Ironi dan Idealisme BUMD (tulisan 1)

oleh -534 views
oleh
534 views
Teddy Yantaria Riza (foto: dok)

Oleh : Teddy Yantaria Riza

Prolog

AWAL bulan ini penulis bertemu dengan sahabat yang memiliki idealisme dan berpegang teguh pada prinsip-pronsip etika sosial dalam hidup meskipun profesi kerja beliau sangat rentan terhadap pragmatisme materialistik.

Bahkan salah satu sahabat yang berprofesi sebagai hakim menyebut sambil bercanda bahwa sahabat tersebut dalam hidup memakai “kacamata kuda”, selalu berpandangan lurus ke depan.

Ketika kami diskusi kondisi sosial ekonomi masyarakat terkini, penulis menyampaikan bahwa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan solusi strategis pemerintah daerah untuk ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

Sahabat tersebut malah dengan nada sinis menyampaikan bahwa BUMD masih terindikasi sebagai alat politik kekuasaan di daerah dibandingkan sebagai motor sosial ekonomi masyarakat. Kalaupun ada BUMD yang menguntungkan itupun karena bahan baku produk yang gratis dan diawal pendirian sudah transformasi usaha dari kegiatan dinas perangkat daerah.

Tulisan ini disusun sebagai gambaran ringkas penjelasan dan diskusi penulis dengan sahabat tersebut hingga jam 1 dinihari saat itu. Semoga bisa menginspirasi dan bermanfaat kepada para pembaca yang budiman.

Tantangan BUMD

Paradigma bahwa BUMD (dahulu dikenal dengan Perusahaan Daerah/ Perusda-red), umumnya dikelola berdasarkan politik kekuasaan sehingga lebih banyak menjadi beban pembiayaan dibandingkan dukungan pendapatan asli daerah adalah asumsi sebahagian masyarakat.

Mulai dari pengangkatan para pejabat ditingkat organ yang terindikasi merupakan perwakilan dari pihak-pihak pendukung atau tim sukses, hingga penerimaan pegawai “titipan” pada saat seleksi pegawai.

Paradigma terutama pada tingkat masyarakat umum ini merupakan tantangan terberat bagi tata kelola BUMD yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.

Tantangan selanjutnya adalah pemahaman ditingkat organ dan para pihak pemangku kepentingan tata kelola BUMD serta oknum pejabat birokrasi pemerintah daerah yang masih belum bisa membedakan tujuan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan BUMD.

danya asumsi bahwa BUMD merugi karena masih “baru belajar” dianggap suatu kewajaran dibandingkan evaluasi dan audit terhadap proses normatif pendirian itu sendiri.

Namun sebaliknya terindikasi kebanggaan dari oknum pejabat tertentu jika ada BLUD yang diasumsikan menguntungkan dan menambah pendapatan daerah melebihi BUMD.

Masih banyak tantangan paradigma lama lainnya dari tata kelola BUMD bahkan salah satu implikasinya adalah proses pengajuan penyertaan modal BUMD di badan anggaran legislatif cenderung alot dan menguras energi para pihak pemangku kepentingan yang terkait.

Idealisme Tata Kelola BUMD

Berdasarkan PP 54 Tahun 2017 tentang BUMD, tata kelola perusahaan yang baik BUMD bertujuan untuk;

1. Mencapai tujuan BUMD;

2. Mengoptimalkan nilai BUMD agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional;

3. Mendorong pengelolaan BUMD secara profesional, efisien, dan efektif, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ BUMD;

4. Mendorong agar organ BUMD dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi diikuti kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta kesadaran tanggung-jawab sosial BUMD terhadap pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMD;

5. Meningkatkan konstribusi BUMD dalam perekonomian nasional; dan

6. Meningkatkan iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional.

Dari tujuan tata kelola sebagaimana amanat perundang-undangan di atas bisa dipahami bahwa idealisme keberadaan BUMD memiliki tanggung-jawab terhadap ketahanan ekonomi nasional berupa perekonomian, iklim usaha hingga investasi nasional.

(analisa/bersambung)