Mendes Berharap Makin Banyak Lahir Desa Wisata Berbasis Digital

oleh -849 views
oleh
849 views
Kemendes PDTT, Rapat Kordinasi Regional di Bali (foto: dok)

Bali,— Dalam rangka penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2020-2024, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI menyelenggarakan Rapat Konsultasi Regional (Rakonreg) 2019. Bali dipilih menjadi tempat pelaksanaan Rakonreg yang berlangsung pada tanggal 21-24 Agustus 2019.

Secara garis besar, kegiatan ini bertujuan mendorong capaian kinerja di bidang pembangunan dan pemberdayaan desa, daerah tertinggal dan transmigrasi. Yang meliputi, pertama; pengentasan 10.000 desa tertinggal menjadi desa berkembang, kedua; mendorong 5.000 desa berkembang menjadi desa mandiri, ketiga; revitalisasi 60 kawasan perdesaan.

Yang keempat; mengentaskan 62 daerah tertinggal, dan kelima; koordinasi, konsultasi dan sinkronisasi perencanaan antara pemerintah dan pemerintah daerah dalam merumuskan program dan kegiatan pada lokus prioritas yang sudah ditetapkan.

Rakonreg 2019 di Bali diikuti oleh 350 peserta, terdiri dari Kepala Dinas PMD Provinsi, Kadis PMD Kabupaten/Kota serta Kepala Dinas Transmigrasi.

Pembukaan kegiatan Rakonreg Tahun 2019 dihadiri oleh Menteri Desa PDTT Eko Putro Sadjojo. Dalam kesempatan ini, Mendes Eko memaparkan perkembangan pembangunan desa periode 2014-2019. Dimana terdapat beberapa capaian positif, antara lain target 3.000 desa mandiri sudah terlampaui dari target RPJMN.

Selain itu, dalam lima tahun terakhir telah terentaskan 5.000 desa tertinggal. Sehingga lima tahun ke depan, Mendes berharap dapat mengentaskan lagi 10 ribu desa tertinggal dan 5.000 desa berstatus mandiri bisa tercapai.

“Peranan kawasan pedesaan cukup penting bagi stabilitas nasional. Pemerintah sendiri telah memberikan dukungan dalam mewujudkan kawasan pedesaan yang mandiri melalui kebijakan-kebijakan guna mempercepat dan meningkatkan kualitas infrastruktur di desa serta sumber daya manusia,” kata Eko di hadapan peserta Rakorneg.

Di Provinsi Bali, khususnya Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Buleleng, sejak tahun 2016 telah ditetapkan sebagai kawasan lingkungan alami berbudaya dan berkedaulatan pangan. Dua kabupaten ini kata Mendes, berbasis desa wisata, agrowisata, peternakan sapi, perkebunan kakao, dan wisata budaya. Dan pada 2018 lalu, Kabupaten Buleleng ditetapkan sebagai pedesaan Bali Ageng. Komitmennya, daerah ini menjadi basis pelestarian adat dan kedaulatan pangan.

“Di Provinsi Bali, sebelumnya terdapat 27 desa berstatus mandiri, 228 desa maju, 278 desa berkembang, 78 desa tertinggal, dan 4 desa masih tertinggal. Sejak tahun 2015 banyak program menyasar desa di Bali. Dan tahun 2019 ini, tidak ada lagi desa berstatus tertinggal. Saya berharap semakin banyak lahir desa-desa wisata berbasis digital di Indonesia. Bali telah membuktikannya,” sebut Mendes Eko dalam sambutannya.

Diakui Mendes, jumlah Dana Desa akan terus ditingkatkan setiap tahun. Direncanakan, hingga 5 tahun ke depan, Dana Desa menjadi Rp.400 triliun. Jumlah yang cukup besar ini diharapkan dapat mewujudkan desa-desa mandiri dan inovatif.

“Kementerian Desa melakukan kolaborasi dengan kementerian dan lembaga lainnya. Seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Bappenas, dan Kemenko PMK. Dengan adanya sinergi, tercipta lokus-lokus yang sama dalam program yang dicetuskan pemerintah, termasuk program non-tunai,” kata Eko.

Termasuk dalam melaksanakan empat (4) prioritas penggunaan Dana Desa yakni Prukades, BumDesa, pembangunan embung, dan pembangunan sarana olahraga desa.
Khususnya dalam mengelola BumDesa, unit usaha yang paling mudah dan prospek dikelola adalah objek pariwisata. Contohnya di Bali, banyak homestay bersaing dengan hotel bintang 3 dan 4. Kalau di Bali bisa, daerah lain juga bisa.

Eko berharap kepada desa-desa yang sudah berstatus mandiri, dalam program pembangunannya dapat menonjolkan produk unggulan kawasan. Setiap desa harus bisa fokus terhadap produk andalan yang telah dimiliki. Bukan hanya produk yang kecil saja.

Mendes Eko bahkan menekankan perlunya perencanaan pembangunan desa. Ide-ide tidak boleh menjadi ide saja, tapi harus ada action. Sekarang zaman yang serba kompetitif. Yang lama mengalahkan yang baru, yang kaya mengalahkan yang miskin. Yang menang adalah yang cepat. Yang cepat pasti mengalahkan yang lambat.

“Kita harus bisa menjadi cepat menggenjot pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat,”seru Mendes Eko mengimbau.

Hal serupa ditekankan oleh Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Taufik Madjid. Dirjen mengatakan, momentum rapat koordinasi regional seyogyanya mencoba untuk mengintegrasikan perspektif terkait model perencanaan pembangunan negara. Dimulai dari RPJM, APBN, APBD Provinsi, APBN Kabupaten, dan APBDes. Harus bisa fokus.

Ada lima program kerja yang menjadi prioritas ke depan kata Taufik. Yakni infrastruktur, pembangunan SDM, investasi, reformasi birokrasi, dan penggunaan anggaran yang fokus.

Menurut Dirjen PPMD, program Dewa (desa wisata agro), Dewi (desa wisata industri), dan Dedi (desa digital), akan dilaksanakan di era pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo tahun 2019-2024. Ketiga program tersebut dinilai merupakan jalan untuk memperkecil disparitas antara kaya-miskin.

“Jika masing-masing kepala desa memilih salah satunya, apakah Dewa, Dewi dan Dedi, kemudian diimplementasikan menjadi program inovasi desa, saya yakin akan membawa perubahan bagi desa. Dana Desa menjadi jawaban bagi pemerintah desa untuk membiayai program pembangunan yang diunggulkan demi memajukan dan memandirikan desa,”yakin Taufik. (rilis: ditjen-pmd)