Mark Up?, Guru Kota Padang Itu Menaikan Nilai Murid Demi Keadilan

oleh -280 views
oleh
280 views
Yohanes Wempi (dok)

Oleh: Labai Korok

SELASA kemarin wali murid mendatangi DPRD Sumbar, untuk memperjuangkan nasib anak mereka yang tercoret pada sistem PPDB jalur presetasi. Dikarenakan mark up nilai atau nilainya dinaikan dalam rapor yang tidak diketahui oleh wali murid.

Sekarang anak tersebut tercoret sistem PPDB khususnya jalur presetasi. Sekarang nasib mereka harus mengikuti jalur zonasi, secara perhitungan jelas tidak akan masuk di SMA Negeri yang jauh dari rumah”, kata salah satu walimurid Ibas.

Polemik mark up guru ini sudah masuk keranah bully dan masuk keranah politis yang mengarah kepada perusakan moral semua guru yang ada di Sumatera Barat. Jika tidak hati-hati maka akan muncul stigma negatif bahwa guru itu begini, begitu dan macam kejelekannya nanti.

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang perlu Kita Hargai, Hormati, Mereka melakukan itu tentu ada maksud dan tujuannya. Mereka (guru) tersebut dipastikan berpikir bagai mana anak-anaknya bisa masuk kesekolah yang unggul, lebih baik dan kelak jadi orang hebat.

Penulis merasakan aura itu melihat guru tersebut menaikan nilai anak tersebut, satu kata dengan maksud anak bisa masuk sekolah jalur prestasi dan mengenyampingkan faktor lain yang dituduh mark up.

Penulis mengatakan bahwa prilaku itu bukan mark up yang didengungkan di media sosial dan media publik, dengan suasana negatif seperti kasus mark up proyek yang berujung korupsi dalam perencanaan dan pengerjaan.

Guru murni mengambil kebijaksanaan demi kebaikan anak dikarenakan sistim pendidikan Kita yang sudah tidak memadai, sudah rusak dan tidak layak lagi dengan peraturan pengajaran/pendidikan nasional sekarang.

Pemerintah memakai sistim zonasi yang artinya semua sekolah lulusan SD ke SMP ke SMA masuk di zona itu. Artinya tentu zona ini harus memiliki daya tampung yang sama seperti lulusan SD sebanyak 10 orang maka dalam zonasi itu kursi yang diterima harus 10 juga untuk SMP, SMA.

Namun kenyataanya masih dibuka sistim kelulusan berprestasi atau kelulusan yang mengangkangi sistim zonasi siswa/murid tadi. Zonasi ya zonasi itu yang selalu dipakai.

Malah rusaknya, ada pihak tertentu minta jatah. Jangan sampai pejabat daerah baik eksekutif, legislatif dan aparat hukum meminta jatah pada kepala dinas agar anaknya harus masuk ke SMA 1 Padang.

Akhirnya dengan adanya pola masuk prestasi, ada oknum pejabat planga-plongo memaksakan anak, kemenakan, saudaranya masuk ke SMA yang dianggap sekolah hebat, sekolah fasilitas lengkap dan kehebatan lainnya. Sehingga kursi tidak cukup bagi anak di zona tersebut.

Kita semua sebagai pemangku kepentingan perlu luruskan dunia pendidikan ini dengan tujuan mencerdaskan anak bangsa, dalam arti kata semua anak bangsa harus dicerdaskan tanpa memandang bulu mereka siapa.

Kita perlu ingat bahwa makamah konstitusi sudah membubarkan sekolah unggulan (SMP, SMA atau sekolah bertaraf internasional dan lainnya demi keadilan pemerataan dan kebersamaan berbangsa dan bernegara. Namun anehnya masih ada pihak pejabat negeri ini membuka jalur prestasi, jalur klaster atau kasta yang itu melanggar HAM menurut penulis.

Di samping itu demi kebaikan anak-anak sekarang, ujian nasional pun dihapuskan tidak adalagi, berarti guru memiliki hak untuk memberikan nilai yang terbaik terhadap anaknya, bukan mark up istilahnya, emangnya dibayar guru itu menaikan nilai.

Kebijakan ini mencerminkan bahwa masuk sekolah dengan zonasi itu sudah pas karena semua anak tertampung dikawasan/daerah itu. Semua anak wajib masuk sekolah seperti era 90an.

Penulis melihat tidak perlu ada laporan wali murid kepada anggota DPRD Propinsi Sumatera Barat tentang hal ini. Harusnya Anggota Dewan bersama Kepala Daerah ambil kebijakan untuk menambah ruang kelas baru untuk menampung semua lulusan. Andaikan memang ada anak yang tidak masuk karena blank zone.

Ambil kebijakan bahwa untuk menampung semua anak sekolah diterima di SMA maka pemerintah membuat sekolah siang, sekolah malam sembari kedepanya membangun ruang kelas baru, kursi baru untuk menampung anak-anak yang tidak bisa sekolah dengan alasan sekolah hanya punya kursi segini, yang mendaftar di zona ini sudah lewat batas.

Penulis berharap sudahi buly atau politisasi terhadap guru SMP yang memark up nilai.

Sekali lagi Penulis sampaikan bahwa itu bukan memark up nilai tapi guru menaikan nilai demi tuntutan sistim pendidikan nasional yang sudah tidak berkeadilan

(analisa)