Keresahan Prilaku Penyimpangan Seksual, PADANDiluncurkan

oleh -649 views
oleh
649 views
PADAN hadir solusi untuk ramah tangani prilaku seks menyimpang atau orang terpapar HIV/AIDS diluncukan Sabtu 18/2-2023 di Bukittinggi. (dok)

Bukittinggi,— Berbagai gangguan kesehatan fisik dan mental dan sosial yang serius di Sumatera Barat, terkait dengan penyimpangan perilaku belakangan ini makin memprihatinkan sejumlah anak nagari, baik yang merantau maupun yang bermukim di kampung halaman.

Tidak kurang dari awal terdeteksi kasus HIV/AIDS di Sumatera Barat tahun 1990an, berbagai pihak baik pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil telah menangani masalah ini, namun masalah terus merangkak naik.

Korban yang tak terdeteksi, apalagi tertangani makin banyak. Gambaran peningkatan korban ini didapat dari keadaan ini sudah jadi “rahasia umum.” Kerisauan ini menggerakkan sejumlah orang yang kemudian menyiapkan wadah tempat menghimpun dan mengelola modal sosial untuk turut serta, menambah ikhtiar yang sudah ada, untuk mengatasi keadaan.

“Wadah ini berbentuk perkumpulan, yang diberi nama Paduli Anak Nagari, selanjutnya disebut PADAN,” ujar tokoh Perkumpulaan ini feti Irawan Tan Ganto, Kamis 18/2-2023 kepada media di Padang.

PADAN diluncurkan Sabtu itu akan dihadiri oleh Gubernur Sumbar Mahyeldi, Walikota Bukittinggi Erman Safar, Walikota Padang Panjang Fadly Amran dan Bupati Agam Andri Warman serta Forkompimda Kota Bukittinggi. Selain itu hadir juga LKAAM, MUI, Bundo Kanduang, Guru dan siswa SMA, SLTP serta lembaga-lembaga masyarakat lainnya.

“Pemantik dialog dalam acara peluncuran PADAN, Fitri Effendi, M.Psikolog,
dr. Rezky Khainidar, Khairul Anwar Tan Rajo dari aktifis LSM,” ujar Tan Ganto.

Tan Ganto menceritakan wacana untuk membentuk suatu perkumpulan terbentuk dalam waktu yang sangat singkat , sejak pertemuan daring awal Januari 2023.

Pada 2 kali pertemuan daring saja peserta makin banyak. Dalam pertemuan-pertemuan itu desakan untuk segera berbuat bagi anak nagari makin kencang.

“Desakan itui, pada awal Februari 2023 direspon dengan membentuk perkumpulan dengan nama Paduli Anak Nagari (PADAN).
Anggota sangat beragam usia dan pengalaman hidup serta domisili; antara lain tokoh adat, tokoh agama, cendekiawan, pejabat di pemerintah daerah, pensiunan, akademisi, peneliti, pegiat sosial, anggota lembaga adat, Bundo Kanduang, kepala sekolah, guru, psikolog, dokter, dan berbagai profesi lain,”ujar Tan Ganto nama beken Feri Irawan.

Melalui beberapa kali pertemuan daring dan luring, masalah-masalah yang menjadi latar belakang dan akibat penyimpangan perilaku dibicarakan.

Pembicaraan ini menghasil rancangan program PADAN, sebagai pedoman respon PADAN terhadap kebutuhan yang ada, dan kemampuan awal yang ada dari perkumpulan saat ini.

“PADAN telah mempunyai sekretariat di kawasan Aur Kuning, berasal dari donasi salah seorang anggota , yakni DR. Andi Prawira. Sekretariat ini juga dipersiapkan untuk menjadi tempat layanan bantuan,” ujar Tan Ganto.

Secara umum PADAN kata Tan Ganto bertujuan untuk menghimpun dan mengelola berbagai sumberdaya yang ada dilingkungan pribadi dan jaringan anggota perkumpulan, untuk kerja-kerja yang bertujuan untuk :

1. Meningkatkan literasi masyarakat menyangkut penyimpangan perilaku seksual ; sehingga mampu mengenali secara dini dan berespon secara tepat.

2. Merintis layanan konsultasi individu, keluarga maupun kelompok

3. Melakukan advokasi kebijakan yang diperlukan untuk mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanganan

“Bentuk-bentuk kegiatan secara terperinci akan disampaikan pada dialog hari Sabtu 18/2-2023. Acara dilaksanakan secara daring dan luring, melalui kanal resmi YouTube PADAN, akun Instagram PADAN dan akun Facebook PADAN,” ujar Tan Ganto menginfokan.

Dari investasi masalah dihimpun PADAN, ternyata data penyimpangan perilaku yang akurat sangat sulit diperoleh, namun sejauh yang dapat diketahui dapat ditafsirkan bahwa dalam kenyataan dipastikan jauh lebih banyak.

“Karena mereka yang menderita sakit (fisik maupun psikis) tidak semua mencari layanan pengobatan. Bahkan banyak juga yang tidak tahu menahu bahwa dirinya membawa penyakit, sebagai host kuman ataupun virus, tapi tanpa gejala,” ujar Tan Ganto.

Berbagai data kasus HIV/AIDS sudah muncul di media-media yang terpercaya. Sebagai penguat gambaran keadaan yang mengkhawatirkan ini.

“Kami sampaikan informasi dari sumber yang terpercaya bahwa setidaknya terjadi pertambahan 10 kasus baru per bulan. Berdasarkan yang datang untuk mendapatkan pengobatan. Mengikuti cara memperkirakan jumlah yang mendekati nyata, maka kasus yang muncul dikalikan 100,”ukar Tan Ganto.

Data ODHA, Orang Dengan HIV/AID terutama berasal dari LSL dan PSK yang berobat. kata Tan Ganto mencermati pola perilaku kaum muda dan pola kehidupan (termasuk tempat tinggal kalangan muda), maka tidak berlebihan untuk memikirkan cara mendeteksi kasus HIV di kalangan remaja usia sekolah dan kuliah.

Sebagaimana dilansir pihak Dinas Kesehatan Sumatera Barat, bahwa ibu rumahtangga dan para siswa (dan mahasiswa) termasuk kelompok beresiko. Beresiko menghadapi masalah kesehatan fisik, mental dan sosial, dalam berbagai tampilan masalah.

“Itu kita kutip di https://sumbar.jpnn.com/sumbar-terkini/1769/sekitar-8976-masyarakat-sumbar-tertular-hiv-sekolah-dan-pesantren-disebut-sebagai-yang-berisiko?page=2, ” ujar Tan Ganto.

Nah, jika berita di atas menyebut lembaga pendidikan, hendaklah semua pihak bijaksana melihatnya.

“Bukan lembaga itu dituding buruk tapi diperlukan pengelolaan yang lebih baik agar para siswa, yang tergolong berjihad mencari ilmu, terlindungi dengan pengeloaan yang lebih tepat menghadapi tantangan keadaan masa kini. Kiranya kita tak perlu lagi data lebih jauh untuk memahami bahwa keadaan “tidak baik-baik saja,” dan tidaklah berlebihan jika kita dorong banyak pihak untuk aktif ambil peran, dengan cara yang tepat, untuk merespon keadaan ini,”ujar Tan Ganto.

Sejauh ini, tanggapan yang menonjol di tengah masyarakat adalah kemarahan terhadap para pelaku penyimpangan.

Perhatian dan kepedulian masyarakat masih sangat rendah dibanding kerisauan bahwa kerabat mereka akan jadi objek/korban perlakuan menyimpang.

“Maaf, sebagian besar masih melihat perilaku ini sebagai aib, sehingga jika ada di antara kerabat yang menyimpang, bahkan menjadi korban, maka akan ditutupi. Sikap menutupi ini secara tak langsung menguntungkan pelaku karena tidak ditindak dan terhadap korban menjadi penganiayaan tambahan, karena penderitaannya diabaikan,”ujar Tan Ganto.

Harga dirinya tercabik-cabik. Sebagian korban yang mengalami kejadian traumatik ini, dapat mengalami gangguan kesehatan mental serius hingga bunuh diri (kecemasan, depresi, dll) dan kondisi patologis kejiwaannya dapat menjadikannya pelaku berikut.

“Resiko lainnya yang sangat potensial terhadap korban adalah tertular penyakit
Hambatan penanganan terhadap pelaku bisa terjadi karena keluarga korban tidak bersedia pelaku diproses, menghindari masalahnya diketahui oleh lingkungan dekat mapupun masyarakat. Bahkan diselesaikan dengan cara ‘damai.’ Cara damai ini sangat menyakiti korban, karena penderitaannya diabaikan,”ujarnya.(rls)