Keanekaragaman Jenis dan Maraknya Peternakan Galo-galo di Sumbar

oleh -1,223 views
oleh
1,223 views
Kepala Desa dan warga Koto Baru Solok yang sangat antusias belajar tentang budidaya galo-galo bersama beberapa dosen pengabdi dari FMIPA UNAND dan STIKES Indonesia (kiri), Komunitas pembudidaya galo-galo Mutiara Alam yang baru saja terbentuk telah ikut berpartisipasi pada Festival Madu Sumatra Barat di Sawah Lunto Oktober lalu dengan kreasi toping koloni galo-galo (kanan)

Oleh: Henny Herwina

Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas, Ketua Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Sumatra Barat

LEBAH tanpa sengat (stingless bee) merupakan serangga sosial yang di Sumatra Barat disebut dengan galo-galo atau dikenal luas dengan sebutan kelulut di Indonesia maupun Malaysia.

Galo-galo semakin menarik perhatian banyak pihak beberapa tahun belakangan ini karena mampu menjadi produsen madu yang berkualitas mengimbangi produksi madu lebah bersengat yang telah lebih dahulu menguasai pasar madu.

Kecendrungan meningkatnya konsumsi madu pada masyarakat semakin terasa sejak pandemi Covid 19, seiring dengan semakin tingginya kesadaran untuk memperkuat ketahanan tubuh agar lebih terjaga dari kemungkinan serangan virus Corona maupun penyakit lainnya.

Madu galo-galo adalah salah satu bagian dari cadangan makanan bagi serangga sosial ini, yang disediakan bersamaan dengan cadangan bee polen (koleksi serbuk sari/polen) yang didapatkan oleh galo-galo pekerja dari berbagai tumbuhan berbunga yang berada di sekitar sarangnya. Galo-galo pekerja beraktifitas mengumpulkan nektar, serbuk sari (polen) dan resin dari tumbuhan untuk dibawa ke sarang sebagai makanan dan bahan pembangun sarang. Interaksinya dengan tumbuhan menyebabkan galo-galo berperan sangat penting dalam proses penyerbukan sehingga serangga ini dilaporkan sebagai penyerbuk yang sangat potensial, utamanya berpengaruh nyata bagi produktifitas lahan pertanian.

Galo-galo biasanya membuat sarang pada batang pohon berongga, di tanah maupun celah bebatuan, serta pada bagian tertentu dari bangunan yang terbuat dari kayu, tanah maupun batu. Sarang galo-galo (biasa juga disebut koloni galo-galo) merupakan tempat serangga ini untuk berlindung, menyimpan makanan dan bereproduksi. Morfologi atau bentuk fisik dari galo-galo yang lebih kecil dari lebah bersengat dan sengatnya yang sudah mereduksi sehingga aman untuk dipelihara pada lingkungan sekitar hunian membuat kelompok lebah ini menarik minat banyak pihak untuk beternak lebah di lingkungannya.

Dengan upaya tertentu, koloni alami lebah dapat diolah sedemikian rupa dan diberi kotak yang biasa disebut toping koloni. Perkembangan koloni galo-galo yang telah mencapai toping bisa diamati dan dipantau hingga dapat diketahui waktu yang tepat untuk pemanenan produk galo-galo berupa madu, bee polen, maupun propolis.
Keanekaragaman Galo-galo Tergolong Tinggi
Sumatra Barat berpotensi besar dalam pengembangan budidaya galo-galo (meliponiculture), salahsatunya karena memiliki keanekaragaman jenis yang tergolong tinggi.

Dari total 46 jenis lebah tanpa sengat yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia sesuai laporan Kahono dkk. pada tahun 2018, 24 jenis diantaranya telah dilaporkan terdapat di Sumatra menurut Salmah dkk., tahun 1990. Siti Salmah (80), Profesor Purnabakti dari Biologi Univesitas Andalas adalah peneliti galo-galo pertama di Indonesia yang melaporkan data taksonomi dan ekologi mengenai galo-galo berkolaborasi dengan Sakagami dkk. dari negeri matahari terbit. Herwina dkk.pada tahun 2021 ini melaporkan telah teridentifikasinya 18 jenis galo-galo yang ditemukan berada pada beberapa peternakan yang dicuplik melalui Ekspedisi Galo-galo 2019 pada berbagai wilayah di Sumatra Barat, antara lain Padang, Padang Panjang, Sijunjung, Sawahlunto, Damasraya, Batu Sangkar, Bukittinggi, Payakumbuh, Padang Pariaman dan Solok.

Beranekanya jenis galo-galo di Sumatra Barat erat kaitannya dengan kondisi lokasi peternakan. Untuk lokasi yang berdekatan dengan hutan jenis lebah yang diternakkan cendrung lebih banyak dan sebaliknya. Beberapa koloni yang hidup alami pada area pinggir hutan misalnya, akan ikut memperkaya jenis galo-galo yang hidup di lokasi peternakan tertentu. Rata- rata pada satu peternakan terdapat dua hingga tiga jenis galo-galo yang diternakkan. Jenis yang paling banyak di budidaya di Sumatra Barat adalah Heteriotrigona itama, galo-galo berukuran sedang dan berwarna hitam mulai dari kepala hingga ujung perutnya.H itama adalah jenis koloni galo-galo yang sangat aktif mencari sumber pakan sehingga madu, bee polen maupun propolis yang dihasilkan oleh koloni lebah ini cukup banyak.

Pada koloni produktif, dari satu koloni dapat dipanen sekitar 300 hingga 800 ml madu setiap bulannya, beberapa ratus gram bee polen dan propolis. H itama dapat kita temui di hampir semua peternak galo-galo Sumatra Barat.

Jenis galo-galo lainnya yang menjadi primadona peternak Sumatra Barat adalah Geniotrigona thoracica. Galo-galo dengan ukuran paling besar ini memiliki warna cendrung coklat, terutama di bagian dada. Setelah beradaptasi dengan lokasi tertentu, galo-galo pekerja jenis ini sangat aktif memanfaatkan nektar, serbuk sari dan resin dari berbagai jenis tumbuhan, baik itu bunga hias, pohon buah, tanaman pertanian maupun vegetasi dasar. Sesuai dengan ukuran tubuhnya, ukuran kantong berisi madu dan bee polen yang dibuat di koloninya juga paling besar dibandingkan dengan jenis lainnya sehinga setiap bulannya dapat dipanen kisaran 300 hingga 1 liter madu dari satu koloni. Jenis ini juga sangat bersahabat atau samasekali tidak merasa terganggu jika peternak memanen atau mengambil sebagian besar madu, bee polen maupun prololisnya.

Jenis galo-galo lainnya yang berada di lokasi Peternakan Di Sumatar Barat, adalah satu atau beberapa jenis galo-galo dari genus Tertagonula. Galo-galo jenis ini juga dijumpai pada tempat yang sudah ada kegiatan manusia, seperti pada bangunan perumahan, perkantoran, sekolah, pada pagar dan sebagainya.

Ada 8 jenis Tetragonula yang ditemukan di Sumatara Barat (Herwina dkk., 2021), namun yang familiar dengan peternak adalah T. laeviceps, T. fuscobalteata dan T. minangkabau. Ukuran tubuh galo-galo kelompok ini tergolong kecil, dengan panjang tubuh hingga kurang dari satu cm, terutama untuk jenis T fuscobalteata. Jumlah madu yang dapat dihasilkan perkoloni kelompok galo-galo ini lebih sedikit, bisa dibawah 100 ml setiap bulannya. Walaupun demikian, kemampuan mengembangkan koloni jenis ini sangat tinggi demikian juga dengan kemampuan mengakses tumbuhan berbunga berbagai ukuran karena ukuran tubuhnya yang kecil, sehingga tetap tergolong potensial dan produktif untuk diternakkan.

Kemampuan adaptasinya yang tinggi juga menyebabkan jenis ini lebih mudah untuk diperbanyak koloninya, baik dengan membuat perangkap di alam, maupun pemisahan bagian koloni untuk dikembangkan menjadi koloni baru dari satu koloni induk tertentu.

Minat Masyarakat untuk Beternak Galo-Galo dan Dukungan Pemerintah Semakin meluaskanya informasi dan teknologi untuk peternakan yang meliputi pemanfaatan lokasi dengan tumbuhan pakan yang cukup, potensi berbagai produk galo-galo berupa madu, bee polen dan prololis hingga peluang pasar yang cukup menjanjikan menyebabkan tingginya minat masyarakat untuk beternak galo-galo.

Harga madu galo-galopun cukup menjanjikan sehingga berpotensi untuk meningkatkan pendapatan dan perekonomian keluarga. Dari pengamatan penulis sejak melakukan Ekspedisi Galo-Galo bersama beberapa peneliti ke berbagai peternakan galo-galo di Sumatra Barat sejak awal tahun 2019 hingga kini, jumlah pembudidaya terus bertambah secara signifikan, dari puluhan peternak hingga menjadi ratusan yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota.

Pria maupun wanita, ibu rumah tangga, pekerja swasta hingga pegawai negeripun berpeluang dan memiliki minat yang sama kuatnya dalam upaya beternak galo-galo di Sumatra Barat. Komunikasi dan arahanpun bisa diberikan oleh peternak senior kepada pemula melalui komunitas peternak yang belakangan ini lebih mudah melakukan interaksi dan komunikasi dengan adanya group media sosial.

Bebarapa peneliti maupun penggiat galo-galo dari kalangan akademisi juga terlibat dalam berbagai diskusi dan kegiatan perlebahan di Sumatra Barat sehingga menghasikan forum tukar informasi yang produktif. Pemerintah Sumatra Barat melalui Dinas Kehutanan, Perguruan Tinggi hingga Gubernur sendiri ikut aktif mendorong perkembangan peternakan galo-galo di Sumatra Barat.

Gerakan Meminum Madu Asli (GEMMA) telah diluncurkan Gubernur Sumatra barat beberapa bulan berselang seiring dengan peluncuran bantuan koloni bagi beberapa kelompok tani hutan oleh Dinas Kehutanan Sumatra Barat. Semua perhatian dan dukungan pemerintah ini diharapkan memacu produksi maupun pemasaran produk galo-galo serta pemanfaatan berbagai produk dari peternakan galo-galo untuk meningkatkan kesehatan dan perekonomian masyarakat.

Kolaborasi dan Pendampingan

Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan madu, peluang pemasaran juga meningkat. Namun pada saat yang sama muncul pula beberapa kasus yang membuat publik bimbang akan keaslian madu, terutama setelah ditemukan adanya pihak-pihak yang tak bertanggung jawab dengan memproduksi madu palsu atau adanya produk madu yang dicampur dengan bahan lain semata untuk mengejar keutungan lebih tanpa memikirkan resiko buruknya bagi konsumen.

Berbagai tips dan trik untuk mengenali keaslian madupun bermunculan, terutama di media sosial, ada yang berdasarkan informasi logis namun tak sedikit pula info yang kurang berdasar. Untuk mengurangi keraguan konsumen akan keaslian madu dari peternakan lebah bersengat (jenis Apis cerana maupun Apis melifera), maupun dari pengumpul lebah hutan bersengat yang hanya mau bersarang di pohon tertentu pada kawasan hutan (jenis Apis dorsata), peternak atau pengumpul madu akan menyertakan beberapa informasi utama bagi calon pembeli, seperti memberikan informasi tentang lokasi peternakan atau lokasi koloni lebah serta membuat rekaman video saat panen atau pengoleksian madu dilakukan. Begitu pula halnya dengan peternakan galo-galo, informasi mengenai lokasi pembudidayaan, jenis lebah dan waktu pemanenan yang direkam dengan video dan adanya foto seolah sudah merupakan aturan tak tertulis yang harus disediakan dan siap diinfokan pada konsumen.

Maraknya budidaya galo-galo dengan lokasi sarang atau koloni yang bisa dikondisikan dapat berada di sekitar pemukiman memberikan peluang lebih bagi konsumen yang ingin melihat langsung kondisi koloni/sarang galo-galo, bagaimana vegetasi tumbuhan yang potensial sebagai pakan lebah di sekitar sarang bahkan ada peluang bagi calon pembeli untuk merasakan pengalaman memanen langsung madu dari sarang galo-galo dengan prosedur standar yang akan diarahkan oleh peternak lebah. Kondisi yang demikian diharapkan dapat menepis peluang adanya pencampuran kandungan madu dengan senyawa lain, bahkan menciptakan peluang baru untuk melayani pengunjung dengan pengalaman pemanen madu di koloninya, lalu dapat membawa pulang madunya.

Pengenalan jenis, pengalaman memanen dan upaya pengenalan tanaman pakan disekitarnya sebagai sumber pakan, secara tidak langsung dapat menjadi sarana edukasi bagi konsumen madu dan pada gilirannya, dengan sedikit pengembangan layanan berpotensi pula sebagai salah satu daya tarik ekoeduwisata di lokasi tertentu. Beberapa peternak di Kota Sawaluunto misalnya melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah melalui dinas terkait, telah menggunakan galo-galo sebagai salahsatu daya tarik bagi pengunjung Taman Buah Kandi.

Kerjasama peternak dan pemerintah di Sawah Lunto ini terus berlanjut hingga terlaksana pula Festival Madu Sumatra Barat pada akhir Oktober lalu. Lomba madu kemasan, lomba kreasi toping dan seminar ilmiah juga digelar pada Festival Madu yang dihadiri peternak dari berbagai penjuru Sumatra Barat. Kegiatan ini sangat positif karena dapat menjadi ajang silaturahim bagi peternak, ajang promosi bagi pemasaran produk serta merupakan ajang sosialisasi-edukasi bagi masyarakat yang terus menunjukkan minat untuk beternak galo-galo.

Pada kesempatan ini salah satu komunitas peternak pemula dari Koto Baru Solok ikut berpartisipasi dalam ajang lomba, walaupun baru mendapat pendampingan cara beternak galo-galo sebulan sebelumnya dari beberapa dosen pengabdi dari Jurusan Biologi FMIPA UNAND dan STIKES Indonesia serta dukungan dari Koperasi Mandiri dan Merdeka (KMDM) Padang yang juga memasarkan produk UMKM dengan produk madu melalui toko onlinenya pasarrabutani.com (anilisa).