Industri Obat Hulu RI Harus Diperkuat

oleh -442 views
oleh
442 views
Nevi Zuairina tantang industri farmasi ciptakan cepat vaksin covid-19 produk massal dan pasarkan di 2021 nanti, Senin 20/7 (foto: dok/ nzcenter)

Jakarta,—-Ketahanan Energi, Pangan dan Obat disebut Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina saat ini dan kedepan menjadi sangat strategis.

Menurut Anggota Fraksi PKS DPRI ini indistri itu harus tepat strategi untuk menggenjotnya.

”Kalau salah strategi pasti menimbulkan dampak berantai mulai dari krisis ekonomi, krisis politik hingga krisis kemanusiaan,”ujar Nevi Zuairima pada kunjungan kerja dalam rangka Reses Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2019-2020, 20 Juli 2020 Kemaren.

“NKRI harus berkejaran dengan waktu untuk ketahanan energi pangan dan obat, sekarang Indonesia masih impor Bahan Baku Obat 90-95 persen. Bangladesh saja yang negara kecil dengan jumlah penduduk juga relatif kecil dibanding Indonesia, telah memiliki 21 pabrik Bahan Baku Obat (BBO),” ujar Nevi pada relis persnya kepada media di Padang, Selasa 21/7.

Politisi Perempuan PKS ini menjelaskan, memperkuat industri hulu di bidang obat-obatan, Negara Indonesia diharapkan mampu menurunkan 40 persen impor Bahan Baku Obat.

”Kementerian Perindustrian mesti memberikan kontribusi dalam mewujudkan pabrik-pabrik baru bahan baku obat sebagai bukti keberpihakan pemerintah kepada negara pada bidang kesehatan,” ujarnya.

Nevi yang juga istri Gubernur Sumbar Irwan Peayitno itu melanjutkan, kemandirian dan berdaulat negara pada dunia kesehatan terutama obat-obatan, akan menghemat triliunan rupiah.

Karena menurut Nevi Berdasarakan catatan yang diterima, impor bidang farmasi 2017 tercatat mencapai 26.160 ton (US$665,53 juta). Kemudian meningkat di 2018 dengan nilai 28.720 ton (US$715,57 juta).

Nevi Zuairna menekankan bahwa, permasalahan obat di Indonesia bukan hanya pada kapasitas Indonesia untuk memproduksi bahan baku farmasi, akan tetapi kapasitas pengadaan bahan baku kimia atau biologis untuk proses sintesis dan juga purifikasi pada saat produksi bahan baku yang masih banyak yang bergantung pada impor.

“Angka ketergantungan impor bahan baku obat ini akibat tidak kuatnya industri kimia dasar di Indonesia. Kurangnya daya saing dan tingginya biaya dalam pengembangan industri kimia dasar menjadi faktor penyebabnya,”ujar Nevi.

Anggota DPR RI dari Dapil Sumbar 2 ini menambahkan, sejak bertahun-tahun, bahan farmasi Indonesia 90 persen masih impor dengan alasan tidak mudah untuk mengembangkan bahan baku obat. Butuh senyawa-senyawa kimia yang secara spek harus sintetis dan Spesifikasinya standard Obat.

“Kita terlalu terlena pada persoalan bahan baku obat ini. Bertahun-tahun perusahaan farmasi kita mendapatkan untung cukup besar seperti kimia farma mampu mendapat laba Rp Rp 491,56 miliar 2018. Kini semua perusahaan mengalami anjlok laba perusahaan bahkan ada yang rugi baru sadar bahwa industri hulu obat-obatan sangat penting mempertahankan industri farmasi kita,”ujar Nevi.

Legislator Indonesia iniSumatera menegaskan Kementerian Perindustrian, di hari-hari kedepan perlu serius berkontribusi BBO di hulu dan juga mengembangkan obat tradisional di mana Indonesia memiliki aneka ragam hayati sebagai negara tropis yang kaya akan Sumber Daya Alamnya. Kemandirian Bahan Baku Obat (BBO) harus menjadi visi kedepan selain kemandirian pangan dan energi.

“Jangan sampai kita kalah terus dengan negara luar pada persoalan obat ini. Sebagai gambaran ia mengatakan, Vaksin covid-19 dari sinovac China telah tiba di Indonesia untuk uji klinis ke 3 di Indonesia. Uji klinis 1 dan 2 telah dilakukan di negara China. Semua berharap uji klinis ini menghasilkan vaksin covid 19 dengan cepat,”ujrmya

“Bila negara kita mampu menyediakan bahan baku vaksin ini yang bila tidak ada halangan awal Januari 2021 akan diproduksi besar besaran untuk masyarakat Indonesia, kita tidak perlu impor sehingga selain wabah covid 19 ini cepat berlalu, Secara ekonomi Negara kita tetap bertahan,” tutup Nevi Zuairina menambahkan (rilis: nzcenter)