Jakarta,— Heboh soal Calon Tunggal atau Pilkada Kotak kosong terus merambah ranah dialektika publik Indonesia, termasuk viral ajakan coblos koyak kosong .
Solusi kondisi demokrasi terkini di Indonesia itu, Anggota komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bisa menghindari terjadinya fenomena calon tunggal kepala daerah melawan kotak kosong.
Itu diungkap Guspardi Gaus dalam merespons banyaknya calon tunggal yang berkompetisi dengan kotak kosong di Pilkada 2024.
“Kotak kosong muncul ketika hanya ada satu pasangan calon kepala daerah yang maju dalam pemilu. Ini bukan berarti kotak suara yang kosong. Namun di dalam surat suara terdapat 2 pilihan, gambar calon yang maju dan gambar kotak kosong. Pemilih dapat memilih opsi gambar kotak kosong apabila tidak ingin memilih satu-satunya pasangan calon yang maju,” sebut Guspardi saat dimintai keterangan, Senin 9/9-2024.
Munculnya calon tunggal itu disebabkan karena regulasi memungkinkan hal itu. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/2024 yang ditindaklanjuti dengan Peraturan KPU No 10/2024 yang menurunkan ambang batas surat suara sah pencalonan kepala daerah dari partai politik dan gabungan partai politik telah mengubah pola dan relasi koalisi partai politik.
“Meski demikian, masih banyak daerah di Indonesia yang hanya diikuti oleh calon Tunggal,”ujar Politisi PAN ini.
Legislator asal Sumatera Barat itupun menilai fenomena kotak kosong dapat membuat perhelatan pilkada hanya akan menjadi semacam “formalitas” bagi masyarakat.
Untuk memunculkan lebih banyak kandidat harus ada regulasi yang mengatur untuk menutup kemungkinan calon Tunggal.
Misalnya aturan yang mengatur bahwa calon kepala daerah harus minimal dua pasangan calon, atau menentukan ambang batas (threshold) maksimal pencalonan kepala daerah yang akan menutup kesempatan memborong partai politik oleh calon.
Kemudian kata Guspardi parpol dilarang membentuk koalisi besar yang menyebabkan partai politik yang lain kehilangan kesempatan dalam memenuhi ambang batas pencalonan dan lain sebagainya.
Diakuinya, memang ada upaya dari KPU untuk menghindari adanya calon tunggal dengan membuka kesempatan perpanjangan masa pendaftaran calon.
“Namun hingga akhir masa perpanjangan di 43 daerah bercalon tunggal sampai Rabu (4/9/2024), kandidat baru hanya muncul di dua daerah. Sehingga masyarakat di 41 daerah masih akan dihadapkan pada pilihan calon tunggal atau kotak/kolom kosong di Pemilihan Kepala Daerah 2024,” tutur Pak Gaus ini
Oleh karena kedepannya pilkada serentak diikuti calon tunggal, maka revisi UU pilkada memang harus dilakukan secara rigid.
Selain merevisi UU Pilkada, menguatkan partai politik, edukasi politik kepada publik untuk mendorong kandidat untuk ikut ber kontestasi dalam pilkada juga harus terus di dikembangkan.
“Memilih kotak kosong tetap merupakan hak para pemilih yang merasa tak cocok dengan paslon yang disodorkan. Hanya saja, ruang demokrasi yang sehat semestinya memungkinkan ada lebih banyak pasangan calon yang bisa adu program dan masyarakat juga mempunyai pilihan yang lebih beragam untuk menentukan pilihan kepada calon dikehendaki yang akan memimpin daerahnya masing-masing,”pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.(faj)