Kreatiflah di Tengah Pandemi, Menengok Pemuda Budidayakan Galo-Galo

oleh -620 views
oleh
620 views
Yance (doc)

Oleh : Yance Andrianus

Ketua Kelompok Tani Hutan Trigona Mandiri

PANDEMI covid 19 yang melanda hampir dua tahun memberi pengaruh yang sangat besar pada berbagai sendi kehidupan. Impresitas tersebut terjadi pada aspek kehidupan sosial, budaya, agama, ekonomi, pendidikan, hukum, politik maupun geopolitik.

Pandemi yang terjadi telah menciptakan kesemrawutan disegala aspek kehidupan baik secara lokal, nasional maupun secara global.

Pada aspek sosial misalnya masyarakat tidak lagi memiliki keleluasaan dalam berinteraksi dengan sesama akibat adanya berbagai pembatasan kegiatan masyarakat sebagai tindakan protektif pemerintah kepada masyarakat serta bentuk konkrit memintasi penyebaran virus corona. Sementara itu dari aspek ekonomi, yang mana kegiatan ekonomi merupakan kebutuhan esensial bagi keberlangsungan hidup masyarakat juga mengalami kesemrawutan yang luar biasa, di mana masyarakat tidak dapat melakukan aktifitas ekonomi seperti biasanya.

Ini mengakibatkan kepailitan pada masyarakat serta tak jarang menimbulkan gesekan argumentatif, perang urat syaraf bahkan bentrokan fisik antara aparatur hukum dengan masyarakat akibat adanya pembatasan aktifitas ekonomi masyarakat.

Begitu juga aspek pendidikan, ansietas atau kekhawatiran yang berlebihan dapat muncul pada tenaga pendidik dan kependidikan akan ketercapaian kompetensi-komptensi yang telah ditetapkan oleh kementerian pendidikan “Kemendikbud-Ristek”. Adanya larangan tatap muka di kelas menuntut dilaksanakannya proses belajar mengajar dilakukan secara daring. Pembelajaran secara E-Learning atau digital menjadi sebuah petaka bagi wilayah atau daerah yang belum terjangkau oleh layanan jaringan internet, ditambah lagi tidak semua peserta didik memiliki Smart Phone.

Tak hanya itu, berbagai keluhan orang tua siswa sangat banyak disuarakan terkait pembelajaran dirumah selama pandemi ini, baik itu tumpukan tugas dari sekolah, paket internet yang mahal, mereka seakan frustasi menghadapi realitas yang terjadi. Sebuah berita miris dan menyayat hati peristiwa September 2020 silam yang terjadi di salah satu daerah Banten yang mana sepasang suami istri tega menganiaya anaknya hingga tewas akibat tidak menghiraukan arahannya saat belajar online.

Kita tahu bahwa banyak problematik lainnya yang ditimbulkan pandemi covid-19 pada dunia pendidikan, namun yang terpenting adalah kesadaran kita semua bagaimana mengatasi dampak agar tidak lebih meluas lagi.

Sedikit menyoroti aspek yuridis ditengah pandemi, kita menyaksikan begitu banyak pelanggaran-pelanggaran normatif terkait penanganan virus covid 19. Berbagai pelanggaran tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa, tetapi juga dilakukan oleh sebagian tokoh masyarakat bahkan juga pejabat publik. Pelanggaran terhadap protokol kesehatan dapat bersanksi sosial, administratif, denda, bahkan pidana.

Sebut saja tokoh kritis eks pentolan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab dan kawan-kawan yang harus duduk di kursi persakitan untuk membuktikan dirinya tidak bersalah atas dakwaan pelanggaran undang-undang nomor 4 tentang wabah penyakit menular dan undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Serangkaian kegiatan seremonial dan dakwah keagamaan yang diselenggarakannya menimbulkan kerumunan dan membuatnya harus menggereknya mendekam di balik jeruji besi selama delapan bulan dan sejumlah denda yang harus ia bayarkan.

Satu lagi, DR. Lois nyaris bernasib sama dengan Muhammad Rizieq Shihab akibat hipotesis kontradiktifnya yang dianggap gaduh ditengah upaya mati-matian pemerintah memutus mata rantai penyebaran covid 19. Begitu juga aspek kehidupan lainnya yang juga terdampak oleh pandemi covid 19 ini serta saling berhubungan satu aspek dengan aspek lainnya.

Virus covid-19 tidak hanya menggerogoti tubuh manusia secara medis, namun juga merampas keharmonisan logika berfikir masyarakat dalam menyikapi realitas yang tengah terjadi. Berbagai spekulasi dilontarkan terkait virus tersebut. Misalnya masih ada yang bersikukuh bahwa virus covid-19 itu tidak ada meskipun setiap hari secara visual mereka saksikan pemberitaan di media mainstream membludaknya korban terpapar sampai yang meninggal akibat virus ini.

Ada yang menganggap virus ini sengaja diciptakan oleh elit globalis untuk menguasai dunia, dan bermacam-macam spekulasi negatif, serta ada juga yang hanya berserah diri secara vertikal. Sungguh ironis jika kita berkaca pada fakta-fakta yang ada dimana serangan virus covid-19 sejauh ini telah merenggut ratusan ribu “bahkan jutaan secara global” jiwa manusia secara permanen dan entah akan berhenti dititik berapa.

Tentu saja kita tidak bisa menyalahkan asumsi mereka, selama spekulasi itu logis dan tidak menciptakan kegaduhan ditengah-tengah masyarakat.

Kesuraman aktualitas di atas tentu dapat ditepis dengan langkah-langkah kreatif dan inovatif oleh semua kalangan sebagai langkah minimalisasi depresif akibat pandemi yang belum kunjung usai, tentunya sesuai dengan potensi individual, kolektif, maupun lingkungan masing-masing dan lain sebagainya.

Kita ambil contoh misalnya Ihawanul Harris pemuda asal Desa Kaliwining Kabupaten Jember yang sukses usaha kuliner ala Jepang dengan sistem pemesanan yang dilakukan di rumah sederhananya. Begitu juga halnya yang dilakukan sekolompok mahasiswa Surabaya merilis sebuah film pendek yang berisi pesan untuk tetap produktif di tengah pandemi dan tetap mematuhi protokol kesehatan, sebagaimana dilansir dari kompas.com film pendek tersebut berjudul ”Day Dream” berdurasi dua menit dan berhasil menghiasi laman youtube.

Tidak kalah inovatifnya terobosan yang dilakukan sekolompok pemuda Nagari Batu Gadang Kuranji Hulu Kabupaten Padang Pariaman yang tergabung dalam organisasi “Karang Taruna Muda Berkarya”, sekelompok pemuda ini berhasil menginisiasi pengembangan usaha ekonomi produktif yaitu budidaya galo-galo atau kelulut penghasil madu dan membentuk sebuah komunitas “Trigona Mandiri”.

Menariknya, komunitas ini telah memiliki aset puluhan juta rupiah serta menghasilkan jutaan rupiah setiap bulannya, meskipun usaha ini baru mereka mulai sejak awal pandemi covid-19. Mereka ini adalah sekelompok pemuda kreatif yang tidak hanya berorietasi pada finasial semata, akan tetapi lebih berorientasi pada kewirausahaan sosial, hal ini terlihat pada edukasi dan motivasi yang mereka lakukan kepada masyarakat untuk melakukan budidaya kelulut sebagai salah satu alternatif ekonomi produktif sehingga usaha ini telah ditiru oleh sekelompok pemuda atau masyarakat lainnya.

Jika dilihat dari ketiga ilustrasi tokoh-tokoh inspiratif dari berbagai latar belakang dan daerah tersebut, kreatifitas dan inovasi mereka setidaknya telah mampu meminimalisasi tingkat frustrasi ekonomi yang sedang mereka alami. Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan mereka dapat mencapai superiotas finansial apabila bila mereka bersungguh-sungguh dan terus meningkatkan kapabilitas mereka dalam menjalankan usahanya.

Sekarang timbul pertanyaan bagaimana dengan mereka yang belum mampu atau tidak memungkinkan bahkan tidak bisa sama sekali bermanuver dalam menghadapi pandemi ini?

Tentu hal ini tidak bisa dijawab secara teoritis namun membutuh langkah-langkah konkrit dan jika terus dibahas tidak akan berkesudahan. Perlu disadari bahwa sejauh ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya prepentif dengan berbagai solusi mengatasi kesemrautan yang terjadi akibat pandemi virus covid 19, akan tetapi tentu tidak bisa memuaskan setiap elemen masyarakat.

Kita semua tentunya memiliki ekspetasi yang sama bagaimana pandemi ini segera berakhir dan menjalani kehidupan normal seperti sedia kalanya. Rasanya tidak salah kalau kita renungkan sebuah kata bijak Sanhita Baruah sebagai motivasi

“….Hidup terkadang sulit, dan yang perlu kita khawatirkan adalah membuktikan bahwa kita lebih tangguh dari pada itu…” . kita semua harus optimis “…Badai Pasti Berlalu”

(analisa)