Lenggang Jakarta Saudagar Minang Sepi, Pedagang Urang Awak Rugi

oleh -1,052 views
oleh
1,052 views
Geray pedagang di Lenggang Jakarta Saudagar Minang Raya sepi pengunjung pedagang mengeluh rugi, Minggu 30/4 malam (foto: dedi)
Geray pedagang di Lenggang Jakarta Saudagar Minang Raya sepi pengunjung pedagang mengeluh rugi, Minggu 30/4 malam (foto: dedi)

Jakarta—Gelaran Lenggang Jakarta Saudagar Minang Raya tidak memenuhi harapan, pergelaran yang menampilkan gerai kuliner khas minang ternyata sepi, pedagang urang awak mengeluh rugi.

Padahal panitia sudah berupaya menggelar di lokasi terstrategis tapi weekend panjang berteparan Hari Buruh Internasional justru warga Jakarta banyak memilih liburan ke luar kota.
 Muharkam, 49 tahun, pedagang Daging Tuna dari Padang mengatakan, banyak pedagang yang mengurungkan niatnya berjualan, karena sepinya pengunjung di kawasan tersebut.
“Ramainya hanya saat pembukaan saja yakni pada Jumat 28/4 setelah itu sepi pengunjung dan sepi transaksi padahal kegiatan diplot sampai Senin 1/5 kemarin,”ujar Muharkam, Selasa 2/5 siang.
Akibatnya, melihat kondisi begitu
satu per satu pedagang yang menempati gerai kuliner berkurang, pantauan media ini  hanya ada sekitar 20 gerai yang bertahan buka, sementara space gerai disediakan penyelenggara mencapai 300.
“Gimana mau untung, kalau hanya pedagang aja yang ramai, nan ado buntuang (yang ada buntung) sakik kapalo wak dek nyo (sakit kepala saya dibuatnya),”ujar pedagang lain sambil membuka gerai kulinernya senja kemarin.
Padahal lapangan Banteng sendiri selama ini terkenal dengan kawasan kuliner favorit di Jakarta. Lokasi di tata sedemikian apik bahkan untuk menata dan membangun panitia mungkin habiskan uang Rp 1 miliar berasal dari menghimpun dana dari pedagang urang awak.
Bahkan dibandingkan kegiatan sejenis tahun 2016, kegiatan sekarang tidak ada apa-apanya.
“Waktu 2016 kemarin, pengunjung rame, pedagang untung rata-rata transaksi 2016 bisa Rp 10 sampai Rp 20 juta, orang minang di Jaboetabek berdesakan mengunjungi,”ujar Muharkam.
Mestinya tahun ini gengsinya lebih lagi, karena dibuka oleh menteri dan dihadiri gubernur Sumbar.
“Tapi tetap tidak ngefek, dua pejabat itu hanya sekedar membuka dan melihat saja tanpabada dialog dengan pedagang, waktu pembukaan itu,”ujar Muharkan.
Padahal untuk sewa geray, pedagang utang awak merogoh kocek Rp 3,5 juta untuk empat hari.
“Uang sewa aja nggak ketemu,”ujar Andi pedagang lain.
Muharkam berharap untuk kedepan panitia harus banyak sosialisasi dan pemilihan hari yang pas, termasuk penataan acaranya juga harus diperhatikan.
“Kalau itu dilakukan kedepan, pasti festival kampung ini akan bergeliat lagi,”ujarnya.
Indra, tokoh warga Jakarta asal Sumbar mengaku tidak puas karena banyak merugikan masyatakat urang awak.
“Harapan, kita ke depan, apapunlah paguyuban yang menggelar kegiatan bernuansa minang, perencanaan dan pembinaan harus sempurna, jangan sampai merugikan pedagang yang note bene urang awak juga,”ujarnya.(dedi)