Martabat Bundo Kanduang di Minangkabau

oleh -504 views
oleh
504 views
Cahyani Fortunury Damayanti jurusan Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. (dok)

Oleh: Cahyani Fortunury Damayanti

Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

BUNDO KANDUNG (bunda kandung) adalah julukan yang diberikan kepada perempuan yang memimpin suatu keluarga.

Secara harfiah Bundo kanduang berarti ibu sejati atau ibu kandung tapi secara makna Bundo kanduang adalah pemimpin wanita di Minangkabau yang menggambarkan sosok seorang perempuan bijaksana yang membuat adat Minangkabau lestari zaman sejarah minanga tamwan hingga zaman adat Minangkabau.

Gelar Bundo kanduang diwariskan secara turun temurun di Minangkabau dan dipilih pada lembaga Bundo kanduang Sumatera barat. Istri seorang Datuk juga disebut sebagai Bundo kandung untuk level klan atau suku.

Bundo kandung adalah sifat dan karakteristik seorang wanita utama di Minangkabau. Seperti halnya dengan kata nenek mama dalam pemangku adat, baik dia penghulu maupun tokoh masyarakat. Dia akan disebut nenek mamak panutan dalam adat, karena kesopanan, kealiman, keramahan dan lain sebagainya.

Bundo kadang sendiri terdiri dari dua suku kata Bundo dan kanduang. Bundo berarti bunda atau ibu. Kandung berarti (kandung) sejati. Maka Bundo kanduang berarti ibu kandung atau ibu sejati yakni seorang ibu yang tak pernah cacat. Baik dipandang dari segi sifat keibuan maupun dipandang dari sifat kepemimpinan.

Perempuan adalah wanita mulia yang memegang peranan dan fungsi dalam adat baik apalagi agama (Islam). Begitu mulia dan terhormatnya perempuan itu maka perempuan harus diangkat martabatnya. Martabat itu harus dijaga agar citra perempuan itu tetap terpelihara.

Martabak perempuan di Minangkabau itu ada 7 :

1. Berakal

Akal pikiran adalah dimensi tertinggi setiap manusia. Seorang Bundo kanduang harus mempunyai pikiran normal, cerdas dan terampil. Dalam agama Islam berakal adalah syarat pertama setiap makhluk dibebani hukum hukum dalam Islam tidak mengenai orang yang belum berakal, orang yang tidak berakal atau orang yang kurang akal. Logikanya adalah setiap orang yang memegang tanggung jawab harus mempu membedakan antara yang baik dengan yang buruk. Semua itu harus timbangan akal.

Kecerdasan dan kearifan sangat penting dalam membina kaum, seorang Bundo kandung harus mampu menalar setiap persoalan yang muncul dalam kaumnya kerja dasar sangat diperlukan Bundo kandung akan menjadikan dirinya, sebagai panutan dalam kaum.

2. Berilmu

Perkembangan zaman di era globalisasi menuntut setiap individu untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, orang yang ditinggal dan ilmu dan informasi akan digilas oleh zamannya. Peradaban manusia yang semakin hari kian berkembang dan meningkat sangat berpengaruh terhadap perilakunya. Hal ini sangat memungkinkan manusia untuk bisa maju lebih unggul ketika mampu mengimbangi kemajuan zaman.

Ilmu pengetahuan bagi manusia adalah kebutuhan, sema halnya manusia butuh makan sebagai energi tubuhnya. Bagiti pun jiwa dan akal manusia juga membutuhkan siraman ilmu untuk penyubur cakrawala.

Bundo kandung sebagai orang terdepan dan pemimpin dalam kaum perempuan, harus menambah kapasitas ilmu pengetahuan agar ia bisa menyesuaikan kepemimpinannya dengan kemajuan zaman. Hampir dipastikan setiap anggota kaum Bundo kandung saat ini berpendidikan tinggi.

Ilmu pengetahuan adat penting namun yang lebih penting pengetahuan Bundo kandung akan ilmu agama untuk bisa mengimplementasikannya. Bukankah setiapkali Bundo kanduang berpepatah mengatakan, “ Adat Basandi syarak, syarak Basandi Kitabullah” Syarak mangato adaik mamakai. Ketika tidak ada keseimbangan dalam kepemimpinannya, maka jangan heran kalau Bundo kandung hanya tinggal nama.

3. Kayo / beharta

Kayo (kaya) maksudnya kayo dalam Budi, lapang alamnya pikirannya serta dengan materi atau pen. Secara etimologi berarti memiliki harta benda sebagai bekal kehidupan, sehingga Bundo kandung bisa lancar dalam menjalankan tugasnya sehari-hari mengurus kaumnya dalam negeri. Mustahil segala sesuatu bisa berjalan lancar tanpa didukung oleh dana dan biaya.

4. Murah

Dalam arti yang lebih luas murah juga berarti seorang yang pemurah dalam segala bentuk sosial, murah laku, dermawan, pemaaf dan sabar.

5. Hemat dan cermat

Hemat dan cermat adalah bagian dari martabat perempuan seorang yang cermat akan melahirkan kebijakan dan sangat teliti, pandai menimbang dan mengingat, sehingga setiap perilaku Bundo kandung mempunyai pertimbangan yang matang.

“indak menggelokan galah di kaki,

Indak malah bian lantai tampek bapijak,

Dek sio sio nagari alah,

Dek cilako utang tumbuah,

Mengana awa Jo akhia,

Mangana manfaat Jo mudharat,

Dalam awa akhia mambayang,

Dalam Kulik mambayang isi”

Islam menjelaskan dalam surat annahal ayat 95 :

“ janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan Allah dengan harga yang sedikit atau murah, sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya. QS. Annahal ayat 95

6. Jaga (Hati-Hati)

Idrus Hakimi menuturkan, jago (jaga) adalah ini dan jago pado adat. Tindakan seorang Bundo kandung harus mencerminkan perilaku orang sadar dan sehat. Perkataan, perbuatan dan peranan harus perilaku orang sadar dan dewasa. Bahkan berjalan bertutur, makan dan minum serta segala tindakan tanduk harus dijaga dengan hati-hati titik. Bundo kanduang harus ingek (ingat) dia adalah contoh yang akan menjadi panutan dalam kaum dan nagari.

“Setiap kamu pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya terhadap yang dipimpinnya” (hadits)

7. Sabar

Seorang Bundo kandung harus sabar dalam melaksanakan tugasnya. Bundo kandung adalah panutan dalam kaumnya, maka setiap Bundo kandung harus bersifat sabar tidak pemarah, Mahariak menghantam tanah, bakareh arang dilabuh nanrami, pai tampek batanyo dan pulang tampek babarito. Sabar dan lapang dada, tidak angkuh dan sombong, pemaaf dari bermacam kesalahan anggotanya yang banyak tingkah. (analisa)