Ketika Keterbukaan Informasi Menjadi ‘Hantu’ Bagi Pejabat Publik

oleh -114 views
oleh
114 views
Adrian Tuswandi, SH Komisioner KI Sumbar.(doc/grp)

Padang— Ada beberapa pejabat publik yang mengelola anggaran negara alergi terhadap istilah keterbukaan informasi publik, kenapa? Karena mereka menganggap hal itu sesuatu yang tidak perlu di usik karena menjadi ranah tersendiri bagi mereka.

Sehingga Undang Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), menjadi ‘hantu’ pejabat publik tersebut. Karena, di UU KIP, semua penggunaan anggaran harus terbuka untuk publik.

“Di UU No. 14/2008, jelas dan tegas menyampaikan bahwa semua anggaran yang dikelola oleh badan publik harus terbuka dan transparan. Tidak oleh ada yang ditutup-tutupi. Publik berhak untuk tahu selagi anggaran itu bersumber dari APBD atau APBN,” ungkap Adrian Tuswandi, Komisioner Komisi Informasi Sumbar yang jadi narasumber Bimbingan Teknis (Bimtek) Jurnalistik yang digelar Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik (Dinas Kominfotik) Sumbar.

Bimtek yang dimoderatori oleh Ketua FWP-SB, Novrianto Ucok, mengangkat tema ‘Melalui Bimbingan Teknis Ini Kita Wujudkan Jurnalis yang Teraktual dan Berkualitas”.
Dikatakan Adrian, keterbukaan dan transparansi inilah yang sering ditakuti oleh pimpinan badan publik. Karena itu, dengan UU No. 14/2008, mereka harus mengelola anggarannya secara transparan dan malah kalau perlu diumumkan ke publik.

“Keterbukaan inilah yang jadi momok. Walau sebenarnya, keterbukaan informasi itu bertujuan untuk pengelolaan keuangan negara dengan baik dan benar. Tidak transparan, berarti ada apa apanya,” ungkap Toad, sapaan akrab Adrian. (ms/ki-sb)