Gubernur Sumbar Polisi, Dulu Dt Rangkayo Basa , Insya Allah Berikutnya Fakhrizal

oleh -4,211 views
oleh
4,211 views
Ketua PKB H Febby Dt Bangso saat jumpa Kapolda Sumbarbeberapa waktu lalu. (foto:.dok)

Catatan :

Febby Datuk Bangso ( Ketua DPW PKB Sumbar)

MANA mungkin publik Sumatera Barat memungkiri ketika nama Kapolda kita, Irjen. Pol. Drs. H. Fakhrizal, M.Hum menggema di ranah Minangkabau tacinto. Ia menjadi fakta cinta di relung hati masyarakat Sumatera Barat yang rindu kehadiran seorang pemimpin yang kharismatik, ramah, merakyat, gagah dan adil di ruang kebijaksanaan dalam kearifan Minangkabau.

Sekalipun sinyal terindikasi kedengkian politik yang seolah-olah berupaya menyentuh popularitasnya, namun sebaliknya justru Fakhrizal kian hari namnaya tumbuh mekar bak taman bunga di hati banyak orang.
Banyak memang putra-putri asal Sumatera Barat yang berprestasi dan namanya terukir indah dalam sejarah perjalanan Polisi Republik Indonesia. Antara lain; ada Jendral Awaluddin Djamin yang pernah menjabat Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dan Kombes.Pol (purn) Kaharuddin Datuk Rangkayo Basa.

Ya, seorang Fakhrizal mengigatkan kita pada Kaharuddin Datuk Rangkayo Basa– yang lahir di Maninjau, Agam, Sumatra Barat, 17 Januari 1906 – meninggal di Padang, Sumatra Barat, 1 April 1981 pada umur 75 tahun. Kaharuddin merupakan seorang anggota polisi Republik Indonesia dengan jabatan terakhir Kepala Kepolisian Sumatra Tengah. Dan kemudian Kaharuddin menjadi Gubernur Sumatra Barat yang pertama (1958-1965)—setelah provinsi Sumatra Tengah kemudian dimekarkan berdasarkan Undang-undang Darurat Republik Indonesia nomor 19 tahun 1957.

Setahu kita hanya Kaharuddin Datuk Rangkayo Basa yang menjadi gubernur Sumbar dengan latar belakang polisi. Datuk Rangkayo Basa pernah menduduki jabatan mulai dari Asisten Demang, Asisten Wedana Polisi, Kepala Polisi Padang Luar Kota, Kepala Polisi Keresidenan Riau, Kepala Polisi Kota Padang, Kepala Polisi Provinsi Sumatra Tengah dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatra Barat.

Kita ingat bahwa masa jadi Gubernur di Sumbar, Datuk Rangkayo Basa mengalami tekanan berat atas munculnya PRRI, satu sisi sebagai wakil bagi perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah dan pada sisi lain sebagai pemimpin pada kawasan wilayah yang masyarakatnya bergejolak atas ketidak-puasan kepada pemerintah pusat. Namun demikian, Datuk Rangkayo Basa bersikap bijaksana dan adil dalam kearifan. Hingga, ia tidak meninggalkan luka di hati orang kampungnya dan tetap setia pada Pemerintah Pusat.

Datuk Rangkayo Basa, gubernur yang berasal dari polisi yang disayang ninik mamak, ulama, cadiak pandai dan masyarakat kita. Tak ada sejarah yang menyebutkan, Datuk Rangkayo berselisih dengan kaum adat dan kaum agama. Ia adalah seorang “perangkul” massa sehingga namanya abadi di ruang dada masyarakat Sumbar dan tertulis indah di tinta emas sejarah kepemerintahan darrah Sumatera Barat.

Seorang Fakhrizal mengingatkan kita pada sosok Datuk Rangkayo Basa yang menjadi Gubernur pertama pasca pemekaran Sumatera Tengah menjadi Sumatera Barat. Sejarah menulis, Datuk Rangkayo Basa orangnya ‘santiang’—takah, tageh, tokoh dan kharismatik.

Ia polisi ninik mamak. Persis seperti Fakhrizal.

Hari demi hari, kita menyimak, memantau, membaca, melihat, memandang dan mendengar hawa politik Sumatera Barat terkini menyonsong Pilkada Gubernur nanti. Dalam pada itu, kita berkesimpulan, seorang Fakhrizal berpeluang besar memenangkan pertarungan Pilkada Sumbar. Itu berarti, Fakhrizal mengulang kembali sejarah masa jaya pemerintahan Sumatera Barat dalam jabatan Kaharuddin Datuk Rangkayo Basa yang berlatar seorang polisi.

Melihat situasi terkini dan mencermati Sumatera Barat ke depan, seorang Fakhrizal adalah sosok yang berpotensi besar membawa pembangunan Ranah Minang ke ruang-ruang keniscayaan pembangunan kita.

Sosoknya yang ‘humble’ dan ‘smart’ – sederhana dan merakyat, santun dan bijaksana, tegas tak melukai adalah figur yang sebenarnya sedang dinanti-nanti oleh ‘bumi’ Minangkabau nan balawik sati yang rantaunya batuah.

Ia akan sangat berpotensi menjadi perekat antara rantau dan kampuang halaman, antara rang rantau dan rang kampuang. Banyak kelebihan dan keutamaan dari Pak Kapolda kita ini. Ia memiliki link yang bagus dengan Pemerintah Pusat, apalagi di saat mana jabatan Menteri Dalam Negeri dijabat Pak Tito yang mantan Kapolri. Klop sudah !

Kita tak boleh melupakan sejarah. Bagaimanapun juga, fakta adalah fakta. Ia akan terus tercatat. Baik menjadi sesuatu yang manis maupun menjadi sesuatu yang pahit. Jumlah suara Jokowi-Maa’ruf yang hanya kurang 15 persen di Sumatera Barat adalah sebuah catatan kelat di “pusat”.

Tokoh yang menjadi Gubernur Sumatera Barat ke depan, haruslah sepantun dengan “obat” yang dapat menyembuhkan hati yang “di pusat”. Kalau tidak, niscaya; tak tertutup kemungkinan , kita akan terpapar dalam kesekaratan politik yang bisa saja membuat kita ‘melarat’.

Saya berpendapat, Fakhrizal adalah “obat” yang memberikan “kesembuhan” ekonomi, budaya, pariwisata, perdagangan, pendidikan dan pembangunan bidang spiritual atau agama.

Ia, orang surau yang paham kearifan lokal dalam tatanan kebudayaan kita.

Kalau saja beliau maju dari Parpol , besar kemungkinan PKB akan mendukung beliau . Kita terus memunculkan dan menggadangkan tokoh bakal calon gubernur agar setelah para calon bermunculan tentu akan banyak masukan yang akan kita terima , baik dari masyarakat langsung ataupun tokoh masyarakat. Sehingga masukan itu nantinya akan jadi pertimbangan dalam memutuskan siapa yang benar-benar pantas dan patut kita dukung.

Kepada Fakhrizal, dukungan dan harapan masyarakat sangat tinggi . Sekalipun beliau “dirembai-rembai” dan dicacar dalam nuansa yang terindikasi tendensius oleh sedikit gelintiran suara namun itu tak memengaruhi tingkat popularitas seorang Fakhrizal di hati masyarakat Sumbar.

Di mana-mana, gema dan gaung, kedatangan dan sambutan untuk Fakhrizal kian hangat dan semarak. Kita tak boleh mengingkari ini.  Mungkin saja, Fakhrizal sedang ‘didekati’ takdir karena aroma namanya kian hari kian harum.

Dalam hal ini PKB Sumbar terus memantau sepanjang hari siapa yang sesungguhnya bakal calon ini yang akan berlabuh. Kita butuh calon pemimpin yangg smart , simpatik , berani menanggung risiko dan yang terpenting ia berlaku dan berkelakuan baik.

Komunikasi politik yang dibangun PKB selama ini mulai dari Mulyadi (anggota DPR RI asal dapil 2 Sumbar) , hingga Shadiq Pasadiqoe (mantan Bupati Tanahdatar) , Nasrul Abit (Wagub Sumbar kini) dan Epiyardi Asda dan Mahyeldi (walikota Padang kini) hingga Pak Kapolda kita Fakhrizal, semuanya kita komunikasikan apa saja harapan yang tertumpang dari masyarakat untuk kemajuan Sumatera Barat ke depan.

Bila begitu, selamat menjaring dan menyaring calon gubernur nan di hati.

Bukittinggi 24 November 2019/Febby Datuk Bangso (analisa)