KI Jogja Soal Sinegis Pers Mesti Belajar ke Sumbar

oleh -239 views
oleh
239 views
Dewi Amanatun mantan komisioner dua periode KI Yogyakarta menegaskan disahkan Perda Keterbukaan kunci masivenya keterbukaan informasi publik, Kamis 4 November 2020 di Yogyakarta. (foto: dok/ppid-kisb)

Yogjakarta,—Ketua Komisi Informasi (KI) DI Yogyakarta Hasyim mengaku kalau soal sinergisitas pers, KI Yogyakarta mesti belajar ke Sumbar.

“Kami periode ke tiga dan komisionernya baru semua dilantik Desember 2019 lalu. Tapi setahun ini kami mengikuti di group whastapp KI se Indonesia, tentang KI Sumbar berkolaborasi menguatkan keterbukaan informasi publik dengan pers,”ujar Hasyim saat menerima peserta studi tiru Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik Sumbar Kamis 5 November 2020 dengan penerapan standar protokol kesehatan.

Sedangkan Ketua KI Sumbar Nofal Wska mengatakan studi tiru jurnalis ini bagian dari program workshop keterbukaan informasi publik.

“Kita kesini saling sharing apa yang baik di Yogyakarta dalan memperkuat keterbukaan informasi publik tentu menjadi masukn bagi KI Sumbar untuk diaplikasikan di Sumbar,”ujar Nofal.

Studi Tiru Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik kata Nofal adalah program tahunan KI Sumbar dan KI Yogyakata adalah kegiatan tahun kedua.

“Ini bagian dari upgrading keharmonisan KI sebagai lembaga pengawal keterbukaan dengan jurnalis yang bak dua sisi mata uang untuk memasivekan keterbukaan informasi publik,”ujar Nofal didamping wakil ketua KI Sumbar Adrian Tuswandi, Tanti Endang Lestari (Komisioner Kelembagaan), Arif Yumardi (Komisioner PSI) Indra Sukma (Kabid IKP Kominfo Sumbar) Defi Astika (Sekreatris KI Sumbar) bersama 25 jurnalis peserta workshop keterbukaan informasi publik.

Menurut Komisioner KI Yogyakarta yang mengawaki kelembagaan, Rudy Nurhandoko
untuk Monev ada perubahan dibandingkn Monev di Sumbar.

“Kita tidak mencari terbaik tapi mengedepankan potret aplikasi keterbukaan informasi publik di semua badan publok dalam klaster penilaian. Jadi semua badan publik yang menjadi konstetas Monev itu diberikan penilaiannya dan juga dilakukan akses informais lewat email kepada semua badan publik,”ujar Rudy Nurhandoko.

Sedangkan Komisioner membidangi PSI Erniati lebih mengedepankan edukasi dalam penanganan sengketa informasi publik.

“Ada stigma menahun di masyarakat soal sengketa itu seperti momok, sehingga kita lebih mengedepankn edukasi baik ke publik maupun ke badann publik,”ujar Erni.

Ngobrol sebagai sharing di audiensi KI Yogyakarta-Sumbar makin sarat makna karena hadir mantan komisioner KI Yogyakarta dua periode Dewi Amanatun yang termasuk founder penguatan keterbukaan informasi publik di Yogyakarta.

“Untuk Provinsi Yogyakarta terus berbenah sejak 10 tahun terkahir ini, termasuk mempersiapkan Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik di Yogyakarta, semoga saja pembahasannya bisa selesai tahun ini,”ujar Dewi Amanatun.

Menurut Amanatun keinginan publik untuk tahu soal anggaran baik APBD maupun dana keisitimewaan Yogyakarta.

“DPRD Yogyakarta cukup paham bahwa itu hak publik, sehingga punya semangat untuk melahirkan Perda Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik,”ujar Dewi.

Yang pasti kata Dewi, untuk Sultan semangat keterbukaan informasi publik tidak perlu diragukan, aplikasinya masih dalam belutan birokrasi beda kultur dalam pemerintahan karena Gubernur di sini juga Raja ada sinuwun dan ada sturiktur lainya,”ujar Dewi.

Ada dilematis kata Dewi dan itu bisa juga terjadi di provinsi lain katika badan publik soal ketebrukaan informasi masih lips service.

“Cuma mengedepankan melayani belum memberi ruang untuk membuka akses terkait informasi yang diatur oleh UU 14 Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Padahal sebelum ada UU itu Yogyakarya sudah punya geray informasi publik dengan banyak aplikasi yang memberikan kenyamanan siapa saja ingin tahu a-z Yogyakarta,”ujarnya.

Kuncinya ya itu tadi kata Dewi Amanatun Ranperda Keterbukaan Informasi Publik.

“Aalanya September sah tapi karena kondisi dan situasi dipending, semoga tahun ini bisa diahkan,”ujar Dewi.
(rilis: ppid-kisb/ms)