JAKARTA,—– Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Limapuluh Kota, tahun ini menerima ratusan juta dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau (CHT). Dana segar itu diharapkan digunakan untuk program kesejahteraan petani tembakau.
Data yang diterima anggota DPRD terpilih Limapuluh Kota, Benni Okva, Limapuluh Kota menerima DBH Tembakau sebanyak Rp296 juta. Jumlah itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 6 Tahun 2024.
“DBH Tembakau ini dibagikan pemerintah pusat setiap tahunnya. Tujuan utamanya tentu untuk kesejahteraan petani tembakau. Misalnya, perbaikan kualitas atau untuk penunjang pertanian,” terang Benni Okva, politisi muda Nasdem, Kamis (1/8/2024) sore.
Pembagian DBH Tembakau, sesuai aturan, menurut Benni dibagi menjadi tiga aspek utama masing-masing dengan persentase 50 persen untuk bidang kesejahteraan, 1 persen untuk bidang penegakan hukum, dan 40 persen untuk bidang kesehatan.
Poin kesejahteraan itu meliputi tiga hal, pertama, program peningkatan kualitas bahan baku, seperti pelatihan peningkatan kualitas tembakau, serta dukungan sarana dan prasarana usaha tani tembakau.
Kedua, program pembinaan industri, Ketiga, program pembinaan lingkungan sosial, seperti pemberian bantuan dan peningkatan keterampilan kerja bagi buruh tani. “Pertanyaannya, apakah hal ini sudah dilakukan Pemkab Limapuluh Kota? Coba tanya pada petani tembakau, rasanya mereka tidak menerima haknya itu,” ungkap Benni.
Pemanfaatan DBH CHT di bidang kesejahteraan masyarakat dan kesehatan memiliki porsi yang besar, diharapkan alokasi dana ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya secara tertib, terbuka, dan akuntabel. “Pemkab Limapuluh Kota, apakah sudah transparan?” tanya Benni lagi.
Sejauh ini, menurut pandangan Benni, perhatian Pemkab Limapuluh Kota kepada petani tembakau sangat kurang. Beragam masalah yang dihadapi petani, nyaris tidak pernah ada solusi. Salah satu masalah klasik ialah jerat para cukong, yang ‘membunuh’ petani tembakau dengan sistem ijon sebelum tanam.
“Para cukong bisa berkuasa penuh terhadap petani tembakau dikarenakan tidak adanya backup dari pemerintah. Mereka seenaknya saja bermain-main, menjerat petani dengan sistem ijon, lalu membeli tembakau dengan harga murah,” tutur Benni.
Permainan harga tembakau menurut Benni, diduga dilakukan segelintir cukong tanpa memikirkan nasib petani tembakau. Contohnya di Situjuah. Harga tembakau yang diolah menjadi tembakau hitam, jauh dari harga pasaran. Padahal, kualitasnya, kualitas ekspor.
“Tembakau Situjuah itu kualitas ekspor. Pasarnya dunia. Dibawa ke Penang. Di pasar dunia dikenal sebagai tembakau hitam. Namun mirisnya, ada dugaan monopoli dari segelintir cukong, dengan cara menekan harga. Para petani sendiri tidak bisa berbuat banyak karena mereka sudah dijerat dengan sistem ijon,” tutur Benni. (*)