa adalah murni untuk mengawal demokrasi dan menuntaskan agenda reformasi. Selebihnya para elit politik hendaknya tidak menunggangi kemurnian gerakan dan idealisme yang diaktualisasikan oleh para mahasiswa.
3. Dalam situasi apapun hendaknya penanganan unjuk rasa mahasiswa dilakukan dengan cara persuasif dan menghindari cara represif untuk menghindari timbulnya korban dan runtuhnya citra pemerintah di mata rakyat Indonesia serta dunia internasional.

4. Pemerintah dan parlemen diharapkan mengembangkan budaya dialog yang lebih intensif dengan para akademisi dan mahasiswa untuk mengekspresikan kehendak baik dalam merealisasikan berbagai agenda reformasi di berbagai bidang.

5. Pemerintah hendaknya kembali membangun komunikasi politik yang tidak menimbulkan keresahan dan kesimpangsiuran informasi dalam masyarakat melalui pengelolaan atau penyampaian satu pintu.(rilis)