Oleh: Anugerah Putri
Mahasiswa Ilmu Politik UNAND
PEMILIHAN kepala daerah (Pilkada) secara langsung dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk nyata pelaksanaan otonomi daerah perlu keterlibatan semua komponen mulai dari masyarakat termasuk perempuan.
Pilkada merupakan kesempatan emas untuk memperjuangkan keterwakilan perempuan di daerah. Perempuan sebaiknya terlibat dalam tiap-tiap pilkada.
Ada banyak perempuan yang terlibat sebagai calon kepala daerah atau peserta, pengurus partai politik pengusung calon, ketua tim pemenangan calon. Hal itu menunjukkan bahwa peran dan eksistensi perempuan di pilkada tidak berbeda jauh dengan kaum adam. Meski berbeda dari sisi jenis kelamin dan fisik, namun peran pempuan dalam pemilihan kepala daerah tidak bisa disepelekan.
Partisipasi politik perempuan merupakan suatu hal yang penting demi tercapainya kesetaraan gender di bidang politik. Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia sendiri tidak ada batasan mengenai partisipasi dan keterwakilan politik perempuan dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, keterlibatan perempuan dalam kehidupan publik telah meningkat namun sayangnya partisipasi dan keterwakilan mereka di lembaga legislatif tingkat nasional maupun provinsi, dan di seluruh lembaga pemerintahan masih rendah.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sri Nuryanti, menilai keterwakilan perempuan dalam Pilkada Serentak 2020 masih terbilang sedikit dibanding laki-laki. Ada sekitar 10,6 persen calon kepala daerah perempuan. Keterwakilan perempuan dan politik keikutsertaan perempuan menjadi peserta pilkada itu masih jauh dari laki-laki.
Faktor-faktor penghalang rendahnya keterwakilan perempuan dalam politik:
• Budaya patriarki menjadi salah satu faktor penghalang untuk aktualisasi perempuan sebagai pengambil kebijakan pembangunan bangsa ini. Budaya patriarki menggambarkan tingginya dominasi laki-laki yang tidak memberikan kesampatan pada perempuan. Budaya ini menganggap perempuan lemah dan lebih memposisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga
• masih rendahnya kualitas perempuan baik itu di bidang politik maupun bidang sosial, seperti dalam bidang ekonomi. Seperti kita ketahui bahwa kebanyakan perempuan belum terlalu memahami dunia politik, mereka terjun di dunia politik tanpa bekal yang memadai, hal itu yang kemudian menjadikan kualitas perempuan masih rendah.
Keterwakilan perempuan dalam politik sangat penting untuk mengurangi angka Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia yang saat ini masih 0,421, berdasarkan data BPS.
Selain itu agar kepentingan perempuan semakin terakomodasi dalam kebijakan, misalnya terkait penciptaan lapangan kerja dan perlindungan dari kekerasan seksual. Untuk dapat merealisasikan kesetaraan gender dalam politik, peraturan pemilu perlu semakin mengafirmasi perempuan. Bukan hanya pada partisipasi di Pileg, tapi juga Pilkada. Begitu juga perlu afirmasi pendanaan bagi pemberdayaan politik perempuan di partai.(analisa)