Miris Ayo Bantu…, Istri Meninggal, Anak Diisolasi, Perantau Asal Sumbar di Sampit Butuh Bantuan

oleh -438 views
oleh
438 views
Ade perantau Minang di Sampit kini gundah gulana, habis kematian istri, Ade hendak pulang habis ke kampung halaman di Limapuluh Kota tapi di Bandara Sampit suhu tubuh anak bayi Ade tinggi harus diisolasi. Padahal Ade sudah berhenti kerja. Semoga ada donatur minang peduli bantu Ade. (foto: dok)

Padamg,—-Seorang perantau Minang, Ade Kurniawan (30), asal Jorong Tanjuang Simantupang Nagari Situjuah Gadang Kecamatan Situjuah Limo Nagari Kabupaten Limapuluh Kota sedang membutuhkan uluran tangan kini Ade berada di Kota Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah.

Istrinya baru saja meninggal dunia pada pertengahan Mei lalu. Sang istri merupakan warga Limapuluh Kota dan dimakam di sana. Sementara saat ini sang anak sedang menjalani isolasi mandiri ditemani mertua di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani Sampit.

Awalnya, Ade, sudah berhenti dari pekerjaan sebagai karyawan di sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit, ingin pulang kampung bersama sang anak dan mertuanya untuk memulai kehidupan baru.

Mereka rencananya berangkat kemarin sore dari Bandara H. Asan Sampit menuju Padang menggunakan maskapai penerbangan Sriwijaya Air dengan transit terlebih dahulu di Jakarta.

Tetapi, apa daya, ketika petugas Bandara H Asan Sampit melakukan pemeriksaan, ternyata suhu tubuh anaknya tinggi. Dan, anaknya pun harus menjalani isolasi mandiri. Rencana pulang kampung Ade pun jadi batal.

“Saya niatnya ingin pulang kampung dari Sampit bersama anak dan mertua, kemarin jam empat sore. Saya sudah resign di sini. Tapi, sewaktu di bandara, ada pengecekan suhu tubuh. Ternyata suhu anak saya tinggi, 38,3 derajat celsius. Kami tidak diizinkan berangkat,” ujarnya Sabtu 13/6 lewat media covesia.com.

Ade sebenarnya menolak pembatalan keberangkatan itu. Sebab, dia, anak, dan mertuanya sudah mengantongi surat keterangan telah melakukan rapid test dengan hasil negatif Covid-19.

Namun, kata Ade, pihak bandara tetap tidak mengizinkan karena suhu tubuh anaknya tinggi. Sebagaimana diketahui, suhu tubuh tinggi lewat 37 derajat celsius merupakan salah satu gejala seseorang terinfeksi virus corona.

Pihak bandara lalu menghubungi pihak gugus tugas penanganan Covid-19 setempat. Setelah konsultasi dengan dokter anak di rumah sakit, diputuskan bahwa sang anak harus isolasi mandiri.

“Tiba di rumah sakit, langsung isolasi. Dia diisolasi mulai jam enam malam kemarin. Pada malam kemarin, anak saya juga sudah dilakukan tes swab oleh petugas medis. Sedang mertua berada di rumah sakit untuk mendampingi anak di kamar isolasi,” jelasnya.

Kata Ade, anaknya tersebut baru berumur 48 hari. Pada pertengahan Mei lalu, istrinya meninggal dunia. Beberapa hari setelah melahirkan, istrinya harus diisolasi di rumah sakit RSUD Dr Doris Sylvanus Palangkaraya karena gagal fungsi paru-paru. Dirinyalah yang mendampingi istrinya di rumah sakit. Setelah hampir selama setengah bulan di rumah sakit, istrinya pun berpulang.

Sekarang, anaknyalah yang harus diisolasi di rumah sakit karena gejala Covid-19.

Karena ingin pulang kampung bersama anak dan mertuanya, Ade berhenti dari pekerjaan.

“Saya ingin membawa anak dan mertua pulang kampung. Saya berhenti karena ingin pulang kampung habis. Anak dan mertua kan tidak mungkin pulang kampung berdua. Jadi, saya pulang kampung bersama mereka. Saya sudah membuat surat resign pada 6 Juni 2020. Saya ingin mendampingi anak di kampung,” tuturnya.

Meski demikian, atas cobaan yang dihadapi, Ade berusaha untuk tetap tegar. Pihak maskapai telah mengembalikan uang pembelian tiket penerbangannya. Kata Ade, dia akan berusaha menggunakan uang tersebut untuk biaya sehari-hari selama anak dan mertuanya berada di rumah sakit. Kata Ade, berdasarkan informasi yang dihimpunnya, hasil pemeriksaan swab anaknya akan keluar 15 – 20 hari lagi. Ade, anak, dan mertuanya tidak memiliki kerabat di rantau.

Jika uang tersebut habis, dan anaknya nanti sudah diperbolehkan keluar karena sehat, Ade mengaku tidak tahu harus berbuat apa.

“Di sini, kami tidak ada siapa-siapa. Kalau habih  pitih, dan kalau anak sudah keluar dari rumah sakit (karena dinyatakan sehat), saya tidak tahu kelanjutannya bagaimana,” terangnya.

Dia meminta agar masyarakat ikut mendoakan kesembuhan anaknya. Ade juga berharap agar Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) atau masyarakat Minang yang ada di Sumbar atau di rantau untuk membantu proses pemulangannya bersama anak dan mertuanya.

“Saya berharap ada pihak yang membantu proses kepulangan kami,” sebutnya.

Informasi tentang Ade, yang istrinya baru saja meninggal dunia dan anaknya harus menjalani isolasi mandiri di rumah sakit, mulanya diperoleh media covesia  dari Dodi Mardianto Datuk Katumanggungan, Ketua Alumni Pondok Pesantren Almakmur Tungkar, di mana Ade merupakan alumni pesantren yang berlokasi di Situjuah Tungkar tersebut.

Lewat sambungan telepon, Dodi mengatakan, Ade saat ini membutuhkan bantuan. “Dia kemarin mau pulang kampung bersama anak dan mertuanya. Mereka sudah rapid test dengan hasil negatif. Namun, batal berangkat karena pas dicek suhu tubuh anaknya tinggi,” jelasnya.

Dodi mengatakan dia berkomunikasi dengan Ade tadi malam. Ade, menurut Dodi, kebingungan atas musibah yang dialami.

“Saya berkomunikasi dengannya tadi malam. Kebetulan saya ketua alumni di pondok pesantren itu. Dia memang butuh bantuan. Kebetulan, teman-teman alumni pesantren tidak ada yang berada di dekat posisinya,” terangnya.

Dan bagi dermawan yang peduli atas masasalah Ade silahkn menghubungi civesia.com di jaln beteran Padang atau boleh langsung kontak
Ade Kurniawan di nomor Hp +62 823-8346-2066. (rilis)