Pajak CPO Harusnya Mengalir ke Daerah

oleh -396 views
oleh
396 views
Wakil Ketua DPD RI Darmayanti Lubis berharap kedepan Pajak CPO harus mengalir.ke daerah, Senin 5/8 (foto:.dok/setjen)

Jakarta,—Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Darmayanti Lubis menyatakan Pajak Kelapa Sawit Mentah (Crude Palm Oil/CPO) harusnya sebagian besar kembali ke daerah asal guna mempercepat pertumbuhan pembangunan di daerah.

Menurutnya Senator asal Sumatera Utara tersebut, Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia dan sebagai negara yang melaksanakan pemerintahan daerah dengan sistem otonomi terbesar pula di dunia.

Dalam melaksanakan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah masih belum mencerminkan prinsip-prinsip yang berkeseimbangan dan berkeadilan. Hal ini ditandai dengan masih tingginya ketergantungan keuangan daerah pada transfer dan dari Pemerintah Pusat.

“Salah satu yang menjadi cermin belum seimbang dan adilnya keuangan antara pusat dan daerah adalah menyangkut Dana Bagi Hasil dari sektor sumber daya alam khususnya dalam hal ini pajak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) tidak mengalir ke daerah penghasil untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sektor perkebunan,” ungkap Wakil.Krtua DPD RI ini pada siaran pers diterima redaksi Senin 5/8.

Darmayanti Lubis mengatakan, industri kelapa sawit selalu menjadi isu strategis, baik di tingkat regional maupun global. Isu strategis itu dipicu oleh aspek keuntungan dan kerugian. Di satu sisi, industri kelapa sawit dinilai telah memberikan peran penting bagi perekonomian nasional di antaranya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.

“Tali di sisi lain, dipandang belum memberikan dampak yang signifikan khususnya bagi “daerah penghasil” yang dapat menjadi salah satu sumber dana pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah,”ujar Darmayanti.

Akibatnya kata Darmayanti, tidak berimbangnya dana bagi hasil ke daerah, membuat daerah-daerah penghasil masih mengandalkan pada dana transfer dari pusat yang pada gilirannya membuat daerah bergantung pada dana transfer dari pusat.

“Dampak lebih jauhnya lagi memperlemah otonomi di satu sisi, dan memperkuat hegemoni pusat di sisi yang lain,” tukas Wakil Ketua DPD RI tersebut.

Darmayanti Lubis menambahkan, tidak mengalirnya pajak kelapa sawit mentah (CPO) ke daerah penghasil karena kebijakan regulasi yang kurang tepat tercermin dari pengaturannya dalam Undang-Undang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menentukan secara ilmiah bahwa DBH yang bersumber dari sumber daya alam hanya berasal dari Penerimaan kehutanan yang berasal dari Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, Penerimaan pertambangan mineral dan batubara yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi(royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, Penerimaan Negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, Penerimaan Negara dari sumber daya alam pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, Penerimaan dari panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah Pusat, Iuran tetap, dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

“Dengan ketentuan yang limitative tersebut maka pajak kelapa sawit mentah (CPO) tidak menjadi sumber Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor sumber daya alam khususnya perkebunan bagi daerah-daerah. DPD RI sebagai lembaga Negara penyalur aspirasi daerah, bersama-sama dengan daerah-daerah menyerukan agar dilakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan regulasi yang memasung dan menghambat otonomi daerah, dengan mendorong dilakukannya perubahan terhadap UU Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan juga terhadap UU Pemerintah Daerah, dalam rangka melindungi kelestarian lingkungan, dan agar sumber daya alam di daerah tidak tereksploitasi secara tidak proporsional akibat kebijakan pusat yang melihat daerah hanya sebagai bagian dari kekuasaan dan kewenangan pusat,”jelasnya (rilis: mas-setjendpd)