Mudik Premature

oleh -688 views
oleh
688 views
Prof Elfindri (foto: dok)

Oleh : Elfindri

SALAH satu model migrasi adalah migrasi mudik. Ini hampir berlaku pada negara-negara pemeluk agama Islam.

Mereka memanfaatkan liburan itu untuk silaturahmi dengan sanak keluarga di kampung halaman.

Selama ini biasa menjadi tontonan khusus di TV nasional bagaimana kepadatan arus mudik seminggu sebelum dan sesudah lebaran, titik puncaknya.

Tapi kali ini kebiasan mudik akan tetap tinggi. Ini lebih awal dari perkiraan. Terutama ritme covid-19 dalam empat minggu yang lalu, telah merubah pola mudik.

Para perantau karena tidak ada kepastian pekerjaan, jauh lebih memilih mudik. Mudik ke kampung. Karena mereka lebih merasa secure pulang kampung ketimbang bergelut dengan ketidakpastian di kota besar.

Kota DKI Jakarta yang menjadi pusat episentrum wabah corona. Saat di mana mereka mudik, hampir tidak membawa oleh-oleh, tidak membawa kesuksesan namun penuh kecemasan.

Tapi dalam waktu setelah ronde pertama, maka masih ada rombongan ke dua. Mereka yang relatif masih bisa berpenghasilan, namun ingin pilang dekat lebaran.

Bisa jadi mereka pulang, dan masa mereka pulang saat perkiraan virus lagi puncaknya puncaknya.

Gelombang yang mungkin sangat besar berdampak kepada peningkatan kasus Covid-19 di luar daerah.

Daerah yang banyak migrasi ke luar, maka gelombang ke dua migrasi mudik akan menerima perpindahan virus yg juga relatif tinggi.

Tapi tunggu dulu, ketika DKI mungkin pertambahan kasusnya sudah mulai turun, gelombang baru masyarakat yang akan ke Jakarta akan besar.

Kita tidak tahu apakah gelombang ke tiga ini akan membuat terjadinya repetitive kembali kasus di mana angka virus di DKI masih bisa dicurigai akan meningkat.

Kasus di Korea Selatan ditemukan sekitar 50 mereka yang sehat dari covid-19, kemudian terulang kembali.

Bisa jadi keadaan ini akan terjadi di daerah DKI. Akibat dari pola migrasi dengan ritme perkembangannya.

Waspadalah!!! (analisa)