IPDN GELAR SEMINAR PILKADA, Berkualitas atau Tergantung Isi Tas

oleh -1,041 views
oleh
1,041 views
Anggora DPR RI Komisi IX Dapil Sulteng Anwar Hafidh menerima plakat dari Dekan Fakultas PP Dr. Muhadam Labolo disaksikan Prof Juanda dan Jose Rizal, M.Si.(foto: dok)

Jatinangor- Fakultas Politik Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) menggelar seminar bertajuk “Demokrasi Vs Korupsi : Pilkada Berkualitas atau Bergantung Isi Tas (Perspektif Pamong Praja)” yang bertempat di Aula Gedung Pascasarjana IPDN Jatinangor. 12/12.

Seminar menghadirkan pakar hukum tata negara IPDN, Prof. Dr. Juanda, SH, MH dan Anggota DPR RI Drs. Anwar Hafidh, M.Si sebagai narasumber serta moderator, pengajar IPDN Kampus Jakarta Jose Rizal, S.STP, M.Si dengan menghadirkan sejumlah praktisi pemerintahan, dosen, dan ratusan praja IPDN sebagai peserta.

Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Politik Pemerintahan IPDN, Dr. Muhadam Labolo, M.Si mengatakan bahwa tujuan digelarnya seminar tersebut guna menyikapi agenda Pilkada serentak 2020.

“Sudah rahasia umum kalau praktik Pilkada kita terkontaminasi praktik-praktik yang tak sehat. Para pemilih cenderung melihat sisi materil dari kandidat bukan lagi mencermati visi dan misi yang ditawarkan kandidat untuk memajukan daerahnya. Alhasil, Pilkada berbiaya mahal dan kandidat terpilih rupanya juga bermasalah atau terjerat kasus hukum.”ujar Muahmmad Labolo.

Profesor Juanda, di paparannya menjelaskan bahwa Pilkada bakal berkualitas bila ia berangkat dari nilai-nilai dasar, etika pemerintahan, dan filsafat Negara.

“Jadi Pilkada langsung dan tak langsung itu bukan masalah pokok. Kalau akan dikembalikan ke pemilihan oleh DPRD, maka yang harus dicerdaskan dulu adalah partai politiknya. Cerdas ini dalam artian berempati terhadap kepentingan rakyat. Kalau anggota Parpolnya cerdas, maka rakyatnya akan mudah pula untuk dicerdaskan,”ujar Prof Juanda.

Pendapat tak jauh berbeda dikemukakan Anggota DPR RI Dapil Sulteng, Anwar Hafidh yang pernah menjabat sebagai Bupati Morowali- Sulawesi Tengah dua periode.

“Saya menjadi bupati karena Pilkada Langsung di tahun 2007. Menurut saya, malah Pilkada Langsung itu banyak membawa manfaat dibandingkan mudaratnya. Di periode kedua, pasangan kepala daerah lain malah pecah kongsi sedangkan saya dan wakil saya tetap maju bersama lagi di periode kedua.”ujarnya.

Anwar yang merupakan alumni APDN Makasar angkatan terakhir itu lebih banyak memberikan pengalaman praktis selama menjadi bupati, “adik-adik praja, kalian itu memiliki ilmu pemerintahan, artinya sudah siap pakai untuk memimpin pemerintahan. Jadi harus ada keyakinan kalau suatu ketika harus tampil ke panggung politik, maka tanamkan tekad kita bisa dan yakin bahwa Allah yang menetukan segalanya. Kalau Allah katakan jadi, maka apapun halangannya kalian tetap memenangkan Pilkada,” jelas Anwar memotivasi para juniornya.

Secara garis besar, kesimpulan seminar disebutkan Moderator Jose Rizal, bahwa perlunya peningkatan syarat pendidikan bagi calon kepala daerah.

“Selain itu, hal pokok yang muncul yakni Pilkada berkualitas melalui Pilkada langsung atau tak langsung perlu penelitian secara komprehensif dan pembenahan regulasi. Para narasumber sependapat, bahwa sistem demokrasi kita hendaknya berpijak pada kearifan lokal yang telah ada dalam kultur masing-masing daerah di Indonesia. Kalau orang Jawa, mencari pimpinan berdasarkan bibit, bebet, bobot. Orang Makasar seperti yang diungkap Pak Anwar Hafidh yakni punya falsafah Macca Mapponggawa (pintar menjadi bawahan atau pintar menjadi atasan), Macca Riponggawa (pintar jadi atasan), Ponggawa Metoi (Memang dia berdarah pemimpin),”ujar Jose.

Dan di Sulawesi Tengah kata Jose Rizal dikenal istilah Nemaeka, ini nilai kearifan lokal yang menunjukkan pemimpin harus berani ambil risiko.

“Kalau di Minangkabau, di kampung saya, kriteria memilih pemimpin dilihat dari aspek Takah (Performance), Tageh (Kecakapan), dan Tokoh (ketokohan), hanya sekarang ditambah istilah Toke, yakni sponsor.” Kata Jose yang juga pernah bertarung Pilkada Kota Pariaman-Sumbar 2013 ini.(rilis)