Keterbukaan Informasi Publik, Jurnalis Harus Tahu Pasti

oleh -628 views
oleh
628 views
Ketua FJKIP Sumbar Gusriyono nyatakan UU Pers dan UU KIP bak dua sisi mata uang, Rabu 2/9 di Padang. (foto: dok)

Padang,—-Forum Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik (FJKIP) Sumbar pastikan kalau soal UU 14 tahun 2008, wartawan harus tahu pasti.

”Semangat UU Pers dan UU 14 Tahun 2008 tentang Ketebukaan Informasi Publik itu sama yakni kontrol sosial, dua UU ini bak dua sisi mata uang,”ujar Ketua FJ-KIP Sumbar Guriyono, Rabu 2/9 di Padang.

Sehingga itu agar selalu bersinergis kedua UU tersebug jurnalis harus memiliki pemahaman dan memiliki wawasan terkait keterbukaan informasi publik.

“Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) justru menjadi penguatan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dan jurnalis harus paham dengan prinsip keterbukaan informasi publik dan harus ada secara berkala updating pers terhadap UU 14 Tahun 2008 tersebut,” ujar Gusriyono di Padang sore tadi.

Setidaknya, lanjut Gusriyono, secara prinsip jurnalis harus khatam tentang mana saja informasi yang wajib dibuka oleh badan publik, dan apa saja informasi yang dikecualikan, di samping komponen lainnya dalam UU KIP.

“Kalau jurnalis sudah memahami secara detail informasi yang wajib dibuka dan dikecualikan itu, tentu tidak ada lagi jurnalis atau wartawan yang ‘memburangsang’ ketika pejabat tidak mau memberikan informasi, yang mungkin saja termasuk informasi yang dikecualikan,” paparnya.

Tidak hanya itu, ujar Pimred www.inioke.com, agar media terhindar atas salah kaprah mengartikan keterbukaan informasi. Seperti kasus yang terjadi di UNP, di mana sebuah media minta prediket informatif dicabut dari universitas tersebut.

“Jika jurnalis atau media memahami predikat informatif tersebut tidak serta merta bisa dicabut. Soal permohonan informasi ada prosedur diatur oleh regulasi  UU 14/2008 dan Perki 1/ 2010 tentang standar layanan informasi publik yakninada permohonan informasi ada keberatan informasi dan ada sidang sengketa informasinya. Intinya tidak semua informasi terbuka tapi setiap badan publik, pejabat yang program dan kegiatannya dibiayai APBN maupun APBD maka informasinya wajib dibuka,” ungkapnya.

Salah satu cara untuk meningkatkan pemahaman jurnalis terkait keterbukaan informasi tersebut, tukasnya, melalui workshop dan studi tiru ke kota-kota yang informatif dan terbaik dalam pelayanan informasi, termasuk akses teknologinya.

“Hal ini yang kita minta kepada Komisi Informasi Sumbar sebagai mitra FJKIP untuk memfasilitasinya. Apalagi saat pandemi ini, pemahaman jurnalis tentang informasi yang harus dibuka dan dikecualikan tentu sangat penting sekali,” tandasnya.

Ketua KI Sumbar, Nofal Wiska, di tempat terpisah mengatakan, penguatan FJKIP sebagai mitra Komisi Informasi Sumbar adalah salah satu program prioritas. Karena KI menyadari tugas memasifkan keterbukaan informasi merupakan bagian dari kerja jurnalis. Selama ini Komisi Informasi sangat terbantu dengan FJKIP.

“Saat ini anggaran workshop dan studi tiru FJKIP sudah dimasukkan dalam Pengajuan APBD Perubahan, mudah mudahan Pemprov dan DPRD Sumbar menyetujui program ini,”ujarnya. (rilis: fjkip)