Meningkatnya Partisipasi Perempuan dalam Politik Tapi Tidak Mencapai Kuota 30 Persen?

oleh -307 views
oleh
307 views
Partisipasi Perempuan dalam politik, analisa mahasiswa Ilmu Politik FISIP UNAND. (dok)

Oleh: MUSTIKA RAHMI NOVITRI

MAHASISWA ILMU POLITIK, UNIVERSITAS ANDALAS

INDONESIA merupakan negara yang merdeka dan berdaulat yang memiliki komitmen dengan tegas dalam memberikan pengakuan yang sama untuk setiap warganya baik perempuan maupun laki-laki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa terkecuali.

Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi mengenai hak-hak sipil dan politik yang menjamin adanya dua hak demokratik mendasar bagi perempuan dalam politik dan dapat ikut berpartisipasi dalam politik.

Adanya partisipasi politik ini merupakan suatu bentuk perwujudan dari negara yang demokrasi karena suatu negara yang tidak demokrasi akan cenderung menjadi negara otoriter apabila tidak diiringi dengan partisipasi politik oleh masyarakatnya.

Dalam negara demokrasi ini terdapat adanya persamaan akses dan peran penuh bagi laki-laki maupun perempuan atas prinsip persamaan derajat dalam semua aspek bahkan di kehidupan politik dalam pengambilan keputusan.

Peran perempuan sangat berpengaruh dalam demokrasi baik dalam pemilu maupun pilkada di Indonesia. Di Indonesia sendiri partisipasi perempuan dalam politik masih tergolong rendah dan masih tidak mencapai kuota 30%.

Hal itu telah diatur dalam UU Pemilu No. 12 Tahun 2003 tentang Partai Politik pasal 65 ayat (1) yang menganjurkan partai politik untuk mencalonkan sebanyak 30% perempuan untuk duduk di DPR-DPD, DPR I, dan DPR II.

Berdasarkan data yang ada pada pemilu tahun 1999 terdapat hanya 9% perempuan yang berhasil masuk kedalam badan legislatif. Kemudian pada tahun 2014 naik menjadi 11,8% tetapi pada tahun 2009 mulai meningkat sedikit menjadi 17,86%.

Pada tahun 2014 partisipasi perempuan menurun menjadi 17,32% dan mulai stabil pada tahun 2019 menjadi 20,52%. Melihat masih rendahnya perempuan dalam politik Indonesia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu Pertama, masih melekatnya budaya partiarki dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Budaya partiarki cenderung menempatkan kekuasaan perempuan dibawah laki-laki sehingga perempuan tidak pernah mendapatkan posisi sejajar dengan laki-laki dan bahkan dunia politik dianggap sebagai dunia laki-laki. Kedua, Institusi politik yang tidak komitmen penuh terhadap pemerdayaan perempuan untuk memasuki dunia politik.

Contohnya, calon legislatif perempuan yang diajukan oleh partai politik harus memenuhi persyaratan pemilu. Syarat pemilu ini membuktikan bahwa partai politik tidak ada langkah pasti dalam menunjukkan komitmen partai politik terhadap pemberdayaan politik perempuan dan tidak merasa yakin bahwa perempuan mampu dalam menaikkan elektabilitas partai politik.

Menurut data dari Word Bank (2019), Indonesia telah menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen.

Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen yang belum pernah mencapai target kuota 30% sedikit terpengaruh oleh isu kesetaraan gender dan belum mampu merespon masalah utama yang dihadapi oleh perempuan.

Namun, sekarang partisipasi perempuan menjadi semakin bertambah dalam terjun ke dunia politik dan tidak sedikit perempuan Indonesia yang berada di parlemen untuk menyuarakan secara lantang mengenai hak-hak aspirasi perempuan. Jika dilihat dari hasil pemilu 2019 ada sekitar 123 legislator perempuan dengan lebih 20% yang berhasil dan angka ini sudah baik dan jauh meningkat dari pemilu sebelumnya meskipun masih dibawah target kuota 30%.

Dalam pencapaian kuota 30% untuk keterwakilan politik perempuan masih sulit meskipun dari tahun ke tahun kuota untuk perempuan meningkat tetapi masih terdapat kesulitan dalam mencapai target tersebut.

Hal ini dapat dilihat bahwa persentase anggota legislatif perempuan baik dari pusat dan daerah masih belum bisa mencapai kuota minimal dan masih berada sekitar 20%.

Upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik dengan cara meningkatkan pendidikan politik bagi perempuan pemilih sehingga bisa cerdas dalam memilih waktu dan partai politik yang dapat menyuarakan aspirasi mereka.

Selain itu, masyarakat juga memiliki peran penting dalam mengatasi masalah dengan cara melakukan penyadaran politik untuk menghilangkan budaya partiarki yang sudah melekat di masyarakat. Dengan memudarnya budaya partiarki ini akan membuat partisipasi perempuan di Indonesia bisa mencapai kuota 30%.(analisa)