Kartini dan Belajar Islamnya

oleh -280 views
oleh
280 views
Wirdanengsih (dok)

Oleh: Wirdanengsih

(Dosen UNP & Ketua Aliansi Perempuan Peduli Indonesia kota Padang )

RA KARTINI lahir pada tanggal 28 Arabiul Akhir tahun Jawa 1808 pasnya 21 April 1879 di Jepara Jawa Tengah. Kartini terlahir dari kalangan kelas bangsawan Jawa,Priayi. Kartini anak dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang bupati Jepara. Kartini terlahir dari istri pertma Adipati Ario namun bukan istri utama. Ngasirah putri Namanya.

Kartini hidup dalam suasana perlakukan yang berbeda terhadap perempuan dengan laki laki. Umur 12 tahun Kartini sudah dipingit, dia hanya berteman dengan buku-buku dan surat korespodensi dengan sahabatnya.

Ini tergambar dalam surat 1 hal 31 yang bercerita tentang kesedihan hatinya bagai tangan dan kaki terikat, terbelenggu oleh adat dan kebiasaan masyarakat dan sulit untuk menetangnya. Kartini memiliki keinginan hati menjadi guru dan diluluskan oleh ayah sebagaimana ia ungkapkan dalam surat ke 11 hal 69 ; “ riang hati Ketika ayah yang didewa -dewakan menerima pikiran dan kehendaknya hatinya”

Penggalan cerita di atas mengungkapkan bahwa akhirnya hayatnya RA Kartini menjadi guru yang diperbolehkan oleh ayahnya, dia menjalankan peran pendidik agar perempuan perempuan di sekitarnya bisa menjadi orang mandiri.

Kartini hidup dalam sopan santun, tata krama dan adab Jawa, tergambar dalam surat ke 2 hal 32 yang mengungkapkan bahwa “ adat sopan orang jawa amat sukar baginya, dimana adiknya harus merangkak kalau berjalan di depan, dan mengedepankan kursi untuk dirinya di bandingkan adiknya” Ungkapkan ini menjelakan bahwa ada sikap untuk menghormati yang lebih tua .jadi kartini hidup dalam suasana jawa yang sangat kental.

Belajar Islamnya Kartini

Kartini tidak hanya menyuguhkan soal emansipasi wanita, namun Kartini memiliki pengalaman hidup terkait agama Islam. Awalnya Kartini memiliki pandangan yang sinis terhadap agama Islam. Kartini memiliki pandangan terhadap agama termasuk agama Islam, bahwa agama adalah hanya semacam warisan leluhur nenek moyang yang tidak membumi.

Kartini orang yang gelisah tentang ajaran Islam sebagaimana suaratnya kepada Stella 1899, “ Disini orang diajar membaca tapi tidak diajar untuk mengerti apa yang di baca, sama saja halnya ketika belajar buku banhasa Inggeris, harus hafal kata demi kata tetapi tidak satu patah kata pun yang dijelaskan kepadaku apa artinya dan maknanya.”

Kartini juga memiliki pengalaman tak menyenangkan dalam belajar membaca Al Quran, dia tidak mendapat jawaban yang jelas dan tuntas. Ketika beliau menanyakan satu maksud lafaz dalam kitab suci. Kartini juga beranggapan bahwa agama yang diajarkan manusia agar bisa dijadikan pedoman hidup, berlaku baik dan mencapai kebahagiaan yang abadi. Namun itu tidak akan tercapai kalau proses pengajarannya berjarak dan terbatas.

Sehingga Kartini memiliki keputuas asaan yang trungkap dalam suaratnya “tidak jadi orang saleh ngak apa -apa, asalkan jadi orang yang baik hati, begitukah Stella? Kegelisahan Kartini akan tradisi keagamaan di lingkunganya juga dia curahkan kepada J H. Abendenaon, seorang Menteri Kebudyaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda, yang kelak bagi H. Abendon dijasatukan dalam karya , habislah gelap, terbitlah terang.

Kartini memang terlahir dari keluarga priayi Jawa, memiliki pengalaman dalam proses belaajr mengajar termasuk belajar Islam.selama penbelajaran , dia mengalami kegelisahan dengan mengungkapkan melalui surat-surat kepada temannya di belanda. Dia mengatakan “ kenapa orang diajar membaca Al quran tetap tidak diberi tahu artinya dan maknanya, ini ibara belajar Bahasa inggris, di suruh menghafal kata demi kata tapi tidak satu pata katapun dijelaskan arti dan maknanya.”

Kartini memiliki kekecewaan Ketika belajar Al Quran, Ketika bertanya tentang satu lafaz dalam kitab suci namun dia tidak mendapatkan jawaban yang halus dan tuntas. Sehingga dia mengungkapkan dalam suratnya “ Agama diajarkan kepada manusia untuk dijadikan pedoman hidup, berprilaku baik sehingga memiliki kebahagiaan namun cita cita aakn sulit diraih jika pengajarannya menerapkan sistem yang berjarak dan terbatas.”

Namun Alhamdulillah kegelisahan Kartini terobati Ketika bertemu Kiai Sholeh Darat dimana sisnisme Kartini terhadap Islam menjadi gugur. Pertemuan itu terjadi ketika Kartini berkunjung kerumah pamannya, seorang bupati Demak Bernama Hadiningrat, dimana keluarga tersebut sedang mengadakan pengajian bulanan yang kebetulan pemceramahnya adalah KH Sholeh Darat ini. Kiai sholeh Darat merupakan ulama besar yang melahirkan tokoh besar Islam Di Indonesia termasuk pendiri NU K H Hasyim Asyari dan pendiri Muhamdiyah K H Ahmad Dahlan. Kartini terkesima atas penuturan kiai tentang makna surat Al Fatihah dengan dijelaskan dengan bahasa Jawa. Kartini berkata “ kiai , selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama dan induk Al Quran yang isinya begitu indah dan meresap ke lubuh hati yang dalam, dan aku heran mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran dalam Bahasa Jawa ,” ungkap Kartini kepada Kiai Sholeh.

Ini tertuang dalam artikel yang berjudul Kiai Soleh Darat Tafsir Faid Al Rahman dan Kartini Daalm junral Peningkatan Mutu Keilmuan dan Kepnedidikan Islam ( (2012) Hasil curhatan Kartinilah yang akhrnya membuat kiai Sholeh Darat mengalih bahasakan Al Quran ke dalam bahasa Jawa yang terkenal dengan Tafsir Faid Al Rahman Al a Kalam Malik Al -Adyan. (analisa)