Harga Tak Stabil, Kehidupan Petani tak Semanis Jeruk Gunung Omeh

oleh -1,231 views
oleh
1,231 views
Anggota Fraksi PKS DPR RI Nevi Zuairina di areal Jesigo Limapuluh Kota, stabilkan harga jerul saat panen harus ada campur tangan pemerintah. (foto: dok/nzcenter)

Limapuluh Kota,—-Jeruk Gunjng Omeh menjadi komiditi primadona masyarakat di Kabupaten Limapuluh Kota, Saking manis dan supernya, konon di masa Presiden SBY, jeruk itu menjadi santapan saat rapat-rapat kabinet.

Menyadari potensi jeruk itu, Anggota DPR RI komisi VI, Hj. Nevi Zuairina saat mengunjungi daerah pemilihan di kebun Jeruk Gunung Omeh, Liampuluh Kota, Sumatera Barat, ternyata kondisi kehidupan petani di sana tidak semanis dan segurih jeruknya.

“Penyebabnya ketidak stabilan harga buah jeruk apagi di saat panen nyungsep tajam. Alhasil tak sesuai biaya produksi dengan hasil didapat setelah panen,”ujar Nevi Zuairina saat menerima pengaduan petani jeruk di Gunung Omeh Limapuluh Kota kemarin.

Parahnya kata Nevi, kondisi itu sampai kini belum ada jalan keluar untuk masalah harga buah ini.

“Terutama Jeruk di Gunung Omeh ketika panen melimpah sampai harga murah sekali. Meski ada koperasi yang berinisiasi membantu menstabilkan harga, tetapi tidak cukup kuat sehingga tidak signifikan untuk menemukan solusi di kalangan petani,”ujar Nevi Zuairina.

Politisi perempuan nasional PKS ini mengatakan, Gunung Omeh (gunung emas,-red), sebuah kecamatan yang berada di kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, mayoritas warganya industri skala rumah tangga. Dalam dunia usaha masuk pada kategori skala mikro atau kecil. Pendampingan dan bantuan pemerintah saat ini, belum signifikan mengentaskan para petani jeruk sebagai pelaku usaha UMKM untuk mendapatkan kesejahteraannya.

Nevi melanjutkan, Kecamatan Gunung Omeh terkenal sebagai penghasil Jeruk Siam Gunuang Omeh terkenal dengan sebutan Jesigo, seharusnya kata Nevi kondisi petani ini dapat menjadi inisiatif kearifan lokal yang dapat dikembangkan sehingga menjadi salah satu icon Indonesia dalam memproduksi produk hortikultura pada kategori buah jeruk.

Kecamatan Gunuang Omeh memiliki luas wilayah 156,54 km² dan terletak pada ketinggian 700-1100 mdpl ketika dikembangkan menjadi agrowisata yang baik, akan berpotensi menarik wisatawan untuk mencicipi produk buahnya sekaligus menikmati keindahan alamnya. Bahkan untuk Eduwisata bagi anak-anak sekolah, belajar bagaimana bercocok tanam jeruk hingga bagaimana mengolah sirup jeruk sendiri menjadi daya tarik yang baik untuk pendidikan.

“Pada tahun 2017 saja, produksi jeruk dari Gunung Omeh ini telah mencapai 24.600 ton. Dengan dukungan peternakan di antaranya sapi, kambing, kerbau, ayam kampung, dan itik, juga dapat dikembangkan saling bersinergi untuk mensuplai pupuk organiknya. Sehingga ada integrasi pertanian dan peternakan yang dapat membantu masyarakat meningkatkan kesejahteraannya,”jelas Nevi.

Legislator asal Sumatera Barat ini meminta kepada pemerintah pusat, agar semakin intensif bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengendalikan proses pasca panen produk hortikultura ini terutama jeruk.

“Stabilisasi harga akan terjadi kalau ada serapan signifikan pada saat panen. Serapan akan signifikan ketika industri pasca panen sudah baik yang berada pada lokasi produksi. Saya kira permasalahan petani di setiap daerah hampir sama ketika menghadapi masa panen. Jeruk di Gunung Omeh ini hanya salah satu contoh. Bahkan pekan lalu saya mendengar ada petani tomat di Probolinggo menghadapi panen tomat dengan harga 500 rupiah per kilogram. Kasian petani, sudah susah menanam akhirnya rugi,”ujarnya.

Campur tangan pemerintah untuk menstabilkan harga menurut Nevi akan memberi semangat petani untuk menanam yang dalam jangka panjang akan menekan angka impor produk pangan secara keseluruhan.(rilis: nzcenter)