Melawan Lupa, Gagasan Hebat Reydonnyzar Moenek

oleh -692 views
oleh
692 views
Sekjen DPD RI Donny Moenek, lobinya saat Pj Gubernur Sumbar berhasil himpun dana untuk bangun Masjid Raya Sumbar yang megah kini. (foto:.dok/ setjen-dpdri)

Oleh : Effendi

SAYA siap minta-minta, untuk itu saya menyiapkan wadahnya. Meski tidak melalui APBD, saya akan siapkan pembangunan Masjid Raya Sumbar,” tegas Pj. Gubernur Reydonnyzar Moenek (Singgalang, 13/10/2015).

Hal itu disampaikan Donny, panggilan akrab Reydonnyzar Moenek sebagai bentuk kepeduliannya terkait pembangunan Masjid Raya Sumbar. Apalagi sebelumnya, Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla saat ke Sumbar, juga mengunjungi masjid tersebut.

Orang nomor satu dan nomor dua di republik ini sama-sama memerintahkan untuk menuntaskan pembangunan masjid kebanggaan Sumbar itu. Donny sigap menyikapinya. Rapat lengkap untuk percepatan pembangunan Masjid Raya Sumbar dilakukan.

Dalam rapat itu, Donny menggagas akan melobi provinsi lain seperti Papua, DKI Jakarta, Riau dan lainnya untuk memungkinkan ada celah dapat membantu percepatan pembangunan Masjid Raya.

Gagasan pj. gubernur ini, pada dasarnya memperlihatkan sebuah ketulusan dan kesungguhan untuk menuntaskan pembangunan masjid Raya Sumbar. Meski banyak pihak yang merespon gagasan hebat tersebut, tapi ada pula suara-suara miring. Wajarlah di ranah minang ini.

Bagaimana perkembangannya? Meski disibukkan dengan tugas sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri dan tugas sebagai pj. gubernur untuk menyukseskan Pilkada serentak, menjaga netralitas PNS dan melaksanakan roda pemerintahan, sesuai amanat Keppres, Donny tetap memikirkan masjid Raya Sumbar.

Alhasil tahap awal, sudah tersedia dana Rp22,5 miliar untuk pembangunan masjid Raya Sumbar. Dana ini berada dalam APBD Papua Rp5 miliar, Jawa Barat Rp7,5 miliar dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Rp10 miliar.

Tersedianya dana itu yang di dalam APBD disebut dengan nama bantuan keuangan secara khusus, tentu tidak datang sendiri. Pasti ada orang yang melobi gubernur Papua, gubernur Jawa Barat dan gubernur NAD, termasuk juga pimpinan DPRD setempat. Orang itu, siapa lagi kalau bukan Donny.

“Entah karena segan kepada saya dalam kapasitas sebagai Dirjen yang bertugas mengevaluasi RAPBD 34 provinsi, saya tidak tahu pasti. Tapi yang jelas demi kelanjutan pembangunan Masjid Raya saya siap untuk meminta-minta. Alhamdullillah direspon,” kata dia. (Singgalang, 11/1//2016).

Meski uang tersebut, belum tiba di tangan panitia pembangunan atau SKPD terkait dengan Masjid Raya Sumbar, tapi boleh dikatakan sudah barang jadi. Tinggal lagi, proses administrasi pengirimannya ke Sumbar. Pj. Gubernur yang langsung menjemput dana itu, tentu tidak mungkin. Jajaran SKPD terkait lah yang proaktif mengurusnya.

Keberhasilan Donny menggaet dana Rp22,5 miliar dalam sekejap itu, tentu membuat masyarakat Sumbar menaruh harapan sangat besar kepada Donny untuk mencari peluang lain. Meski tidak lagi menjadi pj. gubernur nantinya, setelah gubernur definitif dilantik, ma¬syarakat tetap berharap banyak kepada Donny.

Apalagi dana Rp22,5 miliar itu baru dari tiga provinsi. Padahal dari 34 provinsi, masih banyak provinsi yang kapasitas fiskalnya tinggi, bisa dialokasikan anggaran untuk pembangunan masjir Raya Sumbar dalam bentuk bantuan keuangan secara khusus tersebut.

Di sisi lain, kondisi Masjid Raya Sumbar, setelah dirasionalisa¬sikan baru tuntas 65 persen dan butuh dana sekitar Rp127 miliar lagi untuk penyelesaiannya. Masih banyak dana yang dibutuhkan.

Pada evaluasi APBD-P 2016 atau APBD 2017 nanti, bisa dijadikan momentum bagi Donny dalam kapasitas sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri. Masyarakat Sumbar berharap dan berdoa agar jabatan ini tetap dipercayakan kepada rang Tanah Datar ini.

Banyak pihak meyakini, Donny tetap melakoninya, karena niatnya tulus. Kepedulian terhadap kampung halaman sudah tidak diragukan lagi. Selain, dikenang oleh masyarakat Sumbar, secara Islam pun, apa yang dilakukan Donny itu (mencari dana untuk masjid Raya Sumbar) adalah amal ibadah.

Gagasan lain yang belakangan menjadi pembicaraan publik adalah rencana mutasi pejabat. Kerangka berpikir Donny, bagus. Untuk pengayaan jabatan yang bermanfaat bagi PNS itu sendiri. Apalagi untuk menapaki jenjang karir lebih tinggi, pengayaan jabatan, penting.

Seperti diberitakan beberapa media sebelumnya, mutasi yang santer dengan istilah job fit (pergeseran) di rumah bagonjong ini difo¬kuskan kepada pejabat eselon yang sudah tiga tahun lebih menempa¬ti pos yang sama. Pengecualian pada pejabat yang diangkat menjadi pj. bupati/walikota dan pejabat yang akan pensiun.

Prokontra terhadap rencana bagus ini menggelinding pula. Hampir semua pihak berpendapat, gagasan tersebut bagus. Tetapi untuk implementasinya ditanggapi beragam. Ada yang mendukung, ada pula yang tidak. Semua beranjak dari tugas sebagai pj. kepala daerah yang memiliki kewenangan terbatas.

Dalam PP nomor 49/2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daer¬ah, disebutkan pj. kepala daerah dilarang melakukan empat hal, salah satunya, melakukan mutasi pegawai. Namun larangan memutasi¬kan pejabat ini bisa dikecualikan, apabila mendapat persetujuan tertulis Mendagri.

Begitu juga surat resmi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) nomor B-1145/KASN/10/2015 tertanggal 19 Oktober yang ditujukan kepada pj. gubernur, pj. bupati dan pj. walikota. Dalam surat yang ditandatangani Ketua Komisi ASN, Sofian Efendi itu, pj. kepala daerah tidak punya kewenangan untuk mutasikan pejabat.

Tetapi tetap ada ruang, dapat dilakukan apabila mendapat persetu¬juan tertulis Mendagri. Hanya saja Komisi ASN mengingatkan, dalam pelaksanaannya, tetap berpedoman pada UU nomor 5/2014 tentang ASN. Khusus untuk jabatan tinggi agar dikoordinasikan dengan KASN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Regulasi maupun aturan terkait soal pj. kepala daerah, tentu sudah tahu dan dipahami Donny. Apalagi Donny, bukankah pejabat yang besar kemarin sore, melainkan meniti karir dari bawah dan merangkak ke atas dengan sukses. Juga sarat pengalaman birokrasi dan berbagai prestasi gemilang pun diraih.

Kemampuan dan kapasitas Donny yang di atas rata-rata, mustahil rasanya melabrak regulasi maupun aturan relevan yang dikeluarkan lembaga lain. Pasti, prosedur seperti mendapat persetujuan tertu¬lis dari Mendagri dan berkoordinasi dengan KASN dilewati.

Sebab, kalau prosedur itu tidak diikuti, KASN akan merekomendasi¬kan hak-hak kepegawaian terkait dengan tunjangan jabatan, kenai¬kan pangkat/golongan dan hak-hak kepegawaian lainnya terkait dengan jabatan yang bersangkutan tidak diberikan oleh instansi yang berwenang.

Kemudian, KASN juga mengingatkan, bila prosedur tersebut juga tidak dilewati, tindakan yang dilakukan itu juga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara dengan segala konsekuensin¬ya.

Atas konsekuensi yang dihadapi itu, Donny tentu tak ingin melabraknya. Sebab berakibat fatal kepada jenjang karirnya yang masih panjang. Tentu, tidak ingin pula gara-gara mengabaikan regulasi dan aturan itu, nama Donny ternoda. Selama ini, nama Donny harum.

Dengan kata lain, prosedur dimaksud pasti dijalani Donny untuk mengimplementasikannya. Secara normatif, tentu butuh waktu lama dan bisa-bisa tidak terlaksana. Tentu ini harus dimaknai, menjadi PR bagi gubernur definitif untuk merealisasikannya. (*analisa)