Minimnya Keterwakilan Perempuan dalam Persaingan Politik di Indonesia

oleh -186 views
oleh
186 views
M Durga Ananda, Mahasiswa FISIP UNAND. (dok)

Oleh: M Durga Ananda

Mahasiswa ilmu politik universitas andalas

KEBIJAKAN afirmasi terhadap perempuan dalam bidang politik setelah perubahan UUD 1945 dan setelah di disahkannya UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD pasal 65 ayat 1 menyatakan “Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.

Maka dengan itu peningkatan keterwakilan perempuan di Parlemen terus di dengan cara memberikan ketentuan agar partai politik peserta Pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% didalam mengajukan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Faktor budaya yang belum memenuhi konsep kesejajaran dan persamaan antara hak laki-laki dan perempuan membuat peran perempuan dalam politik Indonesia masih minim. Untuk mengubah itu, diperlukan revitalisasi nilai budaya untuk mendorong peran strategis perempuan.

Kendati perempuan telah masuk dan duduk di dunia politik namun perannya belum maksimal. Pasalnya, terdapat sejumlah kendala yang menghambat langkah perempuan dalam dunia politik. Misalnya saja kendala dalam kemampuan yang bersangkutan.

Atau dengan kata lain kurangnya ilmu dari perempuan yang berkecimpung dalam politik untuk lebih peka terhadap pengambilan kebijakan.

Berdasarkan hasil Pemilu 2019, keterwakilan perempuan di Lembaga Legislatif Nasional (DPR-RI) berada pada angka 20,8 persen atau 120 anggota legislatif perempuan dari 575 anggota DPR RI (KPU, 2019), Partisipasi perempuan Indonesia dalam Parlemen masih sangat rendah.

Dan ini tidak sesuai dengan harapan pemerintah untuk ke terwakilan perempuan sesuai dengan UU yang telah dijelaskan pada point diatas. Menurut data dari World Bank (2019), negara Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen,

Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen sedikit banyak berpengaruh terhadap isu kebijakan terkait kesetaraan gender dan belum mampu merespon masalah utama yang dihadapi oleh perempuan._

Posisi perempuan sangatlah penting dalam dunia politik, keterwakilan perempuan dalam parlemen tentu melibatkan perempuan dalam kedudukan yang strategis dalam pengambilan keputusan yang berpihak kepada kaum perempuan.

Hingga saat ini partispasi perempuan di indonesia dalam parlemen masih belum mencapai target nasional yaitu Persen keterwakilan dari laki-laki, untuk itu perlu adanya upaya dalam meningkatkan partispasi perempuan dalam pemilihan umum, mendorong kaum perempuan harus berani tampil dan memiliki kepekaaan untuk berpartisipasi dalam dunia politik sehingga hak-hak perempuan bisa diperjuangkan jika ia menduduki jabatan publik dari hasil pemilihan umum perlu dilakukan berbagai upaya dalam meningkatkan partispasi perempuan dalam dunia politik.

Seperti yang telah dijelaskan di atas Kesempatan perempuan untuk terjun dalam dunia politik dan dicalonkan sebagai calon anggota legislatif jelas semakin terbuka seiring dengan diberlakukannya kuota perempuan sebesar 30%.

Ini menunjukkan perkembangan yang positif, karena keterlibatan mereka secara langsung dalam kancah perpolitikan memungkinkan mereka ikut serta secara lebih leluasa dalam melakukan pendidikan politik kepada warga negara. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat Huntington dan Nelson (dalam Miriam Budiardjo) yang menilai bahwa “By political participation we mean activity by private citizens designed to influence goverment decision-making.

Participation may be individual or collective,organized or spontaneous, sustained or sporadic,peaceful or violent, legal or illegal, effective orineffective” (Yang kami maksud dengan partisipasi politik adalah aktivitas warga negara yang dirancang untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.

Partisipasi dapat bersifat individu atau kolektif, terorganisir atau spontan, berkelanjutan atau sporadis, damai atau kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif”), maka dari itu tidak ada tidak mungkin kesempatan untuk terjun dalam dunia politik dan dicalonkan dalam persaingan politik, baik itu dalam bidang eksekutif, legislatif dan lainya.(analisa)