PP MUHAMMADIYAH mulai menarik dana simpanan dari Bank Syariah Indonesia atau BSI (BRIS). Langkah itu, diambil sebagai buntut kekecewaan atas pelayanan BSI. Selain itu, PP Muhammadiyah menilai kebijakan pembiayaan BSI dianggap tidak menguntungkan bagi organisasi.
Jika ditelusuri lebih jauh ada berbagai persoalan yang akhirnya membuat keputusan untuk menarik dana dari BSI tersebut. Sumber internal PP Muhammadiyah menyebut BSI menyamaratakan Muhammadiyah dengan nasabah biasa, meski memiliki dana simpanan besar di bank tersebut.
”Misalnya, untuk mendapat pembiayaan Rp1,3 triliun, PP Muhammadiyah harus menaruh dana Rp1,8 triliun sebagai jaminan. Itu seperti menggunakan uang kami sendiri,” jelas sumber tersebut.
Selanjutnya, ada Kamis, 6 Mei 2024, PP Muhammadiyah telah membentuk tim untuk memulai proses penarikan dana dari BSI. Dana PP Muhammadiyah pusat di BSI mencapai sekitar Rp 4 triliun, belum termasuk dana dari Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) diperkirakan mencapai Rp 13 hingga Rp 15 triliun.
Muhammadiyah menyoroti hanya di bawah 10 persen dari total pembiayaan BSI dialokasikan untuk UMKM. Dan bank syariah terbesar Indonesia itu lebih memilih proyek besar seperti pembangunan PIK2.
Tidak disangkal, berdasar data laporan keuangan tahunan, BSI menyalurkan pembiayaan untuk sektor small medium enterprise (SME) atau UKM senilai Rp19,35 triliun atau 8 persen dari total pembiayaan yang disalurkan Rp240,32 triliun.
Pertimbangan lain untuk memindahkan dana besar milik umat itu ke KB Bank Syariah, dan perbankan syariah lain adalah pelayanan lebih baik dibanding BSI.
Disebut-sebut BCA Syariah telah melakukan pertemuan dengan PP Muhammadiyah untuk menjalin kerja sama dalam pengembangan dana umat besar tersebut.
Menurut data dari PP Muhammadiyah, potensi keumatan dan nilai ekonomis bisa dikelola organisasi ini tidak kecil. PP Muhammadiyah membawahi 5.345 sekolah atau madrasah, 172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA), 440 pesantren Muhammadiyah (PesantrenMu), 122 rumah sakit (ditambah 20 dalam proses pembangunan), dan 231 klinik.
Muhammadiyah juga memiliki aset wakaf tersebar pada 20.465 lokasi dengan luas tanah 214.742.677 meter persegi, dan 1.012 Amal Usaha Muhammadiyah Sosial (AUMSos) (MCC/LKSA). Berdasar data Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pembangunan PP Muhammadiyah per Mei 2024, ada 611.208 mahasiswa melakoni pendidikan tinggi di PTMA dengan komposisi 273.200 laki-laki, dan 338.008 perempuan.
Kemandirian Muhammadiyah
Dengan jumlah dana yang besar dan aset yang sangat banyak memungkinkan Muhammadiyah membuat bank sendiri, yakni mengelola dana yang ia punya guna kemaslahatan ummat dan akn lebih memajukan Muhammadiyah.
Dalam berbagai respon yang bergulir, masyarakat mendukung Muhammadiyah membuat bank sendiri dan mengelola dana ummat dengan prinsip syariah. Masyarakat menilai selama ini Muhammadiyah sangat bijak mengelola dana hingga mampu mendistribusikan dana ummat untuk kemaslahatan yang lebih besar.
Rekam jejak yang baik inilah yang membuat publik mempunyai kepercayaan penuh jika Muhammadiyah sudah seharusnya membuat bank sendiri. Pasalnya sejak keputusan PP Muhammadiyah menarik dana dari BSI, menimbulkan tanda tanya besar dan pasti terjadi sesuatu bahkan dengan terang- terangan komentar para netizen di media sosial jika Muhammadiyah membuka Bank baru maka dengan segera masyarakat menjadi nasabah Bank Muhammadiyah.
Dampak Jangka pendek dan Panjang
Keputusan penarikan dana Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengalihkan dana simpanannya dari BSI ke bank lain akan berdampak bagi likuiditas perusahaan.
Meski dampaknya tidak signifikan, perseroan diharapkan terus meningkatkan kualitas pelayanan demi menjaga tingkat kepercayaan publik.
Pengamat perbankan sekaligus dosen Binus University, Moch Doddy Ariefianto, menilai, likuiditas BSI akan terdampak akibat keputusan pengalihan dana simpanan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Namun, rasio pembiayaan terhadap simpanan atau FDR BSI masih memadai, yakni sebesar 83,05 persen pada triwulan I-2024. Adapun dana pihak ketiga (DPK) BSI per April 2024 mencapai Rp 293,25 triliun atau tumbuh 9,41 persen secara tahunan. Menurut Doddy, besaran dana Muhammadiyah dibandingkan dengan total DPK BSI baru mencapai 3-4 persen sehingga tidak berdampak signifikan.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam berpendapat, penarikan dana secara tiba-tiba oleh nasabah dengan nilai simpanan besar merupakan sebuah pukulan telak bagi bank.
Ini karena perbankan tidak serta-merta memiliki dana dalam jumlah besar yang senantiasa siap sedia diambil sewaktu-waktu. Adapun tekanan terhadap likuiditas tersebut bukan hal yang bagus dan dapat menimbulkan masalah baru bagi BSI.
Oleh sebab itu, BSI perlu mencari jalan tengah mengingat PP Muhammadiyah merupakan organisasi Muslim dengan sistem pengelolaan keuangan terbesar dengan berbagai lini usahanya dan terpusat.
Evaluasi Pelayanan BSI
Dalam pelayanan perbankan nasabah harus menjadi prioritas utama, terlebih jika nasabah memiliki dana yang besar di bank tersebut. Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak meminta Menteri BUMN Erick Thohir mengevaluasi manajemen Bank BSI terkait buruknya layanan bank tersebut seperti yang dikeluhkan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Menurut Amin, pihak Muhammadiyah memutuskan menarik semua dana milik Muhammadiyah dan organisasi yang berada di bawahnya, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dari BSI sebagai akibat dari kurangnya respons yang baik dari BSI terhadap keluhan tersebut.
Menurut Amin, penting mengevaluasi kinerja manajemen Bank BSI guna mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Sebagai lembaga keuangan yang melayani umat, Bank BSI harus memberi layanan yang tidak hanya sesuai dengan prinsip syariah, namun juga andal dan efisien.
Amin mengaku prihatin, pada tahun lalu sistem layanan BSI lumpuh akibat serangan virus ransomware oleh lockbit. “Semestinya manajemen Bank BSI serius berbenah dan memperkuat kualitas layanannya. Sayangnya itu masih jauh panggang dari api,” tegasnya.
Gangguan layanan yang terjadi menunjukkan adanya kelemahan dalam manajemen operasional dan infrastruktur teknologi informasi harus segera ditangani. Sebab, kepercayaan nasabah akan tergerus apabila layanan perbankan kerap terganggu.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas, saat dihubungi dari Jakarta, mengonfirmasi keterangannya terkait dengan pengalihan dana PP Muhammadiyah dari BSI.
Keputusan ini diambil sebagai dukungan bagi perbankan syariah agar dapat berkontribusi bagi terciptanya persaingan yang sehat di antara perbankan syariah.
”Muhammadiyah merasa perlu menata banyak hal tentang masalah keuangannya, termasuk dalam hal yang terkait dengan dunia perbankan, terutama menyangkut tentang penempatan dana dan juga pembiayaan yang diterimanya,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (6/6)
Menurut dia, penempatan dana Muhammadiyah terlalu banyak berada di BSI sehingga secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi (concentration risk). Di sisi lain, bank syariah lain masih sedikit sehingga tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan oleh BSI, baik dalam hal yang berhubungan dengan penempatan dana maupun pembiayaan.
Menanggapi pengalihan dana dan instruksi Amal Usaha Muhammadiyah oleh PP Muhammadiyah, SVP Corporate Secretary and Communication BSI Wisnu Sunandar mengatakan, BSI berkomitmen untuk selalu melayani dan mengembangkan ekonomi umat.
Hal ini, antara lain, dilakukan melalui kolaborasi dengan mitra strategis dan seluruh pemangku kepentingan dalam mendorong ekonomi dan keuangan syariah untuk kemaslahatan bangsa.Selain itu,
BSI terus berkomitmen untuk memberikan layanan kepada seluruh lini masyarakat, baik institusi maupun perorangan, guna meningkatkan inklusi dan penetrasi keuangan syariah.
Beberapa mitra BSI adalah PP Muhammadiyah, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), dan Perum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) terkait penyaluran pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi KPR Sejahtera FLPP kepada pegawai di lingkungan Amal Usaha Muhammadiyah.(analisa)
Oleh : Sabarnuddin
Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang